Cerita September: AKAD, Tahun 2017

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Romantis, Cerpen Kehidupan
Lolos moderasi pada: 16 August 2019

Mas Arif namanya, pemilik kedai kopi gang. Sebuah kedai kopi yang berada di dalam sebuah gang, entah terinspirasi dari mana mas Arif meletakan sebuah kedai di dalam satu gang tersebut, lebih tepatnya di depan teras rumah beliau. Salah satu tempat favoritku untuk menikmati secangkir kopi yang diseduh menggunakan v60, salah satu metode manual brewing andalanku.

Malam ini, di akhir jam kedai akan tutup dimana para pengunjung yang lain sudah mulai beranjak untuk pulang, tersisa kan aku dan Tarom temanku. Mas Arif duduk di meja kami disisa waktu luangnya setelah selesai berberes sisa cangkir bekas kopi sembari menikmati rokok di tangan kanannya. Ya, duduk untuk sekedar ngobrol basa-basi tanpa dibatasi sebuah tema tentang apa yang harus kami bahas, kau mengertilah maksudku.

Aku dan Tarom seakan selalu bisa menjadi pendengar yang baik disaat mas Arif bercerita pengalaman hidup beliau, mungkin itu alasan kenapa mas Arif selalu bercerita saat berhadapan denganku dan Tarom temanku, dia seakan bebas bicara tanpa perlu filter sedikitpun. Itu menurutku.

“Isa dan Tarom datang ya nanti tanggal 16 september” undang mas Arif.
“Jam berapa mas? Acara apa?” tanyaku.
“Resepsi perkawinanku, dari habis maghrib sampai selesai” jawab mas Arif sambil tersenyum bahagia yang agak ditutup-tutupi.
“Alhamdulillah, InsyaAllah mas, semoga gak ada kesibukan ditanggal tersebut” jawabku dan Tarom mengiya kan sambil mengangguk.
Memang benar, jodoh sudah ada yang ngatur, jika waktunya telah tiba, kau tak bisa mengelak. Do’a mu telah terjawab mas. Aku berargumen dalam hati ketika mendengar berita bahagia tersebut.

Aku ingin mengajak kalian flashback bagaimana kisah asmara mas Arif doeloe agar cerita ini sedikit menarik. Bagi kalian yang tidak mau ikut, tutup saja cerita ini dan bagi kalian yang penasaran tak usah kau hiraukan perintahku.

“Jujur sebenarnya aku punya 5 calon untuk kujadikan istri” cerita mas Arif.
“Banyak ya mas, boleh bagi 1 ke aku” pinta tarom sambil bercanda.
Aku ketawa mas Arif juga.
Harus kuakui. Tarom adalah salah satu spesies yang berjenis kelamin laki-laki yang mana kata jomblo selalu melekat pada dirinya tak terkecuali dengan aku.
“Cewek yang pertama dia minta uang jujuran 40 jete, yang kedua dia minta uang jujuran 35 jete, yang ketiga dia minta uang jujuran 25 jete plus uang untuk acara resepsi, yang keempat dia tidak meminta uang jujuran tetapi dia minta full uang untuk acara semuanya aku yang tanggung” cerita mas Arif. Uang jujuran adalah uang mahar, biasa orang Banjar menyebutnya dengan itu.
Aku dan Tarom hanya berkonsentrasi berusaha menjadi pendengar yang baik.

“Kau tau jawaban Desi apa?” tanya mas Arif kepadaku dan Tarom. Desi adalah calon istri mas Arif, si wanita kelima yang sekarang menjadi satu-satunya.
“Apa mas?” tanya ku penasaran.
(Mas Arif bercerita tentang obrolan singkatnya melalui pesan texs dengan Desi)
Mas Arif: “Seandainya aku serius sama kamu, gimana?”
Desi: “Aku gak punya hak atas diriku sendiri untuk menjawab pertanyaanmu, jika kau benar serius kepadaku. Bicara sama orangtuaku.”
Mendengar jawaban itu, mas Arif seakan yakin wanita ini adalah jodohnya, dia terkesima setelah melihat tulisan dari smartphone tipis putih digenggamannya.

Dia kumpulkan nyali untuk bertemu dengan keluarga pihak wanita untuk menyampaikan niat baiknya. Dan semua berjalan lancar, ada satu kalimat yang aku suka dari obrolan mas Arif dengan ayah Desi, “Terserah kamu, yang nikah kamu, jika memang besok kau siap, kunikahkan langsung kau besok dengan anakku” bilang ayah Desi. Aku sudah lupa obrolan apa saja yang dibicarakan antara mas Arif dan ayah Desi, yang aku ingat hanya itu.

Di malam itu, kira-kira sudah menunjukan jam 12.30 malam. Angin berhembus menepis kulitku semakin tajam, sebatang rokok di tangan kiriku masih berasap, suara sruputan kopi dari Tarom yang sedang meminum kopinya terdengar begitu khas di telingaku. Cerita dari mas Arif masih terdengar dengan jelas.

ADVERTISEMENT

Ternyata mas Arif dan Desi dari dulu berteman sejak kecil, maksudku satu sekolah saat SMA, sepulang dari sekolah mas Arif dan Desi sering pulang bareng naik taksi, yang mana pula pada saat itu rumah mereka saling berdekatan, bisa disebut bertetangga. Namun semenjak mas Arif kuliah kira-kira itu di tahun 2010 entah karena apa mas Arif pindah rumah ke daerah Sungai Ulin tempat Kopi Gang berdiri sampai sekarang. Semenjak kepindahan mas Arif mereka putus kontak. Sampai akhirnya ditahun 2017 mereka dipertemukan kembali. Malam itu datang secara bersamaan 5 buah kendaraan yang mana masing-masing motor diisi oleh dua orang. Mas Arif yang telah bersiap diri untuk melayani tamunya, sempat kaget dari kejauhan apakah benar yang dia lihat adalah Desi, sekitar 2 menit berselang rombongan itu mendekati meja bar tempat mas Arif biasa menyeduh kopi. Ternyata benar itu adalah Desi teman dekatnya dulu.

“Assalamualaikum, Desi?” Tanya mas Arif untuk meyakinkan.
Karena Desi saat itu memang berjalan paling depan diantara teman-temannya. Dan itu adalah kali pertama Desi berkunjung ke Kopi Gang. Yang mana pemiliknya adalah teman dekatnya dulu.
“Waalaikum salam, Iya. Kau Arif?” Desi balik bertanya.
“Iya aku Arif, apa kabar kamu?” Jawab mas Arif.
“Alhamdulillah baik.” Jawab Desi tersenyum.
(Hanya obrolan singkat yang terkesan sangat biasa. Namun sangat luar biasa bagi mas Arif, tidak tau Desi bagaimana?)
Setelah Desi dan teman-temannya selesai memesan minuman dan makanan. Desi pun duduk bergabung bersama teman-temannya. Sepertinya itu adalah teman kampus Desi. Mereka seperti mengadakan rapat, entah tentang apa yang mereka bahas.

Jam terus berlalu, udara mulai membuat tubuh merasa dingin, mas Arif mengambil secarik kertas kemudian di atasnya tertulis 12 angka nomor WA miliknya, rencananya dia akan memberikannya kepada Desi malam itu. Namun entah karena apa, secarik kertas itu hanya tersimpan di saku kiri celana mas Arif sampai Desi pulang. Karena malu? Aku tak tau, tapi itulah kejadiannya.

Beribu kata, beribu pertanyaan, terasa buram namun sangat jelas saling mendesak antara satu dan lainnya di kepala, aku paham akan hal itu, dimana kita melihat kembali orang yang pernah tinggal di hati kita, yang telah lama tak dipandang oleh mata. Disaat kita tak tau harus berbuat apa, namun seharusnya kita harus melakukannya, hingga akhirnya penyesalan yang menemani. “Bodoh aku, untuk apa aku tulis angka ini, jika aku tak berani untuk menunaikan niatku sendiri” gumamnya yang khas malam itu disaat kedai sudah sepi dari pengunjung hanya tersisakan dia sendiri ditemani secangkir kopi dan sebatang rokok ditangan kanannya yang berasap.

Notifikasi WA tiba-tiba berdering memecah keheningan, ada sebuah undangan masuk di sana, Tempo SMA nama grupnya. Aku lupa siapa yang mengundang karena kurasa hal itu tak penting. Yang penting adalah di dalam Tempo SMA tersebut telah diisi oleh beberapa orang dan termasuk Desi.
“Jika dia memang jodohmu, Tuhan punya seribu satu cara dan bahkan lebih untuk mendekatkan.”

Pepohonan yang telah mati dikumpulkan, dahannya disusun menjadi sebuah gerbang, sebagian lagi dibuat kursi nan elok dipandang mata. Tumbuhan hijau berserakan di area teras yang tersusun dengan rapi. Batu gunung telah dipecah menjadi bagian-bagian kecil agar dapat tersusun dengan rapi dan kokoh.

Tak ada pelaminan mahal diresepsi nanti, yang ada hanya pelaminan sederhana yang sarat akan arti. Ya, pelaminan yang sebagian besar terbuat dari kayu yang diolah dengan kedua tangan mas Arif sendiri. Kalian sudah tahu bahwa teras rumah mas Arif telah disulap menjadi kedai kopi, kali ini sebuah kedai disulap menjadi sebuah pelaminan.
Gitar dan cajon telah bersanding siap untuk dimainkan, entah oleh siapa.

“Sederhana saja, yang penting niat utamanya terlaksana” pungkasnya.
Ekspektasiku tak bisa kugambarkan dengan kata-kata. Aku tak pandai untuk memberi tahu kalian agar merasakan persis seperti apa yang aku rasakan. Yang aku hargai di sini adalah sebuah ketulusan dan kesederhanaan.
“Silahkan saja bermewah jika kau mampu, Jika tidak, Sederhana tak kalah indah.”

Cerpen Karangan: Muhammad Isa Anshari
Facebook: facebook.com/isaanshari060697
see me at instagram @isanshri

Cerpen Cerita September: AKAD, Tahun 2017 merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Pamungkas

Oleh:
Lastri baru saja melahirkan bayi laki-lakinya yang sehat dan normal. Ini adalah anaknya yang keempat. Tak banyak pancaran kebahagiaan di wajahnya. Tarno, suaminya, tahu kalau Lastri kurang bahagia. Dan

Dika Sayang Ayah!

Oleh:
“Sudah berapa kali aku katakan, bawa jauh-jauh anak cacat itu dari hadapanku,” Seorang lelaki berkata kasar pada seorang perempuan dan anak kecil yang menangis dalam pelukannya, Perempuan itu memeluk

Dindha, Kupinta Maafmu

Oleh:
Suara adzan mengalun indah, memanggil hamba Allah untuk menjalankan kewajibannya yaitu sholat subuh. Sejenak sang surya menampakkan cahaya terangnya. Suara kokok ayam dan kicauan burung memeriahkan suasana pagi itu,

Bias Cahaia

Oleh:
Kawan, jika kau berkunjung ke pulau Madura, maka singgahlah barangkali sebentar ke kampungku, Pasongsongan namanya. Sebuah kampung yang dulunya indah dan dikenal dengan kampung nelayannya. Disini, kau akan disuguhi

Aku Mencintaimu

Oleh:
Ughh. Perempuan itu bangun dari tidurnya. perlahan ia mengusap kedua matanya pelan lalu menatap lelaki di sampingnya, tengah tertidur lelap. lelaki itu nampak lelah karena pekerjaanya yang hampir tiap

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *