Nona Manis

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta, Cerpen Kehidupan
Lolos moderasi pada: 23 February 2016

UAS telah selesai. Itu artinya aku bisa pulang kampung. Ritual yang juga biasa dilakukan oleh Mahasiswa lainnya terutama mereka yang merantau. Aku menyebutnya pulang kampung meski Kalideres adalah kota. Menikmati libur yang panjang, bersenang-senang dengan tenang. Ah, soal nilai urusan belakangan. Aku tidak peduli. Aku bergegas. Semua keperluan untuk di rumah nanti sudah aku persiapkan sehari sebelumnya. Pamit kepada Ibu kos dan memberi wejangan untuknya agar menjaga barang yang ku tinggali. Lalu berjalan sebentar menuju jalan utama. Kemudian menaiki angkot menuju Damkar, lantas menunggu bus Arimbi jurusan Merak-Kalideres di tempat tersebut. Aku terdiam melamun. Duduk di warung sekitar Damkar dengan sebatang rok*k yang tinggal setengah, menunggu bus yang tak kunjung tiba. Lalu 15 menit kemudian bus datang membuyarkan lamunanku.

“Kali, kali, kali, kali, kali!” teriak kernet itu. Suaranya keras tanpa ragu.
“Kalideres, Pak?” tanyaku.
“Iya, Dek. Cepat naik.” Aku berlari kecil menuju bus yang berada di depanku. Sembari menghisap rok*k yang sedikit lagi habis, lalu ku buang. Asapnya aku keluarkan tepat di pintu masuk bus tersebut, mengenai wajah kernet karena tertiup angin. “Sial, lo!” kernet itu mendengus kesal. Tidak terima wajahnya terkena asap rok*k.
“Oh, maaf, Pak,” aku memelas. Setelah itu aku menaiki bus, lalu turun kembali karena lupa membayar rok*k yang tadi aku hisap, “Pak, tungguin, ya. Saya mau bayar rok*k dulu.”
“Ya udah, cepat!”

Kernet itu sabar sekali. Keadaan di dalam bus terlihat lengang, hanya beberapa penumpang yang ada di dalam bus. Aku sudah duduk di kursi urutan kelima. Duduk di kursi yang bisa digunakan untuk tiga orang, dengan posisi duduk di pojok dekat kaca. Agar bisa bersandar kalau tertidur, sekaligus melihat pemandangan jika mata menolak terlelap. Dan aku duduk sendiri, lalu ku lepas tas yang ada di pundak kemudian menaruhnya tepat di bawah kaki.

Aku menggigil kedinginan. Tanpa pikir panjang ku tutup AC yang berada di atas kepalaku, kemudian bersandar. Saat itu yang ada di pikiranku hanyalah lagu Iwan Fals yang berjudul Aku Bukan Pilihan. Berulang-ulang lagu tersebut ku nyanyikan dalam hati. Hingga bosan. Kemudian pikiranku hinggap ke masa lalu. Pernah saat SMA aku mencintai seorang wanita. Sebuah perjuangan untuk mendekatinya. Kemudian kita dekat. Tidak ada janji saat itu, berjalan begitu saja mengalir seperti air. Ia tidak terima karena yang ia butuhkan adalah kepastian. Kemudian ia bosan lantas kita berpisah. Setelah itu ia mendapat pengganti yang baru dan berpacaran. Aku mencoba tetap tegar meski hati ini teramat perih. Setelah pengalaman tersebut aku anti akan sesuatu hal dengan yang namanya cinta. Tanpa ku sangka ternyata aku memiliki penggemar rahasia, yaitu seorang wanita lainnya yang tidak pernah aku pikirkan.

Dia menyusup ke kehidupanku dengan pertanyaan, “Kamu apa kabar?” setiap pagi dan menjelang malam melalui BBM. Kalau aku balas, ia akan mengajukan pertanyaan lain, “Sudah makan?” Aku tidak peduli dan lebih suka mengabaikannya. Hingga akhirnya dia nekat dan memberanikan dirinya untuk menembakku. Gila, pikirku. Agresif sekali wanita itu, aku tidak menyukainya dan aku tolak. Mungkin aku memang jahat, teramat jahat. Tapi bagiku cinta tidak bisa dipaksakan. Bus telah sampai terminal Pakupatan, Serang dan berhenti sebentar untuk menunggu penumpang yang lain. Semua yang ada di pikiranku tadi telah hilang karena dikacaukan oleh penjual air mineral.

“A’ airnya a’. Akua, mijon, apa akua?” katanya sembari menyodorkan minuman tersebut.
Aku mengambil botol minuman yang ada di tas lalu menunjukkannya dan berkata, “Nggak, Pak. Terima kasih. Ini masih ada minumnya,” Penjual itu berlalu. Satu per satu kursi di bus mulai terisi. Dari pintu masuk terlihat dua orang wanita, yang satu ibu berbadan gempal dengan wajahnya yang menua dan satu lagi bisa aku tebak kalau dia adalah anak dari ibu yang berbadan gempal tersebut. Cantik aduhai, kamu berjilbab, senyummu pun manis, kataku dalam hati. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Mereka berdua menghampiriku, kemudian menaruh barang bawaannya di atas bagasi dan meminta izin kepadaku, “Ibu, duduk di sini ya, Dek.”
Aku mengiyakan dengan kepala mengangguk-angguk dan berkata, “Silakan, Bu.”

Sang ibu kemudian duduk di tengah. Badannya yang besar membuat duduknya meski sudah di tengah akan terlihat menjorok ke pojok, sehingga membuat tubuhku terdesak hampir-hampir tidak bisa bernapas. Lalu anaknya mengingatkan sang ibu, “Mama, duduknya geseran ke sini.”
“Iya, anakku tersayang.” Aduhai, merdu sekali suaramu, nona manis, kataku dalam hati. Kemudian tampak sepi, tidak ada interaksi di antara keduanya. Begitupun aku. Hanya terdengar suara bayi dari belakang yang merengek membuat kedua orangtuanya kelimpungan. Bus memasuki tol Serang Timur. Aku hampir terlelap. Suara ibu yang di sebelahku membuatku sadar kembali. Ia sok akrab.

“Adek, turun di mana?”
“Oh iya ini, turun di Kalideres,” kataku kaget.
“Kuliah ya?”
“Iya, kuliah.”
“Kuliah di mana?”
“Di Untirta, Bu.”
“Oh. Sama dong kayak anak saya. Jurusan apa?” dengan mimik wajah kaget.
“Teknik Industri.”
“Oh.”

Diam sejenak. Aku bertanya, “Kalau anak Ibu?”
“Apa ya lupa saya. Pokoknya Fakultas Ekonomi.” Ibu itu tampak mengingat lalu melanjutkan, “Oh iya, jurusan Manajemen.”
“Bukan Manajemen Mama. Tapi Ekonomi Islam,” Anaknya membenarkan, wajahnya yang kesal membuatnya makin cantik.
“Iya. Mama ingatnya cuma Manajemen. Kan Mama maunya kamu itu masuk Manajemen. Bukan Ekonomi Islam, sayang.”
“Tapi kan aku maunya Ekonomi Islam, Mama,” kata anaknya.

Aku tidak diajak bicara, dan hanya tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepala mendengar perdebatan mereka.
“Ini Dek, bandel anak saya nggak mau nurut Mamanya.” Kata ibu itu.
“Mama udah atuh nggak usah ngajak ngobrol terus, kasihan orangnya kan tadi udah mau tidur,” kata anaknya.
“Iya, sayangku.” Ibu itu membalas.

ADVERTISEMENT

Apa katanya? ‘Kasihan orangnya kan tadi udah mau tidur.’ Kamu perhatian sekali nona manis. Aku hingga dibuatmu salah tingkah, kataku lagi di dalam hati. Setelah itu hening kembali. Aku bersandar ke kaca, tanpa sengaja dari kaca tersebut melihat wajah nona manis yang kepalanya sedang bersandar di kursi yang ada di depannya, dan sesekali ia tidur di pundak Mamanya yang berlemak, lalu ia bersandar lagi. Begitu terus hingga ia tertidur. Tertidur di tempat yang paling nyaman, yaitu pundak Mamanya. Tentu aku memperhatikannya dengan baik. Hingga aku tertidur.

Badanku digerak-gerakkan oleh ibu itu, aku terbangun dengan mata yang menyipit.
Dia berkata, “Ibu turun di Tangerang, sedikit lagi mau turun.”
“Oh iya Ibu, hati-hati ya.” kataku yang setengah sadar.
Anaknya sibuk menurunkan barang bawaannya dari bagasi.
“Yang Tangerang siap-siap,” kata kernet.
Bus berhenti. Ibu itu bergegas turun lalu diikuti anaknya, sang anak diam sejenak lalu menoleh kepadaku dan berkata, “Kamu, hati-hati, ya.”
Aku membalasnya dengan senyum, “Iya, kamu juga. Makasih.”

Mereka berdua sudah turun, aku mencoba untuk melihat ke luar tapi tidak bisa. Aku senang. Nona manis perhatian sekali kepadaku. Aku tidak berhenti memikirkan tentang sesuatu yang indah. Tidak lama kemudian bus hampir sampai terminal Kalideres. Lalu bus itu memasuki terminal, kemudian berhenti. Ku pakai kembali tasku, dan mengalah dengan penumpang yang lain. Memilih untuk turun belakangan. Aku sudah berada di luar, setelah itu aku berjalan sebentar untuk ke luar dari terminal. Lalu aku teringat sesuatu. Astaga, aku lupa bertanya siapa namanya?

Cerpen Karangan: Vitra Fhill Ardy
Facebook: Vitra Fhill Ardy
Ia adalah pemuda kiri sejak turun dari angkot.

Cerpen Nona Manis merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Aku Membencinya

Oleh:
Di suatu sekolah terdapat siswi SMA kelas 1 yang pintar, Tiza namanya. Sifat Tiza sangat berbeda dengan Zein. Zein adalah siswa yang malas, bodoh dan selalu mencontek PR Tiza.

Cinta Tanpa Syarat

Oleh:
“Astaga, Mir. Setiap hari aku pusing bener sama itu orang.” bentakku dari dalam kelas. Masalah yang ruwet sekali, setiap hari menggangguku. “Siapa yang kamu maksud itu? Jason?” Aku mengganggukkan

Kembali Tapi Tak Sama

Oleh:
Aku masih teringat akan temanku yang dulu pernah mengisi waktuku ya itu adalah si kecil Aji Larasati adalah siswa di salah satu sekolah, dia siswa yang aktif, fia mempunyai

Aku dan Pak Kos

Oleh:
Mungkin bukan sekali ini Pak Kos memarahi anaknya, Dimas. Sepengetahuanku beberapa hari ini Dimas dan adiknya, Bayu selalu berwajah murung. “kamudah ini kan sudah besar, sudah SMA, masak di

Berbagi Rasa (Part 2)

Oleh:
2 Tahun Kemudian. 2 tahun telah berlalu kini aku sudah menjadi seorang mahasiswi, tak ku sangka waktu begitu cepat berlalu dan tak ku duga juga akhirnya aku bertemu dengan

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *