Antara Tekad dan Nekat

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Kisah Nyata, Cerpen Perjuangan
Lolos moderasi pada: 20 May 2017

Tik tok tik tok tik tok… Detik-detik demi detik jarum jam berputar. Hingga menuju menit dan menit pun melewati waktu berjam-jam. Aku berada di atas kasur sederhanaku dan mengingatkan masa-masa kecilku. Aku merenung dan mengingat ketika Aku masih berumur 10 tahun dan masih duduk di Kelas 4 SD. Ketika lonceng masuk berbunyi tepatnya 3 kali pukulan. Teng.. teng.. teng.. Kami sebagai siswa-siswi SDN 327 desa Sinarsari memasuki ruangan kelas dengan girang layaknya anak-anak yang tidak memikirkan masalah apapun selain bermain. Tibalah guru Olahraga masuk kelas. Ia duduk di atas kursi yang sudah disediakan sebagai tempat duduk guru. Sambil membuka pelajaran berlangsung. Guru kami juga mengisi daftar hadir siswa, yang diisi setiap pagi dan siang. Setelah mengisi daftar hadir usai, guruku memberi pengumuman akan ajang Lomba Maraton yang akan dilaksanakan untuk seluruh masyarakat kecamatan Kelapa. Mulai dari dewasa, remaja, dan anak-anak. Ajang lomba Maraton ini, terbuka untuk masyarakat umum. Setelah guru Olahraga keluar dari ruangan kelas. Kami pun sebagai siswa-siswi dipersilahkan untuk istirahat ke luar main.

Setelah pulang dari sekolah, kami berkumpul dengan keluarga kecilku. Ayah sering bercerita tentang kemenangannya saat ajang Lomba Maraton yang sering diperlombakan untuk masyarakat umum. Dan suatu ketika ayahku mengikuti perlombaan. Ia memenangkan perlombaan maraton. Yaachh seperti itulah kira-kira. Ayahku yang hanya mengenyam pendidikan di tingkat Sekolah Dasar. Tidak pernah lelah memotivasi ketiga putrinya yang masih kecil dan imut-imut. Walaupun terkadang ayahku sering bercanda, Kami sebagai putrinya selalu ingin mendengarkan cerita-cerita masa kecil dan masa remaja ayah kami.

Aku anak ke 2 dari 3 bersaudara, kakak perempuanku bernama Mona. sering kupanggil ayuk, sebagaimana orang Bangka memanggil kakak perempuannya dan adikku bernama Olas. Saat perkumpulan keluarga, ayahku memang sering bercerita-cerita kecil. Semua yang dilakukan Ayahku hanya untuk menghibur hati ketiga putrinya. Sesekali Ayahku juga bergurau dengan ibuku sambil bercerita. Saat perkumpulan dengan keluarga, aku menceritakan tentang pengumuman yang diberitahukan guru Olahraga di sekolahku. Yachh.. tepat sekali mengenai ajang perlombaan Maraton. Dan aku pernah bercerita kepada ayahku ingin mengikuti lomba maraton. Aku yang masih anak-anak tidak mengerti apapun tentang perlombaan. Hanya beberapa kali mengulang-ngulang kalimat ingin mengikuti lomba Maraton. Sesekali aku berbicara dengan ayahku tidak direspon sama sekali. Mungkin karena takut putri kecilnya kecewa dengan perlombaan. Kedua kalinya disela-sela kesibukan ayahku di rumah, aku membicarakan masalah perlombaan lagi dan bertekad ingin mengikuti perlombaan. Sampai akhirnya berkali-kali aku menceritakan ajang lomba dan membujuk ayahku agar mendaftarkan namaku di perlombaan. Ibuku sebagai orangtua, sudah pasti mengetahui banyak hal. Oleh karena itu, aku sama sekali tidak diizinkan untuk mengikuti perlombaan. Tetapi ayahku berbeda pendapat, ayahku menyetujui bahkan mensupportku untuk mengikuti perlombaan. Akhirnya aku diizinkan mengikuti perlombaan Maraton untuk wilayah Kecamatan Kelapa.

Sehari setelah ayah mengizinkanku ikut perlombaan. Aku didaftarkan sebagai peserta lomba maraton cabang anak-anak putri. Aku pun sangat senang dan selalu tersenyum layaknya anak kecil yang dipenuhi keinginannya. Hingga ketika sedang bermain dengan teman-teman kecilku, aku selalu mengajak mereka untuk mengikuti perlombaan tersebut. Tetapi tidak seorangpun yang diizinkan oleh orangtuanya. Aku juga mengajak tetangga yang seumuran denganku sekaligus sepupuku untuk mengikuti ajang lomba maraton. Ia bernama Mailan yang biasa kupanggil dengan nama Ilan dalam kesehariannya. Berbeda dengan tanggapan kawan kecilku yang lain. Ternyata setelah diajak ikut perlombaan, Ia juga ingin mengikuti ajang lomba tersebut sebagai peserta lomba maraton anak-anak Putra. Tetapi sayang sekali, ayahnya berbeda dengan ayahku. Ayahnya jarang sekali menuruti keinginannya. Dan setelah pecakapan kami usai mengenai perlombaan, aku berinisiatif agar yang mendaftarkan lombanya adalah ayahku. Kami berdua pun menyetujui perlombaan, begitu pula dengan ayahku.

Tibalah saat yang ditunggu-tunggu pada saat pertandingan berlangsung. Banyak anak-anak, remaja, dan orang dewasa berada di garis start perlombaan maraton. Aku dan Ilan pun juga berada di garis start sebagai peserta lomba. Aku yang memakai training anak-anak berwarna dongker bergaris putih, yang aku pakai dengan panjang berada di atas lutut dan memakai baju olahraga SDN Sinarsari, mengawali ceritaku saat itu. Yang aku ingat dalam perlombaan Maraton saat itu, mayoritas masyarakat yang ikut lomba berasal dari desa Sinarsari. Sembari menunggu perlombaan dimulai, aku dan ilan sempat mengobrol-ngobrol kecil layaknya anak-anak. Hal yang ditunggu-tunggu pun akan dimulai, ketika mendengar intruksi dari panitia lomba. Aku dan ilan mengambil posisi masing-masing. Panitia lomba memberi aba-aba “Siaappp… Mulaaaaiii.. Dorrrrr…” Bunyi tembakan ke atas langit mengawali cerita kami di pagi hari. Ilan berlari sesuai dengan kemampuannya. Akupun tertinggal jauh dari jarak larinya. Aku memanggil-manggilnya beberapa kali, Ia pun menoleh dan memperlambat langkah larinya. Sambil berlari bersama. Aku mengutarakan permintaan kepadanya. “Nanti ketika dalam perjalanan lari, Kamu jangan pernah meninggalkanku ya? dan kita akan tetap lari bersama-sama sampai ke garis finish”. Ucapku kepada Ilan. Anak-anak yang masih berumur 10 tahun seperti kami. Tidak mengerti apa-apa mengenai perlombaan. Kami juga tidak mengetahui jarak yang harus ditempuh dalam perlombaan. Yang kami tahu hanya berlari sekuat tenaga sampai ke garis finish. Setelah mendengar Obrolanku, akhirnya Ilan juga mengiyakan permintaanku terhadapnya. Beberapa saat kemudian, setelah bebincang-bincang sambil berlari. Ilan mulai melihat lawannya semakin jauh dan berpikir ia akan kalah dalam pertandingan. Tidak disangka-sangka, sambil melepaskan napas yang terengah-engah saat berlari. Ia memulai percakapan denganku. Saat itu aku berada tepat di sebelah kanannya berlari. Obrolannya sangat singkat “Jok, (sebutan untuk kawan sebaya) lawanku sudah berada jauh di depanku dan aku bakalan kalah jika lari pelan terus seperti ini. aku boleh lari duluan ya? Aku ingin mengejar lawan lariku”. Ujar Ilan. Dengan sedikit kecewa aku mengiyakan pertanyaannya.

Akhirnya kami berdua tetap berlari sekuat tenaga untuk menandingi lawan masing-masing. Sekitar 4 KM dari jarak start aku mulai merasa capek dengan napas yang sesak. Tetapi tetap tidak aku hiraukan apa yang terjadi dengan diriku. Lariku semakin lama semakin lemah dan aku merasa sudah tidak kuat. Tetapi dalam benakku hanya cerita ayah yang memenangkan pertandingan maraton saat masa remajanya. Aku kembali bersemangat melangkahkan kakiku untuk berlari sekuat mungkin walaupun dengan langkah kaki yang semakin lemah. Aku pun terus berlari dan berlari, hingga sampailah di desa Mancung. Ketika berada di desa Mancung, kulihat banyak antusias penonton mensupport orang-orang yang ia kenal. Aku merasa kecewa karena tidak ada satu orangpun yang mensupportku berlari. Aku terus berlari dan terus berlari tanpa menghiraukan apapun yang aku miliki dan apa yang akan aku dapatkan setelah perlombaan berakhir.

Kulihat dari kejauhan, ada seseorang yang datang dengan wajahnya tidak asing kulihat dalam keseharianku. Dengan arah yang yang berlawanan aku melihat sepupuku bernama akak Iang (nama panggilan sehari-hari sepupu laki-laki) yang umurnya beberapa tahun lebih tua dariku. Ternyata dia menghampiriku dan memberi support kepadaku. Akak Iangku berkata “berlarilah sekencang mungkin, Jika tidak kuat lagi, jangan terus dipaksakan. Duduklah bersama kakak di atas kendaraan roda dua yang bermesin ini” ujar akak Iang. Aku hanya diam dan tetap dengan tekad awalku, tetap ingin melanjutkan perlombaan. Akak Iang yang melihat wajahku kelelahan dengan tubuhku yang kecil seukuran anak-anak normal berumur 10 tahun. Aku disuruh berhenti sejenak, aku pun menuruti perintahnya. Ternyata tak kusangka-sangka. Ia menyuruhku meminum air yang berwarna kekuningan. Aku pun meminumnya tanpa bertanya terlebih dahulu. Gek.. gek.. gek.. (bunyi suaraku sedang minum). Setelah meminum air yang diberikan akak Iang mataku terasa terang. Dunia seperti indah dan semangatku pun tiba-tiba hadir kembali. Tanpa kusadari anak kecil seukuranku meminum extrajoss (sebuah produk yang sangat ngetop pada tahun 2004). Aku pun melanjutkan pertandingan dengan terus berlari sekuat tenaga. Ketika melewati SDN Mancung. Aku dihampiri rasa kecewa kembali, lawan tandingku disupport habis-habisan oleh siswa-siswi desa Mancung. Aku yang masih anak kecil merasa iri dan cemburu dengan dukungan teman-temannya yang tidak aku dapatkan dari teman-teman SDku.

Langkah kakiku yang perlahan-lahan melemah, tetapi tetap aku kuatkan. Dan sampailah aku di desa Sinarsari tepatnya di depan rumahku sendiri. Sesuai dengan rute perlombaan maraton saat itu. Setiba di depan rumah, aku kembali lagi disuruh menghentikan lariku. Aku pun kembali menurutinya, kali ini adalah permintaan ayukku. Aku pun menghentikan langkah kakiku. Dan menunggu beberapa saat. Tidak disangka-sangka lagi, Aku dimandikan oleh ayukku dengan air, yang disiramnya mulai dari kepalaku sampai ke sekujur tubuhku. Semua itu, dilakukan oleh ayukku agar aku tidak merasa lelah dan sedikit menghilangkan rasa lelahku berlari. Kembali lagi semangatku membara ingin melanjutkan pertandingan

Aku lanjutkan kembali lariku secara perlahan. Sedikit demi sedikit namun pasti. Kulihat banyak peserta lain yang mendahuluiku. Begitu juga dengan Ilan yang tidak terlihat lagi di depanku. Ilan sedikit lebih cepat hingga aku tidak melihatnya lagi sejauh pandanganku saat berlari. Hati kecilku berkata “aku akan tetap berlari sampai ke garis finish”. Aku kembali lagi bersemangat melanjutkan lariku. Hingga aku sampailah pada jarak 5 KM dalam rute perjalanan lomba. Ditengah kecepatanku berlari, aku kembali melirik-lirik simpang jalan SDku dari jarak yang jauh. Kulihat tidak seorang pun teman-teman SDku yang memberi support atas pertandinganku. Aku kembali lagi, mengingat cerita ayahku yang pernah memenangkan perlombaan maraton pada masa remaja sambil melanjutkan rute perlombaan. Aku merasa termotivasi dan bangkit dengan langkah kakiku yang semakin lemah. Ketika pada jarak 7 KM yang sudah aku lewati. aku benar-benar merasa lemah dan tidak kuat lagi melanjutkan pertandingan. Sesekali aku berjalan dan kembali berlari. Berjalan lagi dan berlari kembali. Pertandingan belum usai dan aku merasa capek dan lelah yang berlebihan. Kulihat banyak anak-anak putri sebagai lawan tandingku tidak lagi mengikuti pertandingan. Beberapa lawanku malah diboncengi oleh gurunya dengan sepeda motor karena tidak kuat lagi mengikuti pertandingan. Aku merasa sedih dan ingin ikut diboncengi seperti lawan tandingku. Kali ini aku benar-benar capek dan terasa ingin pingsan. Tubuhku terasa sangat panas. Wajahku terasa seperti berapi-api. Dan kakiku sudah tidak mampu lagi untuk melangkah ke garis finish. Aku kali ini tidak lagi berlari, hanya berjalan mengikuti rute perjalanan lomba.

Tidak lama kemudian kejutan kembali lagi hadir, kudengar di belakangku suara teriakan keras memanggil-manggil namaku. Kulihat ke belakang, ternyata ayuk bersama ayahku datang menghampiriku dan mensupportku agar terus berlari ke garis finish. Mereka datang bersama sepeda motor kebanggaanku dan ayuk yang diboncengi oleh ayah. Motor alfa berjenis Yamaha adalah motor yang cukup tren pada masa itu. Kali ini mereka berada tepat di samping kananku yang juga berjalan mengikuti rute perlombaan. Sambil mengimbangi langkah kakiku berlari, ayukku tidak pernah bosan mensupportku untuk terus berlari. Yang aku ingat, “cepatlah berlari sekuat mungkin, sebentar lagi akan sampai ke garis finish”. Ujar ayukku. Aku hanya berkata “aku tidak sanggup lagi untuk berlari, aku ingin ikut bersama kalian duduk di atas sepeda motor”. Tetapi ayukku, tidak pernah menyerah untuk memotivasiku agar terus berlari. Dengan langkah kaki yang semakin lemah, aku hanya mendengar teriakan-teriakan ayuk yang tidak pernah bosan mensupport. Aku tetap melanjutkan lariku sedikit demi sedikit. Kulihat lagi seorang lawan tandingku yang lain kembali lagi berada di atas motor diboncengi oleh seseorang menggunakan sepeda motor. Anehnya, lawan tandingku diturunkan dari sepeda motor beberapa ratus meter di hadapanku berlari. Ternyata ia masih melanjutkan pertandingannya setelah diboncengi oleh seseorang dengan menggunakan sepeda motor. Kembali lagi rasa kecewaku menghampiri. Untuk ukuran anak-anak sepertiku, yang aku rasakan hanya kelelahan bertanding dan rasa kecewa sepanjang rute perjalanan lomba maraton yang berjarak 10 KM.

ADVERTISEMENT

Ayah dan ayukku tetap mengiringi langkah kakiku berlari, dan mereka tetap berada di samping kananku. Berkali-kali teriakan-teriakan ayuk terdengar “lari, lari, lari, lari.. sedikit lagi sampai garis finish”. Mendengar kalimat-kalimat ayukku. Aku kembali lagi berlari dengan perlahan. Dan aku pun berlari lagi semampuku. Ketika aku berlari dengan kencang, tanpa disadari nomor peserta yang berada didepan dadaku terjatuh. Aku tidak menyadari jatuhnya nomor peserta maratonku. Aku menyadarinya, ketika aku sudah berlari 15 Meter kedepan. 15 Meter lariku saat itu sangat berarti dengan kelelahan kakiku melangkah. Aku terpaksa harus berlari ke belakang untuk mengambil nomor peserta lariku. Jarak yang kutempuh kali ini kurang lebih 500 meter dari garis finish. Perlahan namun pasti aku terus menggerakkan kakiku untuk melangkah. Teriakan ayukku kembali lagi terdengar, ia mensupport agar aku mengejar dan melewati 1 lawan tandingku berada di depan. Tetapi teriakan yang mensupportku seakan sia-sia. Aku tetap tidak bisa melewati satu lawan tandingku di depan. Aku berlari dan terus berlari dengan perlahan. 200 meter dari finish pun kutempuh. Teriakan penonton dari berbagai kalangan masyarakat memecahkan suasana kelelahanku yang dilumuri oleh keringat di sekujur tubuh. Kukuatkan kaki untuk menandingi dan melewati lawanku. Tetapi aku tetap tidak bisa melewati lawan tandingku. Sampai akhirnya aku berada di posisi kedua di akhir pertandingan.

Aku merasa senang setelah usai pertandingan, walaupun hanya berada di posisi kedua dalam perlombaan maraton yang berjarak 10 KM. Aku akhirnya mampu menyelesaikan pertandingan awal sampai akhir. Yang dimulai dari dusun Rangkui, melewati desa Mancung, desa Sinar sari, dusun Semut dan finish di desa Kelapa. Tidak beberapa lama setelah sampai finish, akhirnya aku pulang bersama ayah dan ayukku bersama sepeda motor kebanggaan.

Satu hari setelah usai pertandingan. Selepas bangun dari tidurku pagi berikutnya. Kakiku bahkan susah digerakkan. Hampir satu minggu aku tidak bisa berjalan dengan sempurna. Ibuku tercinta setiap pagi dan sore mengurut-urut kakiku menggunakan tangannya dan mengusap air setengah panas untuk mengobati kakiku yang susah digerakkan. Setelah kejadian itu, banyak masyarakat kampung yang membangga-banggakan diriku mengikuti lomba maraton. Aku yang masih anak-anak, tidak mengerti. Kenapa orang-orang kampung berkali-kali memuji diriku. setelah satu minggu kemudian, kakiku mulai pulih seperti sedia kala. Aku kembali bermain-main dengan anak-anak lain seperti hari-hariku biasa.

Beberapa pekan kemudian, hal yang ditunggu-tunggu akan datang. Pembagian hadiah lomba maraton akan dilaksanakan di terminal Kelapa. Aku yang memenangkan pertandingan sebagai juara II cabang anak-anak putri sangat senang dengan berita tersebut. Tiga hari sebelum pembagian hadiah. Aku merasa ada yang aneh dengan perlombaan maraton yang aku ikuti beberapa pekan lalu. Tetanggaku yang bernama Ilan sebagai juara II cabang anak-anak putra, menerima surat undangan untuk hadir dalam pembagian hadiah lomba. Tetanggaku sekaligus sepupu dan teman bermain yang kuajak ikut dalam ajang lomba maraton, juga memenangkan lomba di posisi kedua. Sedangkan aku, sama sekali tidak menerima surat undangan. Aku sempat bingung dan berpikir, kemungkinan panitia lomba lupa memberikan suratnya ke rumahku. Dengan berpikiran positif aku tidak mempermasalahkan kejadian surat undangan.

Dan kami tetap menghadiri kegiatan pembagian hadiah yang dilaksanakan di terminal kelapa. Dengan perasaan yang gembira, aku tetap berpikiran positif dan mengharapkan hadiah pertamaku sepanjang sejarah dimasa kecil itu. Kami sudah berada di lokasi pembagian hadiah di malam hari itu selama kurang lebih 3 jam. Kami sekeluarga menunggu namaku dipanggilkan untuk naik kepanggung mengambil hadiah. Tetapi namaku tidak kunjung disebutkan. Padahal kami sudah melihat acara mulai dari pembukaan sampai penutupan acara berlangsung. Ternyata namaku tidak kunjung disebutkan sampai akhir acara pembagian hadiah. Aku merasa sangat kecewa setelah peristiwa itu. Ayahku, ibuku, ayukku, aku dan adikku yang masih kecil berumur kurang lebih 6 Tahun yang belum mengerti apa-apa menunggu berjam-jam di terminal kelapa dengan tangan hampa. Acara pembagian hadiah pun berakhir, dan kami pun pulang dengan perasaan yang sangat kecewa.

Cerpen Karangan: Doomsixsa 02
Blog: Doomsixsa02.blogspot.com

Cerpen Antara Tekad dan Nekat merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Terima Kasih Mama

Oleh:
Mama adalah sosok wanita yang sangat aku sayangi dan mempunyai peran penting dalam hidupku. Tanpa adanya sosok mama, Theresia tidak mungkin dilahirkan ke dunia ini. Mama merupakan anugerah dan

Putri dan Putra

Oleh:
Hujan turun dengan lebatnya, suasana dingin tapi menyejukkan. Aku dan keluarga sedang berkumpul menonton televisi. Kebersamaan yang selalu aku rindukan setiap sudah berada di kos. Orangtuaku bekerja sebagai karyawan

Ketika Hancur Hati Ibu

Oleh:
Banyak orang bilang surga itu di telapak kaki Ibu. Ya benar, aku pun mengakuinya, karena Ibu adalah orang yang paling berharga dalam hidup ku. Aku Fara, dan aku mempunyai

Asa Kelabu

Oleh:
Aku duduk di tengah-tengah temaram malam di sudut kamarku yang mengarah ke kolam ikan di taman depan, karena balkon kamarku sangat strategis untuk melihat pemandangan di luar dengan sangat

Sepotong Senja Yang Hilang

Oleh:
Tahun 2011 Senja memudar. Gerombolan pekat hitam menyembunyikan tirai-tirai jingga di pelukannya. Dikelilingi aroma kesunyian yang mengendap di celah-celah udara. Cakrawala telah berganti samudera gelap tak berujung. Malam bertahta.

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

One response to “Antara Tekad dan Nekat”

  1. Dinbel says:

    Bagus, ceritanya menginsfirasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *