Burushirubaraito (Part 1)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Fiksi Penggemar (Fanfiction), Cerpen Jepang
Lolos moderasi pada: 14 May 2023

Musim panas kembali datang. Ini adalah musim panas ketiga yang dilalui gadis berambut coklat itu tanpa seseorang. Netra coklat madunya mengarah pada bingkai jendela yang mempertontonkan langit biru. Hei, apa kau merindukanku juga? Batinnya bertanya-tanya.

“Harubi,”
“Harubi!”
“Onii-san. Apa yang kakak pikirkan??”
“Awa!!”
“Hah?”
Lamunannya buyar. Gadis itu kemudian menoleh menatap kakek dan seorang anak lelaki yang sedari tadi memanggilnya.

Sang kakek menggelengkan kepala mendapati cucunya melamun lagi. “Mau ikut Kakek ke hutan? Atau kau ingin di rumah sendirian?”
“Kakek, aku sedang malas mengenang masa lalu,” ucap Awa dengan suara melasnya.

Sang kakek menghela napas. Pria tua itu mengetahui kejadian yang dialami cucunya. Ingatan kakek kembali saat mendapati cucunya baru pulang ke rumah saat dini hari dengan air mata dan aura sedih yang kentara. Kakek yang akan memarahinya jadi tidak tega. Setelah mengurung diri selama hampir satu minggu, kakek berhasil memaksa Awa untuk keluar rumah dan menceritakan apa yang telah terjadi pada dirinya.

Kakek tidak menyangka, bahwa hutan Dewa Gunung benar-benar merupakan tempat tinggal para siluman. Dan jangan lupakan bahwa cucunya pernah berteman dengan salah satu dari mereka.

“Maafkan aku, onii-san.”

Anak lelaki yang berdiri di sebelah kakek berucap dengan nada menyesal. Andai dia tidak terjatuh saat itu, andai dia tidak berlari mengejar temannya, pasti lelaki topeng itu masih ada di sini. Pasti Awa yang kini dia anggap seperti kakaknya sendiri tidak akan bersedih.

“Tidak apa. Kau tidak bersalah. Mengerti, Shou?” Awa menepuk-nepuk kepala Shou. Tersenyum saat Shou menganggukkan kepala tanda mengerti.

“Jadi, kau mau ikut atau tidak?” Tanya sang kakek sekali lagi.

Awa menatap kakek dan Shou bergantian. Menghela napas melihat Shou yang kini memasang raut memohon. Baiklah, dia memang tidak bisa menolak jika disuguhi pemandangan imut seperti ini. Awa mengangguk satu kali membuat Shou bersorak riang.

ADVERTISEMENT

Sang kakek segera memimpin jalan menuju hutan Dewa Gunung. Karena sebelum petang menyapa, mereka harus sudah pulang ke rumah.

Awa tersesat. Gadis itu telah berusaha mencari jalan keluar tetapi seperti kembali lagi ke tempat awal. Awa merasa dia hanya berputar-putar di tempat yang sama. Mengapa kejadian ini harus terulang lagi? Batin Awa kesal.

“Huh,” Awa menghela napas lalu berjongkok. Menekuk lutut, menyembunyikan wajahnya di sana. Awa tidak menangis, dia hanya lelah sedari tadi berjalan mencari jalan keluar. Kakinya pegal. Perutnya juga lapar. Ingin mengumpat, tetapi tidak boleh berbicara kasar apalagi di tempat yang dihuni para siluman.

“Oi, Chibi!”

Deg!
Awa cepat-cepat menoleh ke sumber suara. Dia bahkan mengabaikan bahwa bisa saja setelah ini lehernya sakit karena menoleh tiba-tiba tanpa memberi aba-aba kepada otak. Suara itu. Suara itu memang tidak familiar di telinga Awa namun kata-katanya. Kata-katanya sangat familiar! Apakah itu dia? Batin Awa berharap.

“Kau tersesat?” Tanya seseorang itu.
Awa mengerjab. Andai dirinya masih berusia 6 tahun seperti saat itu, pasti dia akan berlari menghampiri dan berniat memeluk seseorang itu. Yang berakhir dengan pukulan batang kayu di kepalanya. Awa jadi tersenyum, teringat pertama kali dirinya bertemu dengan seseorang yang kini telah pergi.

“Hei, kau baik-baik saja?”
Seseorang itu berjalan menghampiri. Tangannya berniat menyentuh bahu gadis di hadapannya. Gadis di hadapannya menghindar dengan segera lalu menggelengkan kepala. Gadis itu beranjak berdiri. Selanjutnya, ucapan gadis itu membuatnya merasa heran, “Jangan menyentuhku!”

“Hah?”
Awa mengabaikan pertanyaan bingung dari seseorang di hadapannya. Gadis itu menatap sejenak wajah yang tertutupi topeng fox berwarna putih itu. “Jiro?” Ucap Awa pelan.
“Dari mana kau tahu namaku?” Tanya seseorang itu. “Kau mengenalku?”
Netra Awa melebar. “Namamu Jiro? Kau siluman?”

Seseorang itu menggeleng. Saat akan menjawab, tiba-tiba sebuah tangan besar berwarna hitam muncul dari pepohonan rindang. Tangan itu mengurung tubuhnya. “Hei, apa-apaan?” Tanya yang dikurung tidak terima.

“Kau bukan Jiro.” Ujar suara dari pemilik tangan itu.
“Lepaskan dia,” ucap Awa. “Dia memang bukan Jiro.”

Tangan besar itu segera menjauh lalu menghilang di antara pepohonan. Awa menghampiri lelaki yang terkulai lemas itu. Tidak, lelaki itu tidak pingsan. Hanya terkejut karena baru kali ini dia melihat tangan raksasa secara langsung.

“Apa itu juga siluman?” Tanyanya sembari menyandarkan tubuhnya pada batang pohon. “Sebenarnya kenapa dengan mereka? Kenapa mereka selalu muncul saat aku ada di hutan?” Pertanyaan itu ditujukan untuk dirinya sendiri.

Awa terdiam. Berpikir sejenak. Dia tahu bahwa seseorang itu bukanlah Jiro. Aura mereka berbeda. Tingkah dan sifatnya juga sangat berbeda. Lantas, pantaskah jika Awa berharap dia adalah orang yang sama dengan Jiro yang dikenalnya dulu?

“Siapa namamu?” Tanya Awa.
Lelaki itu menegakkan tubuh, netra birunya berkilau terkena sinar mentari senja. “Apa itu penting bagimu?” Dia balik bertanya. Lelaki berambut perak itu lalu mengambil batang kayu, mengulurkannya ke arah Awa. “Pegang. Aku akan mengantarmu pulang.”

Tanpa menunggu jawaban dari ajakannya, dia bergegas berjalan. Melangkah dengan santai seolah sudah sering mengunjungi hutan. “Sampai.” Ujarnya sembari menyingkirkan batang kayu yang sedari tadi dirinya pegang.

“Namaku Awa. Harubi Takegawa.” Awa memperkenalkan diri. Sedetik kemudian gadis itu terpekik ketika lelaki yang telah membantunya mengerang kesakitan, jatuh berlutut.

“Hei, kau tidak apa-apa?” Tanya Awa.
“Akhhh …” Lelaki itu memegang erat kepalanya.
Bingung melakukan apa, dengan hati-hati tangan gadis itu menyentuh rambut lelaki di hadapannya. “Tidak apa. Sakitnya akan hilang.” Ujarnya menenangkan.

Selama beberapa menit, hanya ada desau angin yang mengisi suasana. Angin seolah tahu bahwa dia sedang dibutuhkan untuk menghilangkan keheningan. Awa segera menjauhkan tangannya setelah menyadari lelaki itu tak lagi mengerang kesakitan.

“Aku harus pergi,” ucap lelaki berambut perak itu. Dia beranjak dari posisinya. Berusaha menegakkan tubuh walau rasa sakit di kepalanya masih terasa.
Tanpa mengindahkan Awa yang masih terpaku di posisinya, lelaki itu berjalan cepat. Menjauh dari hutan. “Apa dia baik-baik saja?” Tanya Awa sedikit khawatir.

“HARUBI!”
Panggilan itu membuat Awa menoleh. Gadis itu bergegas menghampiri kakeknya yang kini berkacak pinggang. “Kemana saja kau? Tersesat lagi??” Tanya kakek. Untuk kedua kalinya, kepala Awa menjadi lampiasan pukulan batang kayu. Seperti saat dia kecil dulu. Bedanya, Awa tak menangis hanya mengelus kepalanya.

“Ayo pulang.” Ajak kakek.

“Kek, di mana Shou?” Tanya Awa disela langkahnya.
“Bocah itu sudah pulang ke rumahnya.”
“Kek, aku lapar.”
“Tersesat membuatmu lapar?”
Percakapan sepasang kakek dan cucunya pun terus berlanjut.

Cerpen Karangan: Da Azure
Biasa dipanggil Da
Dapat ditemui di Wattpad
Akun pribadi: @Daa_zure
Akun bersama bestie: @Filila_3

Cerpen ini terinspirasi dari anime Jepang berjudul ‘Hotarubi no Mori e’. Saya yang gagal move on karena endingnya yang sungguh hjgkcx dan bikin emosi, akhirnya punya ide buat nulis ini andai, andai mereka berdua ketemu lagi. Jangan dibawa ke hati ya, pembaca. Ini haluan saya. Terus karena ini first saya nulis cerpen Jepang, mohon dimaklumi jika banyak kesalahan. See u …

Salam hangat,
Da Azure

Cerpen Burushirubaraito (Part 1) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


HK HT dan AT

Oleh:
Ini kisahku dan kedua sahabatku, mereka bernama Hirokawa Tsunji dan Akane Tsugiru. Oh iya perkenalkan, aku Harumi Keijino. Persahabatan kami dimulai dari kelas 4 SD. Persahabatan kami sangatlah erat,

Wanita di Ujung Lorong itu

Oleh:
Selalu begini, setiap pulang sekolah, aku harus melewati sebuah lorong yang gelap sendirian di ujung jalan Kota Sakurayami. Aku sebenarnya tidak suka lewat lorong tersebut, tapi apa boleh buat,

Best Friends Forever

Oleh:
“Shizuku!” Teriak seorang gadis berkucir dua, dia adalah Adine, teman Shizuku. “Ada apa?” Tanya Shizuku. “Ada lomba mengarang Cerpen. Kamu ingin ikut enggak?” Tanya Adine. “Ayo! Kita daftar ke

Autumn

Oleh:
Aku merapatkan jaket tebalku, sesekali menggosokkan telapak tangan yang dingin karena udara musim gugur. Kepalaku mendongkak ke atas memandang pohon maple yang daunnya berguguran dan berwarna jingga kecoklatan. Aku

Akhirnya Aku Mengerti (Part 2)

Oleh:
Setelah Jimin mendatangiku, JK pun beranjak pergi dengan alasan dia lupa sudah ada janji dengan hyungnya. ‘huft! padahal aku sangat senang jika dia ada disini’ Aku pun mulai menceritakan

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *