Skill Merendahkan Orang Lain (Part 2)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Kehidupan
Lolos moderasi pada: 20 July 2021

Suasana Kastil tempat kediaman Zic hari itu sangat tenang, ditambah dengan sinar matahari sore yang lembut menyentuh wajah Chinoz yang tengah asik dan larut dalam perbincangan kuda.

“Nah thoroughbred sudah, bagaimana dengan kuda tertua tuan?” Tanya Chinoz dengan semangat penuh.
“Tuan tuan, biasa aja engga usah pakai tuan tuan, kita juga seumuran kok.” Balas Zic dengan akrab.
“Oke oke, haha engga enak aja, kan kalau terdengar para pekerjamu.”
“Ah biasa aja, Zuruf juga awalnya gitu, tapi saya suruh panggil nama aja, terlalu formal, bagi kalian kalian lebih nyaman langsung panggil nama aja.”
“Oh ya kuda tertua sudah tau belum?” Tanya Zic.
“Iya belum.”

“Nah itu kuda arab namanya. Kuda ini memiliki garis silsilah 3.000 tahun sebelum Masehi. Tinggi kuda ini 145-155 cm. Lebih rendah dari thoroughbred, biasanya kuda arab ini disilangkan dengan kuda thoroughbred. Kuda arab ini memiliki suhu tubuh panas, jadi sangat cocok untuk dilombakan. Dan kuda arab ini sudah berabad-abad tinggal dengan manusia, jadi mereka termasuk kuda yang mudah beradaptasi dengan penunggangnya.” Jelas Zic panjang lebar.
“Hebat ya kuda arab, boleh aku coba mengendarainya?”
“Hehe, mentang-mentang thoroughbred sudah dikuasai, langsung mau coba kuasai kuda arab. Ya dicoba aja silahkan!”
“Tapi belum berani sob, coba kamu jinakin dulu biar dekat denganku.” Pinta Chinoz.
“Gaya-gaya an si, sini, kuda arab ini kuda berdarah panas, kamu harus lebih hati-hati dengannya.”

Kuda itu pun didekatkan seperti semula ketika Chinoz awal mual menaiki thoroughbred.

“Waw kuda ini lebih bertenaga kelihatannya, semoga cepat jinak bersamaku.”
“Iya itu kuda mahal, engga sembarang orang bisa punya kuda itu.”

Chinoz mengelilingi lapangan kuda pacu perlahan-lahan dan akhirnya kuda arab pun terkonfirmasi olehnya. Zic terheran-heran dibuatnya, dengan cepat dan mudah dikuasainya.
Dalam benak Zic, “orang rendahan temannya Zuruf ternyata memiliki skill terpendam. Hah! Tapi tetap saja, dia tidak bisa memiliki apa yang aku miliki.”

“Ooiii… Nanti kalau sudah kita lihat-lihat peternakan kambing ya!” Teriak Zic memberi arahan.
“Iyaaa! Satu putaran lagi aku sudahi sob.” Balas Chinoz dengan suara tinggi.

Sedang di ujung menara kastil ada Zona adik perempuan Zic yang sedang memperhatikan Chinoz mengendarai kuda arab berkeliling lintasan. Lagi-lagi Zona terpana dengan Chinoz, dan ia berniat akan membicarakannya pada kedua orangtuanya.

Chinoz telah menguasai kuda thoroughbred dan kuda arab dalam waktu singkat. Kemudian Zic membawanya ke peternakan kambing yang tidak kalah jumlah dari kuda-kuda yang ada.

“Ini kambing alpen yang berasal dari pegunungan alpen, kambing ini mahal dan fisiknya kuat. Kambing ini pun termasuk jenis penghasil susu terbaik.” Jelas Zic.
“Kira-kira bisa engga ya aku melihara ini di Indonesia?”
“Oh engga bisa sepertinya, mereka itu kambing berkelas tinggi, berbeda, sangat jauh perbedaannya dengan kambing-kambing murahan dari indonesia. Lihat saja tampilannya yang elegan. Mungkin kalau ada orang Indonesia yang punya, diperkirakan dia salah satu orang terkaya di negerinya.” Dengan gimik merendahkan Zic menjelaskan.
“…. Orang kaya ya… Enak Zic jadi orang kaya?”
“Oooh enak! Banyak yang hormat dan segan. Mau apa-apa tinggal nyuruh orang, coba orang misquen, mau ini itu susah, harus nabung dulu lah, pengeluaran diirit-irit lah, makanya nanti kamu setelah dari sini harus punya usaha sendiri, jangan jadi babu terus. Buktikan hasil studimu! Jangan modal kertas doang tapi masih kerja di orang! Berubah ya!”
“Ehehe… Iya Zic in syaa Alloh.” Jawab Chinoz dengan lirih karena merasa tak enak.

ADVERTISEMENT

Kini perasaannya sama seperti yang Zuruf rasakan, Zuruf pernah bercerita tentang keadaan di sini.

“Nah ini kambing kiko, berasal dari Selandia baru. Ini adalah kambing terpintar di antara seluruh kambing, karena beberapa kali peternak mengurungnya, ia selalu menemukan cara untuk keluar kandang. Wah kalau kamu di Indonesia melihara ini, bisa stress kamu, gila mungkin bisa. Hanya orang yang berpengalaman saja yang bisa. Kalau di negerimu kan orang-orangnya pada jagonya berkhianat kan! Khianati teman sendiri, keluarga, hanya demi beberapa keping uang. Aku sedikit-sedikit tahu tentang Indonesia.”
“Wah tidak juga Zic, yang berkhianat ya berkhianat. Tapi yang jujur tetap ada kok. Hanya saja jumlahnya sedikit.”

Mereka berdua terdiam, Zic yang sedari tadi meruncingkan kata-kata pun mulai diam. Sedang Chinoz masih geram dengan tingkah laku Zic yang serba nge-sok karena punya ini dan itu.

Di dalam Kastil Zona sibuk berkutat dengan Ayah dan Ibunya, ia menginginkan Chinoz. Sedang Ayah dan Ibunya tidak mengizinkan keinginannya, karena sudah terlalu malu dengan tingkah anaknya yang mengajukan gugatan cerai ke Zuruf, karena Zuruf terlalu sederhana hidupnya. Tapi Zona tak patah arang, ia tetap bersikeras ingin mendapatkan Chinoz.

“Kenapa Ibu dan Ayah tidak mengizinkanku? Aku harus bagaimana lagi, Hu… Hu…” Rengek Zona dengan sedikit tangisan.
“Tidak nak, cukup, kamu belum siap untuk ke jenjang itu, yang ada di otakmu, bila ada masalah lari, cari yang baru. Mental seperti itu belum bisa untuk menikah nak, benahi dulu dirimu lebih baik lagi. Jangan buat malu Ibu, dan juga Ayahmu.”
“Bu…” Ayah memegang pundak Ibu mengisyaratkan cukup.
Zona merajuk, ia pergi meninggalkan Ibu dan Ayahnya, dibukaknya pintu kamar, lalu di tutup dengan bantingan yang amat keras, “DUUARR!!”
“Ya Alloh Zona, kenapa kamu ini, bikin resah Ibumu saja.” Ibu mengelus dada, miris melihat tingkah anak perempuannya.

Suara bantingan itu amat keras, sehingga memancing para penjaga datang, “ada apa Bu, Pak?” Tanya salah satu penjaga yang menghampiri ruangan Ibu dan Ayahnya Zona berada.
“Tidak ada apa-apa, nanti kalau ada perlu akan segera saya panggil kembali. Terima kasih banyak ya.” Ayahnya Zona mencoba meredam keadaan.

“Noz kamu emang kuliah dimana dulunya?” Tanya Zic.
“Di sekolah tinggi *** ”
“Kenapa engga yang universitas aja?”
“Udah ketua-an kasian guru dan teman-teman, nanti matanya sakit lagi, terus-terusan melihat orang tua yang sekolah lagi.” Zic tersenyum sinis mendengar jawaban Chinoz, ia merasa kesulitan untuk merendahkan Zic, karena dia telah merendahkan dirinya rendah sekali.
“Oh baik, kita sudah melihat peternakan kuda, kambing, berkeliling menunggangi kuda. Bagaimana ada yang dirasa masih kurang?”

“Eeer… Aku boleh tanya satu hal?” Tanya Chinoz yang sudah menginap dua hari lamanya di kediaman Zic.
“Ya silahkan sobat!” Jawab Zic bersemangat.
“Bisakah ajari aku tips dasar agar bisa sepertimu?”
“Ooh… Itu gini ya Noz. Pertama, tentukan tujuan hidup, bukan hanya tujuan semata. Tapi harus dengan target, kapan selesainya. Itu akan membantu dirimu lebih fokus dan tidak terombang-ambing. Nih kamu kalau hidup, hanya hidup saja tanpa tujuan, dirimu bagai kotoran yang mengalir di air sungai! Menyedihkan bukan?! Dua, evaluasi, percuma bila tujuan telah dicurahkan hingga tubuh terasa sangat lelah. Tapi semua itu tanpa evaluasi. Evaluasi bukan hanya penting, tapi ia menjadi pelindung dari tujuan-tujuan yang akan kamu raih. Mungkin dua itu dulu, semoga bisa memberikan pencerahan di kehidupanmu kelak.”

“Oh gitu ya Zic, padat ringkas dan nusuk banget ya. Tapi Zic kan seseorang tidak akan mungkin bisa meniru rizki orang lain?”
“Iya betul, tapi kalau mereka mau usaha, masa enggak bisa!? Kamu jangan membatasi dirimu, jangan gampang nyerah pada keadaan, terlebih masa pandemi hari ini. Bila yang kamu bisa lakukan hanya menulis ide gagasan, ya tulis jangan kebanyakan bengong, ngayal, banyakin baca buku, nganggur dikit, segera ambil buku, jangan malas membaca!”
“Waw nampaknya dirimu sudah melebihi kapasitas seorang dosen!”
“Noz noz aku bukan lagi dosen levelnya, tapi gurunya profesor.”
“Guru Profesor ya, hebatnya! Asal bukan ‘profokator aja ya’ hehe.”
“Noz noz, biasa lah kalau orang hina sepertimu yang hanya lulusan sekolah tinggi ***, maka kata-katamu pun tak jauh dari selera sekolah tinggimu, belajar lebih giat lagi ya! Jangan malas!”

Chinoz terdiam, ia tak bisa lagi membalas. Sedangkan esok adalah hari terakhirnya berada di kediaman Zic.

“Sudah tak usah sedih hati, terima saja alur kehidupanmu, jangan dendam denganku ya. Semua punya porosnya masing-masing, mungkin suatu saat aku butuh dengan bantuanmu, mungkin juga selamanya kamu yang selalu hidup tidak jelas terombang-ambing oleh arus digital yang memanjakan!”

Chinoz hanya beristighfar dalam hati sambil bergumam, “inikah yang Zuruf pernah cerita, sikapnya begitu mencekam, tapi aku harus bisa melewati ini, berbekal beberapa nasehat dari Zuruf.”

“Wah… Wah… Hebat! Hebat! Aku bangga kenal dengan orang hebat seperti dirimu, sungguh sangat berarti bisa bertemu di dunia, terlebih di akhirat nanti.”
“Haha! Bisa aja kamu Noz, ya begitu ya, dua itu dulu mungkin cukup. Nanti kamu pusing lagi kalau aku tambah point berikutnya.”
“Oh iya cukup sekali! Kalau ditambah lagi, bisa gila aku! Aku sudah terlalu merepotkanmu, masa mau nyusahin lagi dengan membawaku ke RSJ!”
“Huahahaha! Ayo kita minum-minum teh rosela dulu di dalam.” ajak Zic.
Mereka minum teh rosela serta dengan beberapa biskuit mesir yang menemani.

“Wah! Pagi ini cerah sekali, kini saatnya aku berpamitan Zic, begitu banyak pembelajaran yang kudapat semenjak awal sampai hingga perpulangan. ‘semoga Alloh membalas segala kebaikan, orang tua, para penjaga, pelayan’. Salam untuk kedua orangtuamu yang sedang ke pasar ya. Sekali lagi terima kasih, terima kasih atas semua kebaikanmu.”
Pamit Zuruf dengan beberapa kata yang sebenarnya mengganjal.
“Hiya hiya… ‘hayakumlloh’, ‘semoga dipanjangkan umurmu’ jangan lupa ya salam untuk Zuruf dan kedua orangtuamu.

Chinoz pulang ke Indonesia melalui Bandara Kairo dengan tujuan Bandara Soekarno Hatta. Di dalam pesawat ia masih terus memikirkan kata-kata yang telah dilontarkan Zic. Tapi ia tetap puas telah mengetahui yang sebenarnya dari cerita yang disampaikan Zuruf, ternyata Zuruf tidak membual.

Cerpen Karangan: halub
Blog: huzuryakindir.blogspot.com
halub dari Pamulang.
“Pencipta Terima kasih atas segalanya.”
Ig: halubz
– Pernah mengikuti kelas menulis cerpen online yang diadakan oleh WR Academy, angkatan 58.
– Puisinya telah dimuat dalam buku antologi “Saturasa” (Puspamala Pustaka).
– Puisinya telah dimuat dalam buku antologi “Malam, Rindu, dan Segelas Kopi”. (Ellunar Publisher).
– Cermin-nya telah dimuat dalam buku antologi “Derai” (Puspamala Pustaka).
– Puisinya telah dimuat dalam buku antologi “Sebatas Angan” (Puspamala Pustaka).

Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 20 Juli 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com

Cerpen Skill Merendahkan Orang Lain (Part 2) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Pilau Mamat si Penderma

Oleh:
Tandang sang rembulan yang permai bersama sejuta bintang eloknya. Kini, sisa gulita yang mengikis sebagian asa untuk bangkit, namun beda dengan satu insan ini. Digapainya pilau usang dengan wajah

Lorong Gelap

Oleh:
Seorang lelaki berjalan menyusuri deretan pertokoan di tepi jalan. Tampaknya ia berusia sekitar 25 tahun bila diperhatikan dari kulit wajahnya yang mulai kasar, dan jejak kumis yang dicukur seadanya.

Warung Kopi (Pesan Untuk Kawan)

Oleh:
Malam itu malaikat Mikail memainkan perannya, yaitu menurunkan hujun dari langit (Jogja). Ribuan rintik air turun menyela obrolan dan hangat kopi di warung kopi gbol, dingin seperti tak lagi

Ditooo… Apa Lagi (Part 3)

Oleh:
Sore itu Dito sedang bersantai di sebuah cafe sambil menyeruput kopi panasnya. Ia tidak sendirian tetapi ditemani oleh sahabatnya Tody, cowok ngocol lulusan PTS yang sama, bedanya si Tody

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *