Akhir Sebuah Kebencian

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Pengorbanan, Cerpen Penyesalan
Lolos moderasi pada: 19 April 2017

Tangisku terus membasahi pipiku, lembaran tissue telah berserakan di lantai kamarku.
“Aku membencimu! Sangat membencimu? Kau telah membunuh Ibuku? Kau pembunuh Ibuku!” hatiku terus berkata itu, tak henti-henti setelah ibu meninggalkan aku untuk selamanya.

Sudah hampir satu minggu aku mengurung diri di kamar, setelah kematian Ibu. Tak jarang ketukan pintu terdengar dari depan pintu kamarku
“Niza!” seseorang memanggilku dari depan pintu kamarku
“sayang! Sampai kapan kamu mengurung diri di kamar?”
Aku terdiam, sambil terus menangis
“kamu jangan menyiksa diri terus menerus” suara itu terus merayuku
“Ibumu pasti akan sedih melihat kamu begini?”
Aku tidak mempedulikan suara itu, aku terus menangis dan menangis.

“ibu!” panggilku, sambil memeluk tubuh Ibu yang sudah lama tak kusentuh.
“Niza Sayang!” panggil Ibu dengan suara lembutnya yang sangat menyentuh hatiku
“jangan sia-siakan hidupmu yang masih panjang ini, Kamu harus belajar hidup tanpa Ibu di sampingmu?” kata Ibu sambil memegang daguku
“Anak Ibu pasti bisa! Jangan membuat Ibu menangis di sana?” kata Ibu
“jaga dirimu baik-baik! Buatlah Ibu bangga” pinta Ibu sambil melepaskan genggamanku
“Ibu!” panggilku, tapi Ibu terus menjauh dariku, hingga tubuh Ibu tak terlihat lagi.
“Ibu!” teriakku sambil terbangun dari tidurku
“aku akan membuat Ibu bangga!” kataku sambil pergi ke luar kamar, dan melangkah pergi menuju meja makan, yang tak jauh dari kamarku.

Kutarik bangku dengan perlahan dan kurebahkan tubuhku dengan lemas. Dengan hati-hati, kuletakkan nasi di piringku dan bermacam sayur yang tersedia di meja makan.
“Niza!” tiba-tiba Tante Ririn kakak Ibuku datang, meskipun umur pernikahannya lebih tua dari mamaku sampai sekarang dia dan suaminya belum diberi seorang anak.
Aku tidak mempedulikannya, aku tetap melahap makanan yang ada di piringku dengan cepat, untuk mengisi perutku yang kosong.
“sayang! Pelan-pelan makannya?” perintahnya sambil duduk di hadapanku, aku tidak mempedulikannya, aku terus melahap makanan itu dengan cepat, karena cacing-cacing dalam perutku sudah demo.

Tiba-tiba moodku hilang, selera makanku sirna setelah seseorang memelukku dari belakang, dengan cepat aku melepaskan pelukannya setelah mengetahui, yang memelukku adalah Ayah.
Dengan wajah kebencian, aku langsung pergi menuju kamar. Kututup pintu dengan keras dan langsungku kunci, dengan rasa kebencian aku langsung merebahkan tubuhku di atas ranjang tidurku.

“tok.. tok.. tok” suara ketukan pintu
“Niza! Sayang ini Tante Ririn” katanya
Aku segera membuka pintu kamarku dan mengizinkan Tante Ririn masuk.
“Niza! Kamu kenapa? Cerita sama Tante?” tanyanya sambil duduk di sampingku
“Niza nggak kenapa-napa kok Tante!” jawabku
“Lalu? Kenapa Niza begitu sama Ayah?” tanyanya
Aku langsung membalikkan tubuhku untuk melihat wajah Tante Ririn
“Ayah yang menyebabkan Ibu pergi meninggalkan kita, tante!” jawabku dengan nada emosi
“kenapa kamu ngomong begitu sayang?” tanya Tante Ririn
Aku beranjak dari tempat tidurku dan mengarah ke meja belajarku
“Tante nggak tau yang sebenarnya terjadi?” kataku
“apa yang sebenarnya telah terjadi Niza?” tanyanya
“Ayah selingkuh dengan perempuan lain! Dan Ayah juga sering memukul Ibu” jawabku
“Kasihan Ibumu” katanya sambil memelukku
“Tante!” panggilku
“Iya sayang” jawabnya sambil melepaskan pelukannya
“Niza boleh minta sesuatu nggak?” tanyaku
“boleh! Apa itu?” tanyanya
“Izinkan Niza tinggal sama Tante” pintaku
Tante Ririn menatap tajam diriku
“Pliiisss Tante” pintaku
“Tentu boleh dong sayang” jawabnya sambil memelukku kembali
“makasih Tante” kataku
“iya sayang” jawabnya

Selesai berkemas-kemas, kami memutuskan untuk pergi sore ini juga.
“Udah siap sayang?” tanya Tante Ririn
“Udah Tante” jawabku sambil membawa sebuah koper
“ya udah! Yuk?” ajaknya
Dan kami pun melangkah ke luar rumah

“kalian mau ke mana?” tanya Ayah yang tiba-tiba keluar dari kamarnya
“kami mau pergi dari rumah ini!” jawab Tante dengan nada marah
“Niza! Kamu mau ke mana? Kamu mau ninggalin Ayah sendiri di sini?” tanyanya
Aku hanya diam dan diam
“ayo sayang, kita pergi” ajak Tante Ririn
“Ririn! Kamu nggak punya hak membawa Niza pergi?” katanya mencoba mencegah kami
“aku adik Ibunya? Jadi aku masih punya hak” kata Tante Ririn
“ayo Sayang!” ajaknya, kami pun melanjutkan perjalanan kami

Sudah hampir satu bulan, aku tinggal bersama Tante Ririn dan Om Yoga, di sebuah rumah yang cukup elit. Seperi biasa, pagi ini aku membaca majalah pagi yang baru dikirim oleh penjual koran. Dengan santai, aku membolak-balik majalah itu. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan sebuah berita, seorang pengusaha kaya bangkrut karena selingkuhannya. Ayah bangkrut!! Sempat aku merasa iba. Buat apa aku kasihan pada orang yang sudah membunuh Ibuku, itu akibatnya dia menyia-nyiakan keluarga yang benar-benar menyayanginya. Aku tidak mempedulikan berita itu, aku langsung membaca berita yang lainnya.

Malam ini hujan turun sangat deras sekali, terlihat dari luar rumah, ada seorang laki-laki berjalan ke arah rumah Tante Ririn dan Om Yoga. Dengan Rasa penasaran aku langsung keluar rumah untuk menghampirinya.
“Ayah!” ternyata laki-laki itu adalah Ayah, tubuhnya sudah basah karena terkena hujan
“Niza! Maafkan Ayah?” pintanya
Aku tidak menjawab pertanyaannya, aku mencoba pergi, tapi Ayah memegang tanganku.
“lepasin!” teriakku
“Niza! Maafin Ayah?” pintanya lagi
Akhirnya, tanganku bisa terlepas dari cemkraman tangan Ayah
“Niza! Benci Ayah” kataku sambil berlari meninggalkan rumah Tante Ririn, Ayah terus mengegejarku dan terus mengejarku.
Aku pun menghentikan langkahku, di tengah jalan
“Niza! Maafkan Ayah?” pintanya yang tak jauh dariku
Tiba-tiba ada sebuah mobil melaju kencang ke arahku
“Niza! Awas” teriak Ayah sambil berlari ke arahku

ADVERTISEMENT

Kubuka mataku perlahan, rasanya begitu berat. Terlihat Om Yoga dan Tante Ririn sudah ada di hadapanku. Aku sudah berada di sebuah rumah sakit
“Tante, Om!” panggilku
“iya sayang!” jawab Tante Ririn sambil menghampiriku
“Ayah di mana?” tanyaku
“kamu jangan mikirin yang lain dulu, Kamu pikirin kesehatanmu” kata Tante Ririn dan akupun menuruti permintaan Tante Ririn.

Aku harus menerima kenyataan pahit, ketika aku dinyatakan lumpuh permanen dan harus duduk di atas kursi Roda. Dan aku juga harus menerima kenyataan bahwa Ayah meninggal karena kecelakaan itu.
Ayah telah berkorban untuk menyelamatkanku, meskipun nyawa taruhannya. Ayah, maafin Niza! Sejujurnya Niza sangat menyayangi Ayah, Maafin Niza Yah, “Ayah!” teriakku.

Cerpen Karangan: Mita Cahaya Sumyar
Facebook: ayamuetbangetz[-at-]yahoo.com / Mitha Cahaya

Cerpen Akhir Sebuah Kebencian merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Jurang dari Keterpaksaanku

Oleh:
Perlahan aku mencoba masuk ke sebuah tempat yang sangat ramai. di mana tempat tersebut dihiasi aneka macam bunga yang indah. ku baca setiap deretan papan bunga yang ada di

Jangan Pernah Lupakan Aku Lagi

Oleh:
Pagi ini, burung-burung tampak berkicau menyapaku. Sinar matahari yang hangat menyelimuti pagi yang indah ini. Aku mulai membuka mata dari tidur lelapku. Kulihat jam dinding biruku menunjukkan pukul 6

Berbahagialah!

Oleh:
Kebahagiaan itu kadang egois, mungkin kita tak akan peduli dengan siapapun yang akan terluka. Yang penting itu kita bahagia dan merasa puas. Tidakkah kita berpikir ada orang lain yang

Liker

Oleh:
Jari-jari Petra berhenti menari di atas keyboard laptopnya, merangkai essay tentang hukum pidana sebanyak 2000 kata. Masih ada kurang lebih 500 kata lagi yang harus dia hasilkan agar tugasnya

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *