Kasih Sayang
Cerpen Karangan: Maria Yolanda Dewi Widyasari, SMP Tarakanita 1 JakartaKategori: Cerpen Kehidupan, Cerpen Keluarga, Cerpen Nasihat
Lolos moderasi pada: 4 June 2023
Minggu pagi dengan gelapnya langit yang menandakan akan turunnya hujan. Hari libur yang membosankan dengan suasana hati yang murung. Anak lelaki dengan fisik yang gagah. Belum tentu akal dan perasaannya tak akan lemah. Anak laki-laki yang sedang duduk manis di teras rumahnya. Melamun menatap langit dengan pikiran yang kacau. Seketika air hujan membasahi daratan, begitu juga dengan air yang membasahi paras lelaki ini. Laki-laki dengan nama “Vio”. Seorang anak yang dapat dibilang “kurang kasih sayang”, mengerti bukan?. Mungkin kehilangan seseorang yang kita sayangi dapat membuat hidup kita down. Seseorang itu tidak harus pacar atau teman istimewa kita. Vio berasal dari keluarga sederhana.
Banyak orang yang menganggap laki-laki dengan umur 15 tahun adalah remaja yang “urakan”. Apakah Vio seperti itu?. Tentunya Vio mempunyai ciri khas dalam dirinya. Lelaki yang sudah mulai berpikir dewasa untuk mengangkat derajat keluarganya yang telah dipandang rendah. Dalam artian dengan tempat tinggal yang sudah berpuluhan tahun belum pernah direnovasi karena kondisi ekonomi. Vio dikenal dengan anak yang ramah, berhati lembut, dan pintar. Mengingat Masa kecil Vio yang begitu kelam, tidak membuat Vio berhenti mengejar mimpinya.
“Bangun le, sudah jam 5. Waktu e mandi le. tumben kok belum bangun, biasa e dah bangun duluan e”. Kata “le” berasal dari kata “tole” yaitu anak lanang atau anak laki-laki dalam bahasa jawa.
Seketika Vio terbangun dengan kesembaban matanya. Kesedihan bukan berarti lemah, kebahagiaan bukan berarti tidak mempunyai keluhan. Masing-masing orang mempunyai cara untuk mengatasi masalahnya.
Seperti keseharian Vio, mandi, bersiap-siap untuk sekolah, berpamitan, menunggu angkot untuk berangkat sekolah. Vio sejak kecil selalu mendapat prestasi yang membanggakan. Namun, apakah akan terus menerus seperti itu?. Seketika Vio mengalami perubahan dalam dirinya. Hal yang orang lain pikirkan adalah menjadi semakin lebih baik, tetapi ada apa dengan Vio? melengseng jauh dengan pemikiran itu. Disaat mulai beranjak remaja, Vio seringkali kurang fokus dalam akademiknya. Hingga kesopanannya pun menurun, ibarat kata jika kita tidak kuat menahan beban di punggung kita maka kita akan terjatuh.
Sebelumnya Vio masih prihatin dengan kondisi keluarganya dan memilih untuk membantu pekerjaan di rumah dibanding bergengsi dengan kawannya yang tidak selevel dengannya. Vio pernah berucap kepada dirinya “dari pada nongkrong, mending kerja di ladang. Panennya banyak bisa dapat uang dong buat kebutuhanku.” Walau lelah, apakah proses selalu mengecewakan hasil?.
Setelah sekolah dan pulang “brak..” Vio melemparkan tasnya dan mengeluh lelah. Kakek terkejut akan tingkah Vio. Mungkin saja Vio teringat akan kesedihan di masa lalunya.
Salah satu kesedihan Vio ialah ketika penerimaan rapor sekolah. Semisal mempunyai anak pintar dan berkarakter baik, orangtua mana yang tidak bangga?. Vio hanya bersedih karena prestasinya tidak dapat dilihat langsung oleh orangtuanya, Vio hanya dapat bercerita sambil menahan air matanya. Andai waktu dapat diputar kembali, tidak akan ada kesuraman di dunia ini, bukan?.
Di semester dua kelas sembilan. Vio benar-benar berperilaku aneh. Dia seakan-akan memeras harta omnya, karena orangtuanya tidak dapat memberinya uang. Mulai pulang terlambat bahkan pergi tanpa alasan logis. Dengan drastis prestasi Vio berkurang dan itu yang dipertanyakan. Ada apa dengan Vio?
“le, ikut kakek yo? tanam sawi di ladang balai desa.”
“ha? ngapain coba. aku yo capek dari tadi sekolah, ajak om aja kan bisa!.” Vio menolak permintaan kakek. Dengan kondisi kesehatan kakek yang menurun, Vio sama sekali tidak peduli.
“kek, duit yang kemarin kemana to?. mau Vio buat kepentingan nih loh!.” Di Setiap harinya Vio selalu minta uang, tanpa memberitahukan alasan yang logis.
Hingga malam pun, Vio yang selalu rajin belajar menjadi malas.
“kamu tidak belajar le? ko tumben cuman main hp” ucap kakek
“ya suka-suka to, ngapain kakek ngatur-ngatur vio. Dah lah aku mau keluar aja, mau main!.”
Kakek benar-benar merasa kecewa dengan cucunya sendiri. Di malam yang dingin, suara jangkrik dan tiupan angin yang memenuhi halaman rumah. Kakek hanya diam dan merenung. Kata kakek dalam dirinya “Anakku, apa yang terjadi dengan cucuku? kurang apa aku dalam merawat dia sejak kecil? akankah dia sudah tidak mau tinggal denganku? apa aku harus menjual lahan yang aku punya demi hal yang dia inginkan?.”
Selang beberapa bulan, ketika tiba saatnya penerimaan rapor tengah semester. Om Arya (om dari Vio) terkejut melihat nilai Vio. Hingga sesampainya di rumah..
“APA INI VIO..! APA YANG KURANG DARI OM DAN KAKEK SELAMA INI? KALAU SAMPAI ORANGTUAMU LIHAT NILAIMU YANG HANYA DIBAWAH 80, TIDAK SEGAN-SEGAN MEREKA BERBUAT KASAR PADAMU!!” Om Arya menegur Vio dengan suara lantang.
Vio hanya diam dan meremehkan perkataan Omnya. Kakek yang mendengar kabar itu pun ikut terkejut. Selang beberapa hari dengan sikap Vio yang seperti itu. Kakek merasa lelah. Kakek sepanjang hari hanya beristirahat di kamar tidurnya. Vio yang selalu peka untuk merawat kakeknya, menjadi seperti orang buta yang seakan-akan tidak melihat kondisi kakeknya sendiri.
Waktu berjalan dengan cepat. Seminggu sudah dilewati Kakek dengan kondisi yang lemah. Namun akankah Vio peduli?.
Di hari Jumat Vio merasa akan ada hal aneh yang terjadi. Namun Vio hanya menganggap “halah mungkin karena cuacanya dingin.” tetapi, pikiran Vio tidak tenang selama di sekolah. Vio memikirkan hal yang aneh, yang ada di benaknya hanyalah masa lalu gelapnya.
Ketika Vio pulang dari sekolah, kondisi rumah benar-benar sepi. Vio heran, kemana Kakek?.
Tiba-tiba Vio ditelpon oleh Omnya “Vio, kamu sekarang naik angkot ke rumah sakit Ignatius sekarang!. Ga usah banyak tanya, initnya CEPAT KESINI!” Vio hanya menjawab iya dan bergegas kesana.
Sesampainya disana, Vio bingung mengapa Om menangis?.
“Vio, kita terlambat menolong kakek. Kakek sudah sembuh dengan tenang di rumah barunya.” Vio langsung terkejut “HAH? APA MAKSUD OM? OM JANGAN BOHONG YA!!”
Setelah obrolan mereka selesai, Vio segera menuju ruang rawat kakek.
Raut muka yang dibasahi oleh air kesedihan dan penyesalan. Vio hanya berkata dalam dirinya “bodoh sekali, BODOH!! APA YANG AKU LAKUKAN BODOH! AKU MENYESAL!”.
Namun, kehendak Tuhan manakah? yang dapat kita lawan.
Selang beberapa waktu dan setelah dimakamkan, lalu semua urusan sudah selesai. Hanya satu yang bagi Vio belum selesai. Dimana kasih sayang untuk Vio?. Vio sepanjang hari melamun membayangkan kesenangan bersama orangtuanya.
Selang beberapa hari setelah kepergian orang yang begitu sayang dengan Vio. Penyesalan Vio yang masih memenuhi pikirannya.
Waktu terus berjalan. Semenjak peristiwa itu, sudah tidak ada lagi yang membimbing kehidupan Vio. Omnya saja sudah sibuk dan tidak sempat mengurus Vio.
Vio semakin menjadi urakan. Tugas sekolah tidak selesai, kondisi ladang yang memburuk, rumah yang tidak beres, hingga bahkan penampilan Vio yang membuat orang malas melihatnya. Seperti tampang anak buangan.
Vio menjadi omongan orang-orang. Vio tidak peduli. Namun ya manusiawi saja kalau Vio seketika akan marah dengan orang yang membicarakan keburukannya. Tapi memang kelakuan Vio buruk kok, jadi mau gimana lagi?. Semua hal serba salah.
Seketika Vio merasalah lelah dengan pekiran dan perasaannya. Malam yang mulai sunyi, tidak ada suara nasihat dari kakek, bulan purnama yang bersinar di dalam kegelapan dan kesedihan Vio.
Waktu menunjukkan pukul 20.00 dan Vio sudah tertidur. Hal yang menjadi sejarah, Vio dapat tertidur sebelum pukul 10 malam.
“Le bangun le, ibuk udah siapin air hangat buat kamu mandi.. bangun le nanti habis sarapan dianter ya, ga usah naik angkot. Ongkos angkotnya buat kamu jajan atau tabung ya le..”
“Duhh iyaa” saut Vio dengan suara beratnya.
“Dah niihh!!, aku dah siap sekolahh.. yok berangkat. Vio sekolah dulu ya!!!” Vio dengan keriangannya.
“Nggih le, hati hati ya dijalan. Belajar yang baik ya le.”
“Ayo le, udah siap nih loh motornya. Dah pamit to? Yok nanti malah telat loh.”
“OKEEE YUK GAS BERANGKAT!!”
*DRUGGGGGG HHHH…
Tengah malam Vio terbangun karna suara petir dan hujan yang seakan-akan ikut bersedih dengan keadaan Vio.
“Hah ko masih gelap? Bukannya tadi aku ke sekolah ya? Loh kok sepi ya?” Vio masih terbawa dengan mimpinya.
Vio tidak mempedulikan mimpinya tadi. Ketika Vio lanjut untuk tidur.
“Le, kamu kenapa? Ada masalah po? Ngomong ya sama kita.. kamu kok berubah le? Kamu iri dengan temen-temenmu?
Gini ya le, memang dari dulu kita gak bisa hidup mewah. Tapi semua sayang sama kamu le. Maafin kita ya le, gak bisa datang dan lihat kamu bahagia dengan prestasimu kemarin. Tapi kita selalu lihat dari jauh kok le. Berubahlah jadi yang baik ya le, buang kenakalanmu. Syukuri apa yang kamu punya saat ini. Kejar prestasimu, nanti nek kamu dah gede terus bisa kerja kan bagus to. Bisa banggain keluargamu yang disini. Semangat ya le, kamu bisa kok kejar cita-citamu. Walau sekarang semua tidak bisa memelukmu, tapi kita tetep ada buat nuntun kamu kok le. Tinggal dulu ya le, kita bisa ketemu kok le, kita akan kumpul bersama lagi bahkan dengan hidup yang kekal.”
*KUKKURUYUKKK KUKKURUYUKKK!…
“HAH PAK BUK!?, PAK? BUK? loh kok Bapak sama Ibuk ga ada di rumah?… loh aku hanya mimpi?”
Vio terbangun karna suara ayam tetangganya yang huh seperti toa dipagi hari.
Jam sudah menunjuk angka 6. Vio bergegas mandi dan siap-siap bersekolah.
Saat di jalan, Vio merenung dengan ucapan mereka semalam. Walau cuman mimpi, Vio merasa bersalah karena telah mengecewakan mereka. Dengan jarak yang amat jauh, Vio hanya dapat menahan kesedihannya.
Seperti kegiatan sekolah biasanya. Ketika Vio pulang sekolah, dia diajak untuk nongkrong dengan gengnya. Tapi Vio hanya berkata “gak, gua males nongkrong!”. Dengan suara yang lantang tapi di hati mungilnya terdapat kedukaan.
“Hallo pak! Buk! ini Vio!! Hehe. Vio dateng nih ke rumah Bapak sama Ibuk. Tau ga Pak Buk, prestasi Vio naik lagi loh. Terus Vio dapet keringanan biaya buat SMA. Vio sih mau lanjut sampe kuliah, terus kerja, terus sukses deh.
Pak, Buk. Vio minta maaf ya karena ngecewain Bapak sama Ibuk, sampe sekarang Kakek ninggalin Vio terus ikut kumpul bareng Bapak sama Ibuk. Vio janji kok, Vio akan menjadi anak yang berbakti sama orangtua Vio. Gapapa kok, memang takdir Vio kalau Bapak sama Ibuk ga bisa meluk Vio langsung. Tapi Vio tetap akan sayang Bapak dan Ibuk.”
Vio dengan kerinduannya hingga dia berkunjung kerumah Bapak dan Ibuknya.
Saat ingin pulang ke rumah Vio merenung dengan peristiwa kecelakaan yang dialami oleh orangtuanya. Hingga Tuhan menyelamatkan mereka melalui jalan yang benar-benar selamanya akan sembuh, bahkan tidak akan merasakan kejahatan dunia lagi.
Aku hanya bergumal “huh andai saja tidak ada kejadian itu”. Namun? Kalau saja kita superhero, mungkin ini sudah tahun dimana aku masih bahagia dengan orangtuaku dan aku akan menyuruh mereka untuk tidak pergi diwaktu kecelakaan itu.
“Huh.. capek ya…” Vio dengan kondisi lelahnya dan baru pulang sekolah, dia tetap ke ladang dan bekerja.
10 tahun kemudian…..
“HALLO PAK BUK!! LIAT NIH PAK, BUK, KEK. Aku sudah lulus S2 horee!! Aku juga udah punya bisnis loh pak, hebat to. Terus aku punya pemasukan yang luar biasa banget. Bangga to kalian, Vio aja bangga banget loh.. hahahh aduhh huh setelah semua semua yang Vio hadapi, akhirnya mimpi Vio bisa Vio rasain yah pak, buk, kek. Yang tenang disana ya, Vio akan terus menjalani hari Vio dengan apa yang pernah Bapak dan Ibuk ajarin lewat Kakek pada saat itu.”
Terkadang kita selalu membantah, marah, dan selalu memikirkan egonya sendiri. Tanpa kita sadari terkadang kita sudah melukai perasaan orangtua kita hanya dengan perkataan maupun tingkah laku. Apabila tingkah laku kita buruk, itu akan membuat mereka kecewa. Lalu mereka akan berfikir “apakah aku salah dalam mendidik anakku?”. Bersyukurnya kita masih dapat merasakan kasih sayang mereka, kerelaan mereka demi kebahagiaan anaknya. Banggakan mereka yang sudah mendidikmu menjadi orang yang sukses. Buatlah mereka berhasil dan bahagia dalam mendidik karakter dan masa depanmu. Sayangilah mereka, hargai mereka, buatlah tangisan mereka adalah tangisan yang bahagia melihat keberhasilanmu, bukan keburukanmu.
Cerpen Karangan: Maria Yolanda Dewi Widyasari, SMP Tarakanita 1
Cerpen Kasih Sayang merupakan cerita pendek karangan Maria Yolanda Dewi Widyasari, SMP Tarakanita 1 Jakarta, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"
Share ke Facebook Twitter WhatsApp" Baca Juga Cerpen Lainnya! "
Sebuah Kata Sederhana
Oleh: Deva DianaLangit masih sama seperti kemarin, tanpa awan dan tanpa matahari, memperlihatkan ketidaksempurnaan di dunia ini. Mungkin itulah yang aku alami, ketidaksempurnaanku yang telah ditelan oleh bumi. Sudah hampir satu
Pelajaran Untuk Kakak
Oleh: Cahya Prana W. UKetukan air rintikan hujan yang jatuh dari atap rumah berbunyi layaknya alunan musik yang indah di pagi itu membuat Dika susah untuk bangun dari tidurnya. Lembutnya hawa dingin pun
Akan Kuhapus Air Matamu, Ibu
Oleh: TintanyaretaAwan putih menggumpal bergerak sedikit demi sedikit di bawah selembar langit luas berwarna biru cerah. Aku terduduk di atas kasurku dengan kepala menoleh keluar menatap ke langit indah ciptaan
Maudy Lidya dan Masa Lalu
Oleh: Adinda Raesinta KadirDia masih terpaku pada bentangan langit biru, sesekali ia meneteskan air mata.. Peristiwa 10 tahun silam itu masih menggelayut di dalam pikirannya. Begitu kejamnya takdir yang tertulis untuknya, seakan
Dulu
Oleh: Wahyu Danarga“Hey kak, bagaimana kabarmu? Belakangan ini jarang sekali mengirim pesan. Kenapa? Oh aku tau, kakak lagi ingin sendirian kan? Okey, tapi buat saat ini aku ingin bicara denganmu. Aku
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"
Leave a Reply