Si Bocah Daman Setiawan

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Kehidupan, Cerpen Pendidikan
Lolos moderasi pada: 28 January 2013

Bermula dijalanan menuju sungai aku berpapasan dengannya. Aku menyapanya dengan senyum terhiasi di wajah. Dia hanya diam. Berlalu pergi meninggalkanku. Tak berkata apa-apa, tersenyum pun tiada.

Di hari lain, saat berlangsungnya “Istana Anak”, Salah satu program SHARE mahasiswa SGI 4 yang pesertanya adalah anak-anak, kembali aku berjumpa dengannya. Aku tersenyum. Menyapanya sambil mengulurkan tangan hendak menyalaminya. Dia kaget. Ekspresinya ketakutan setengah hidup. Dijabatnya tanganku ragu. Senyumku belum sirna. Kutatap matanya. Kami beradu pandang. Perlahan dibalasnya senyumku.

Kutanya namanya. Dilepaskannya genggaman tanganku. Kembali jemarinya asyik memainkan ponsel miliknya. Dia menyebutkan namanya dengan kepala menunduk. Kemudian dia berlari bergabung bersama temannya sebelum sempat aku menanyakan berbagai hal tentang dirinya.

AKU BERGEGAS MENUJU madrasah untuk menjalankan program Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA). Lokasinya lumayan jauh, diujung kampung. Kujajaki jalan menanjak yang dipenuhi tumpukan batu cadas. Siswa-siswa telah menanti kehadiranku. Di hari pertama ini jadwalnya ta’arufan antara mahasiswa SGI 4 dengan anak didik. Dia tak hadir. Seraut kecewa tersirat dimukaku.

Hari ketiga di TPA.

“Kok nggak hadir kemarin?” tanyaku. “Malas” Dia menjawab sekenanya dan segera pergi tanpa menoleh padaku.

Hari kelima di TPA.

Aku menyusulnya yang dahuluan keluar sebelum kelas dibubarkan. Untuk saat ini, aku tak mau memaksakan diri untuk mendapatkan alasan kenapa dia cepat pulang. Kupikir belum waktunya. Bermaksud ingin kenal jauh dengannya, kuajak dia bermalam di rumahku. Dia berpikir panjang yang akhirnya mengangguk menerima tawaranku.

MALAMNYA DIA MENGAJAK Yayan, temannya nginap di rumahku. Bersama Kiki, adik angkatku kami saling bercanda hingga larut malam. Sebelum tidur dia memintaku untuk bercerita. Aku kisahkanlah tentang Yahya Ibnu Yahya, seorang pemuda yang digelari ‘aqilu Andalus (Lelaki berakal dari Andalusia) karena semangatnya yang menggebu dalam menuntut ilmu pada gurunya, Imam Malik di kota Madinah. Dia dan Yayan menyimak dengan seksama. Matanya berkaca-kaca.

Kucoba bertanya tentang dirinya. Lisannya berkata bahwa dia merupakan siswa kelas enam SDN 3 Cidikit Kampung Tambleg, hanya itu, tak lebih. Kutanya tentang sekolah dan orang tuanya. Dia diam seribu bahasa dan meminta untuk istirahat segera. Sebelum tidur aku meminta diri untuk datang kerumahnya esok hari. Kubujuk dan kurayu. Di kabulkannya permintaanku.

ADVERTISEMENT

Esoknya aku bersilatuhrahim kerumahnya. Dipersilakannya aku memasuki istananya. Diperkenalkannya aku dengan ibunya. Aku berbasa-basi. Bertanya panjang lebar tentang Daman Setiawan, anaknya. Perempuan tersebut berkisah. Daman Setiawan adalah anak bungsunya dari tiga bersaudara.

“Dia suka membaca dan bermain bola.”

Kata ibunya sambil memperlihatkan beberapa buku bacaan miliknya Daman, melihat kode yang tertera pada bukunya, sepertinya Daman meminjamnya di perpustakaan sekolah.

“Suatu ketika, Daman berkata bahwa kelak kalau sudah dewasa dia ingin menjadi guru.” Ibu itu melanjutkan.

“Betulkah?” tanyaku berbinar.

“Saya rasa jauh panggang dari api, saya tak mampu mewujudkan impiannya.” Ibunya berkata pasrah. Aku tercenung.

Itukah sebabnya Daman diam membisu sewaktu kutanya tentang sekolah dan ibunya?. Seringkali dahuluan pulang dan tak masuk TPA dengan alasan malas, padahal membantu orang tuanya?

AKU TERSENTAK DARI TIDURKU. Di pojok kamar semua barang perlengkapanku telah ter-packing rapi. Pagi ini aku akan kembali ke habitatku di Jampang. Dalam kerumunan orang banyak yang hendak mengantar kami ke Nagajaya kucari-cari sosok bocah yang telah membuat aku jatuh hati. Tak kutemukan batang hidungnya. Barangkali dia ikut orang tuanya bekerja di sawah atau ladangnya. Entahlah… Hatiku tetap berdo’a semoga impianmu terwujud Daman.

Cerpen Karangan: Danil Gusrianto
Blog: danialkampai.blogspot.com
Facebook: facebook.com/danil.gusrianto
Si Melankolis alumnus Biologi Unand yang suka fotografi dan tergila-gila pada dunia sastra yang saat ini tengah menambah ilmu di Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa (SGI-DD) angkatan ke-4.

Cerpen Si Bocah Daman Setiawan merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Lampu Merah

Oleh:
Awalnya aku pengen berpuisi untuk hal ini, namun sepertinya kurang pas. Harus diungkapkan dengan kesederhanaan, apa adanya. Terlalu panjang dan memutar mutar seperti angka 8, jika ditulis dengan puisi.

Mak Uti

Oleh:
Dua hari terakhir ini ibuku tak henti menelpon menyuruhku pulang. Aku heran, tak biasanya ibu bertingkah seperti ini. Mengapa tak suruh aku pulang jauh-jauh hari sehingga aku bisa mempersiapkan

Doa Terakhir Sang Penari

Oleh:
Lagi-lagi, oksigenku dirampas bebas alkohol, tontonanku tetap berkutat pada lampu yang berkedip-kedip manja, tapi beringas, benar-benar meluluh lantahkan logika manusia-manusia tak beretika ini. Pendengaranku masih dibungkam gaduh dan riuh

Desiran Ombak di Senja Hari

Oleh:
Menggulung-gulungnya ombak melukiskan pasang surutnya kehidupan. Menepis menjauhi pantai ketika dia datang perlahan menuju imajinasi. Butiran pasir setiap saat dapat berubah menghantui pejalan kaki. Karamnya sampan tersebut ia perhatikan,

Cermin

Oleh:
Aku berdiri di depan sebuah cermin. Cermin sebesar setengah badan yang tergantung di dinding putih. Ku lihat orang lain berdiri di seberang sana. Menatapku dengan sorot mata penuh seribu

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *