Alasan

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Kehidupan, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 26 January 2018

Pahit begitu terasa di pengkal tenggorokannya setiap kali ia menelan air ludah. Suara bergemuruh selalu muncul dari arah perutnya memprotes kepada sang pemilik yang tidak kunjung memberikan haknya. Entah sudah berapa hari ia tidak makan tetapi ini bukan dari keinginannya, apakah memiliki trauma itu sebuah hal yang sangat menjijikan hinga ia harus mengalami semua hal ini. Semua hal yang sanggup ia penuhi pasti selalu ia penuhi tetapi hanya ada satu hal yang selama ini ia tidak ingin penuhi. Ia hidup dalam keluarga yang sangat terpandang di daerahnya, sang abah menjadi seorang kyai tenama di desa, almarhumah sang ibu dulu pemimpin persatuan ibu-ibu muslim, dan kakaknya seorang ustadzah di sebuah pondok pesantren ternama. Tetapi apa salahnya jika ia tampil berbeda dari seluruh anggota keluarganya, ia menyadari dirinya tidak bisa menjadi seperti mereka maka dari itu ia ingin manjadi dirinya sendiri.

“apakah keinginanku salah? Tapi, dengarlah aku punya alasan…” gumam suara bergetar itu bersamaan dengan suara berdesir gesekan dasar pinggan dengan lantai kasar berdebu, wanita muda itu menatap dengan mata penuh rasa kasihan tetapi ia tidak bisa mengucap sepatah katapun kemudian membalikam badan kurus itu. Kain besar yang menutupi hampir seluruh bagian tubuhnya dari ujung kepala hingga lutut itu berkibar kala sosok pemiliknya berjalan dengan cepat meninggalkan tempat pengasingan miliknya. Sosok anggun yang biasa ia panggil dengan sebutan kakak itu bergegas meninggalkan dirinya dengan menahan suara rintih tangis miliknya dengan mengunci erat bibir itu.

Ketika malam datang menghampiri hawa dingin mulai merangsek masuk ke gubug itu, sayup terdengar suara yang sangat ia kenal bergema di mushola desa. Ya, tentu saja ia memahani suara itu kerena itu suara sosok yang telah berjasa memberikan kesempatan ia untuk hidup si dunia ini, tetapi akhir-akhir ini sosok itu menjadi dingin terhadapnya. Kembali ia berpikir apa kesalahannya, semakin ia pikirkan ia semakin tidak paham kesalahan apa yang telah ia lakukan. Suara Adzan Maghrib kali malam ini terdengar sangat menggetarkan dirinya hingga tubuh kecil gadis muda ini gemetar.

Terdengar suara langkah kaki semakin mendekat, ada beberapa anak kecil melalui tempat ia di kucilkan. Mereka berjalan dengan riang dan mendekap erat gulungan mukena di dalam sajadah kebesaran mereka, tak lupa kitab suci juga bertengger cantik di tangan kecil mereka. Betapa iri hatinya ia ingin sekali melakukan masa-masa seperti itu lagi tetapi itu mustahil. Selepas matanya mengekor kerumunan anak-anak kecil tadi ia merasa kesepian kembali menyergap dirinya. Ada bunyi berdenting seakan ada lonceng yang saling beradu satu sama lain tetapi ia yakin itu hanya imajinasinya saja.

Tiba-tiba pintu di samping dirinya terbuka dan munculkan sosok yang tak terduga, bibir gadis bertubuh kecil ini gemetar memanggil nama sosok ini “A-abah? Aku punya alasan…” ucapnya tak percaya. Di belakang sosok pria tegap itu berdiri sosok cantik nan anggun mengenaikan mukena berwarna putih tulang. Samar ia mencium parfum yang dikenakan abahnya, aroma yang selalu ia cium ketika masih kecil dan berada dalam gendongan abah tercintanya. “sebelum terlambat, kita segera berangkat. Segeralah mandi dan berwudhu, kemudian menyusul ke mushola” ucap sang abah dan berjalan medahului. “Aisyah, bantu adikmu” perintahnya beberapa langkah dari mereka berdiri, dengan telaten wanita ini memapah adiknya dan berjalan ke dalam rumah.

“kau seharusnya menurut saja, kan tidak perlu seperti ini selama beberapa hari” ucap Aisyah dengan melepasi pakaian adiknya untuk kemudian membasuhnya dengan air hangat. Hanya diam yang bisa di lakukan oleh sosok ini, setelah semuanya selesai mereka menuju mushola dan melakukan sholat berjama’ah.

Suasana ketika mereka berada di mushola terasa sangat khidmat dengan shalawat yang melantun mengagungkan nama-Nya. Air mata gadis belia ini kembali menetes mengingat betapa ia telah membuat abahnya marah hingga ia harus dihukum di dalam pengasingan yang menyakitkan, jika bukan kakaknya yang memberikan ia makan secara diam-diam mungkin ia sudah mati kelaparan dan tidak akan berada di tempat yang satu ini, sekalipun terkadang ia tidak memakan makanan itu karena rasa lapar tak kunjung datang.

Setibanya mereka di rumah maka rapat pun terjadi antara dirinya dengan seluruh keluarga. Dia duduk di depan semua para anggota keluarga dengan sikap meringkuk dan mukena masih membalut seluruh tubuhnya. “Marwah, kau tau kali ini kami telah mencabut hukumanmu dan apakah kau sudah merasa jera?” tanya sang abah dengan to the point, gadis ini hanya bisa menundukan kepalanya dan mengangguk pelan. “kalau begitu kau bersedia mengenakan hijab?” tanya sang abah kali ini wajah Marwah langsung menatap mata abahnya ketakutan. Kepala kecilnya menggeleng perlahan, sikapnya ini membuat abahnya naik pitam tetapi hanya bisa tediam dalam amarahnya. “Marwah, lebih baik kau ikuti ucapan abah. Memakai hijab juga sebuah keharusan dalam agama kita” ucap sang kakak dengan nada halus penuh kasih sayang. Tenggorokan gadis bernama Marwah ini kembali tercekak menghadapi keputusan pelik ini. Sekali lagi kepala miliknya menggeleng pelan, ia menyadari sikapnya kekanak-kanakan tetapi ia tidak mau kejadian seperti yang menimpa ibunya terjadi pada dirinya juga.

“Marwah!” nada ucapan sang abah meninggi menyebabkan dirinya terlonjak kaget. “a-aku minta maaf abah” ucap gadis itu dan berlari keluar rumah dengan cepat entah ke mana arahnya. Ia berlari dan terus berlari tak mempedulikan kakak perempuannya berlari dengan tertatih menyusul dirinya juga sang abah yang tak ketinggalan memanggil-manggil dirinya. Tetapi ia hanya bisa melihat sekilas wajah khawatir sang kakak dan wajah marah sang abah sebelum ada cahaya terang memburamkan pandangan dirinya hingga semuanya menjadi gelap. Tangan kecilnya tetap mengenggam erat kertas putih seperti surat yang ia tujukan kepada sang abah mengenai alasan kenapa ia tidak ingin mengenakan hijab.

Sang kakak menangis di samping dirinya dan sang abah terpaku melihat dirinya tanpa sepatah katapun keluar dari bibir bijaksana itu, hanya permata bening mengalir di pipinya yang sudah memiliki keriput. Ingin rasanya ia menghapus air mata keduanya tetapi apa daya tangan dan badan miliknya tak lagi bisa menuruti keinginanya, hanya bisa menatap keadaan semua itu dari atas mengambang dan tak bisa menyentuh apapun lagi.

ADVERTISEMENT

Abahnya terlihat sangat terpukul ketika membaca surat yang ia tulis untuk sang abah, surat itu berisi tentang alasan kenapa ia tidak mau mengenakan hijab. Sebenarnya alasannya sederhana ia tidak ingin mengalami kecelakaan yang seperti dialami oleh sang umi, ketika mereka sedang berboncengan hijab sang umi yang selama ini menjadi kekaguman tersendiri oleh dirinya justru masuk dan terperangkap di rantai sepeda motor yang menyebabkan tubuh sosok itu terjatuh ke jalanan dan berakhir dengan meninggalkan semua keluarga. “Marwah sebagai anak tidak ingin meninggalkan abah maupun kak Aisyah, marwah sayang kalian… maaf aku tidak mematuhi kalian, tapi aku punya alasan…” kalimat terakhir yang dituliskan olehnya dibacakan abahnya kepada sang kakak Aisyah. Membuat air mata milik sosok anggun ini kembali membasahi seluruh pipi cabinya.

Cerpen Karangan: Milda
Blog: mirrudachan.blogspot.com
perkenalkan nama saya milda, jika berkenan berkenalan lebih lanjut silahkan kunjungi blog saya dan komentar di dalamnya. saya sangat senang menyambut kedatangan kawan baru, salam kenal.

Cerpen Alasan merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Sahabat Jadi Musuh

Oleh:
Ini adalah hari pertamaku di sekolah baruku yang berlokasi di bandung. Dan sedih rasanya meninggalkan sekolah ku di bogor. Walaupun aku berpisah dengan teman lamaku aku akan berusaha untuk

Ke Mana Dia Pergi

Oleh:
Ruangan besar yang tertata rapi masih terasa sesak sekali. Udara terasa hangat sekali di dalam walau di luar terlihat hujan begitu lebat. Berkali-kali telunjuk tanganku hanya mengetuk-ngetuk meja dengan

Koma dan Titik

Oleh:
Dari sudut jauh, aku melihat titik cahaya membias-lebar hingga membuat mataku terbuka melihat semua yang ada. Namun, ada yang aneh dari apa yang aku lihat. Semuanya putih. Putih tanpa

Puting Beliung

Oleh:
Dia melihat awan yang mulai kelabu, kadang dia memperhatikan jalan yang dia tapaki, tapi sesekali juga dia menengadah lagi. Dia penasaran kenapa hari ini mendung begitu lama, tapi tidak

Pria yang Membunuh Kenangan (Part 1)

Oleh:
Api membumbung tinggi ke langit malam. Dengan cepat lidahnya melahap komplek perumahan itu. Suara perempuan dan laki-laki saling menjerit meminta tolong. Sebagian penghuni perumahan berhamburan ke sana-kemari. Ada yang

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *