Andri Sayang Papa (Part 2)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Mengharukan, Cerpen Penyesalan
Lolos moderasi pada: 28 December 2015

Sudah terhitung beberapa minggu Intan di sini, sebentar lagi dia kembali untuk melanjutkan kuliahnya, dan hari itu dia menyempatkan untuk membeli segala kebutuhannya, jelas saja dia lebih memilih berbelanja di kampung halamannya daripada di kota tempatnya kuliah karena harga segala sesuatu di sana lebih mahal beberapa puluh persen, Indhi sedang bersekolah, ibu sibuk, ayah apalagi, jadi dia berbelanja mengitari kota sendiri. Dari seberang jalan dilihatnya sosok wanita jangkung berkulit cokelat menggunakan topi dengan rambut terjalin rapi. Dilihat oleh Intan dengan seksama wanita yang menggendong tas itu, adiknya, Andri.

“Andrii!!” teriak Intan memanggil adiknya cukup keras hingga membuat banyak orang menoleh dirinya, begitu pula Andri.
Andri yang melihat kakaknya melambaikan tangan dari seberang jalan tersenyum lebar, “mbaaakk Intan!!” teriak Andri girang melihat kakaknya. Keduanya saling berlari mendekati satu sama lain. Andri sadar mobil akan menabrak kakaknya dengan kecepatan tinggi, secepatnya Andri berlari mendorong kakaknya yang membuat kakaknya terdorong jauh ke pinggir jalan.

“aww.” teriak Intan yang kemudian Intan dikerumuni oleh beberapa orang, bagian tangan di dekat sikunya lecet agak berat hingga sedikit berdarah. Namun sesadarnya dia, dilihatnya kerumunan orang banyak di seberang jalan, “Andri.” pikirnya. Dengan penuh tak sabarnya dia menyusup ke tengah kerumunan orang itu. Iya, adiknya, telah berlumur darah di sekujur tubuhnya, namun matanya masih terbuka, bahkan ia masih kuat tersenyum ketika melihat kakaknya.

“Andri, kamu nggak apa-apa kan? Teleponin ambulans, cepet!” teriak Intan pada semua orang yang langsung diiyakan oleh orang-orang yang mengerumuni mereka.
“mbak Intan ndak apa kan mbak?” kata Andri tersenyum pada kakaknya,
“Andri harus kuat ya, bentar lagi ambulansnya dateng, kamu harus kuat Ndri!”
“Andri ndak kenapa-kenapa kok mbak, mbak jaga Mama Papa ya, titip maaf Andri sudah buat mereka kecewa.”
“iya kamu harus kuat, sekarang kita pasti pulang, kita minta maaf bareng-bareng!”

“ndak mbak, Andri bakal pulang tapi ndak sekarang, oia mbak tadi Andri mau anter paket ke sekolah Indhi, mumpung ada mbak, Andri titip paketnya buat Indhi ya.”
“kamu jangan ngomong yang lain-lain dulu, simpen tenaga kamu.”
“selamet ulang tahun ya mbak, maaf waktu mbak ulang tahun Andri ndak ada di rumah, maaf ya mbak.”
“kamu jangan ngomong lagi Andriii!” kata Intan yang tak henti-hentinya menangis.
“mbak titip salam buat Mama Papa, buat Indhi sama Mas Irwan juga ya.”

Intan terus meneteskan air mata, hingga akhirnya Andri kesulitan mengambil napasnya, ia sesak beberapa saat, ketika baru saja Andri masuk ke ambulans, napas panjangnya terhembus untuk yang terakhir kalinya, tak kuasa melihat apa yang terjadi, Intan pun pingsan. Jazad Andri tiba di rumah duka, Intan tak mampu berjalan lurus lagi, ia dipapah oleh beberapa orang, juga Andri, yang tak bisa bernapas lagi, disambut isak tangis kehilangan keluarganya, terlebih ibu dan Indhi yang sangat terpukul mendengar berita itu. Semua dalam keadaan berkabung, tak sedetik pun tangis itu terhenti.

Jasad Andri setelah dimandikan terlihat bersih, cantik, sama seperti ia sebelum meninggalkan rumah, hanya lebih kurus dan kini pucat, tak ada darah mengalir dalam tubuhnya. Banyak orang yang mengenalnya berkunjung ke rumah duka mengungkapkan turut berduka citanya mereka atas kehilangan Andri, begitu pula pihak sekolah, namun ayah Andri sama sekali tak mau masuk ke tempat di mana Andri kini sedang tidur terbalut kain. Setelah semua yang berduka pergi, Indhi membuka paket yang ada di dalam tas Andri, sepasang sepatu putih, komik Naruto, gaun indah berwarna kuning terang dan amplop besar berisi surat dan uang.

“Hey Indhi kamu baik-baik aja kan? Kemarin pulang malem ndak ditampar Papa kan? Besok-besok kamu jangan coba-coba ke luar malem lagi, apapun alasannya, maksud Papa baik kok pasti, biar kamu ndak kenapa-kenapa di jalan, seandainya kamu sudah ditampar Papa, kamu sabar ya, emang sakit banget rasanya ditampar Papa. Aku udah ngerasain itu, tapi itu tujuan Papa baik kok. Oiya Ndhi, aku baru inget kamu Jumat-Sabtu pake sepatu putih, sedangkan sepatu putih aku yang bawa kabur, jadi aku beliin kamu sepatu putih, aku nggak mau kamu sepatunya paling lain dari temen-temenmu.”

“Mbak Intan masih di rumah Ndhi? Titip selamat ulang tahunku buat dia ya, gaun itu buat dia, kulitnya yang paling putih di antara kita pasti cocok pake gaun terang kayak gitu, ya emang nggak branded sih tapi itu hasil jerih payahku, Mas Irwan bener mau nikah ya Ndhi? Aku denger-denger gitu, bilangin sama dia jangan nikah sama cewek matre itu, aku sering lihat ceweknya jalan sama cowok lain.”

“Komiknya buat Mas Irwan ya Ndhi, semoga aja dia belum punya yang episode itu. Oia Ndhi, Mama Papa sehat kan? Titip salam ya buat mereka, kasih uang itu ke Mama, jangan sampai ketahuan Papa. Ndak tahu kenapa aku kangen banget sama kalian, kayanya deket-deket ini aku bakal pulang deh, tapi kalau aku punya keberanian ya, inget Ndhi, kamu ndak boleh ngecewain Mama Papa kaya aku, aku sayang kalian, aku kangen kalian, daa…”

ADVERTISEMENT

Pecah tangis tak bisa dibendung siapa pun, termasuk Irwan, namun tidak dengan ayahnya. Ia malah mendekati jenazah anaknya yang kini sudah amat pucat, dielusnya kening anaknya itu, Indhi mendekati ayahnya yang kini berada di samping tubuh tanpa nyawa itu, “Pa, Papa yakin ndak mau baca surat Andri Pa?” kata Indhi sambil menyodorkan amplop surat yang berbekas sepatu ayah, surat itu surat yang pernah diinjak dan ditendang ayah. Ayah memandangi surat itu terus sebelum akhirnya dia membuka surat itu lantas membacanya perlahan dan seksama.

“Ma, Pa, Maaf ya Andri sudah ninggalin rumah karena ego Andri yang keterlaluan, tapi Andri di sini baik-baik aja kok, kalian ndak perlu khawatir. Andri di sini bahagia, bahagia banget bisa berusaha bantu kalian menuhin kebutuhan. Ma, maaf Andri belum bisa pulang hari ini, Andri takut Papa marah lagi sama Andri, Andri takut Papa tampar Andri lagi, Mama tenang aja, Andri bakalan pulang kok kalau Andri sudah bisa tepatin janji Andri bantu kalian.”

“Pa, maafin Andri ya sudah buat papa tiap malem marah sama Andri, tapi pa Andri ngelakuin itu karena Andri pengen bantuin kalian. Andri kasian sama kalian yang tiap malem berantem karena masalahin uang. Andri kasihan ngelihat Mama Papa banting tulang dari pagi sampe malem buat menuhin biaya anak-anak Mama Papa. Gula darah Papa naik kan dua bulan ini karena keadaan ekonomi kita? Andri tahu Pa, Papa ndak nyeritain ini semua ke kita karena Papa pengen anak Papa tenang belajarnya.”

“Pa, Andri sayang sama Papa, Andri ndak maksud nentang Papa, Andri cuma pengen bantu Papa. Andri bakal pulang pa, kalau Andri sudah punya banyak uang. Kalau Andri punya banyak uang bakal Andri bayar hutang-hutang Papa, biar Papa ndak kerja lembur setiap hari. Kita bakal ke dokter hebat biar gula darah Papa ndak naik terus. Papa maafin Andri ya selama ini udah buat Papa marah. Sakit Pa, emang sakit banget rasanya tamparan Papa, tapi lebih sakit lagi rasanya jauh dari Papa, Papa jaga kesehatan ya. Andri bakal pulang Pa. Andri sayang kalian semua.”

Air mata ayahnya akhirnya luluh juga, tangannya langsung memeluk putrinya, diusapnya pipi yang pernah ia tampar itu, “maafin Papa Ndri, sakit ya tamparan Papa? Papa ndak sengaja tampar Andri, Andri jangan takut ya, Papa sekarang ndak bakal tampar Andri lagi. Sekarang Andri pulang ya, ndak usah takut. Papa ndak bakal tampar kamu. Papa sayang kamu Ndri, pulang Ndri, pulang!!” teriak ayahnya penuh kesakitan. Air matanya tak putus-putus, menetes ke mata Andri yang tertidur lelap membuat Andri seakan ikut menangis.

“Andri pulang, Papa ndak bakal tampar kamu. Kamu boleh siaran, kamu boleh pulang malem, kamu boleh ngapain aja yang kamu suka, sekarang pulang Ndri. Maafin Papa Ndri, sekarang Andri pulang, Papa ndak tampar Andri lagi!!” yang kemudian terus mengeras tangisnya tak berhenti.

“ya kamu sekarang udah tenang, maafin Papa ya. Maaaaf Ndri, kamu yang tenang di sana ya sayang. Andri anak kesayangan Papa, jangan pernah benci Papa ya nak. Andri anak yang pinter, makasih udah ngertiin keadaan Papa Ndri, maaf Papa ndak pernah ngerti maksud Andri. Sering-sering main ke rumah ya, makasih udah mau bantu Papa, makasi Andri udah rela ndak pulang nyari uang buat bantu Papa, makasih sayang.” tangis papanya yang kemudian memeluk erat anaknya.

Selamat jalan Andri.

Cerpen Karangan: Ayu Putri Mahardani
Blog: putrimahardani.blogspot.com
Facebook: Ayu Putri Mahardani

Cerpen Andri Sayang Papa (Part 2) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Lingkunganku Masa Depanku

Oleh:
Lidya adalah murid yang sekolah di SD Pertiwi, Kota Jakarta. Sekarang Lidya kelas 3 SD. Lidya adalah anak yang sangat cinta terhadap kebersihan, baik di sekolah, di rumah dan

I Like You Like I Like a Lake

Oleh:
Namira menghempaskan tubuh mungilnya ke atas tempat tidur dengan kasarnya. Menumpahkan semua air matanya disana. Kesedihannya memuncak sudah. Sesekali Ia berteriak histeris dengan menutupkan bantal ke wajahnya. Tak terbayangkan

Cita-Cita Ashley

Oleh:
Pagi itu tidak seperti biasanya, raut muka Ashley kelihatan murung, tampak kesedihan yang teramat sangat tercermin di sana. Canda, tawa, dan semangatnya seakan sirna, kebiasaannya bersenandung setiap saat pun

Rhyme In Peace Ibu

Oleh:
Dia terbaring lemah tak berdaya di bilik kecil yang terbuat dari bambu. Dulu dia begitu kuat, tak ada satupun keluhannya tentang kahidupan. Namun kini perempuan separuh baya ini mengalami

Dua Tabir (Chapter 1) Capuccino

Oleh:
Dua Tabir. Akan membuat kita semua sedikit berfikir. Apa itu cinta? Kenapa harus ada cinta? Salahkah jika dua orang saling jatuh cinta? Apakah cinta itu datang begitu saja? Apakah

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

3 responses to “Andri Sayang Papa (Part 2)”

  1. feyza meutia says:

    Sedih ceritanya ka aku sampe nangis *hiks* tapi keren ko

  2. Sindy alifa says:

    keren,ceritanya bikin terharu :'(

  3. Shaomi says:

    Ceritanya bikin nangis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *