Ayah Bunda Tersenyumlah!

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Keluarga, Cerpen Pengorbanan
Lolos moderasi pada: 3 April 2014

Hai, aku Kenny. Tepat tanggal 2 November kemarin, usia ku genap 7 tahun. Bagi sebagian orang, masa kecil digunakan untuk bermain bersama teman sebaya. Tapi tidak denganku. 3 tahun yang lalu, aku divonis terkena penyakit Retinoblasma. Bahasa Indonesianya sih kanker mata. Dokter bilang, penyakit ini umumnya terjadi dari bayi hingga usia 5 tahun. Tapi entah kenapa sampai sekarang kanker itu masih bersarang di mataku. Malah sekarang bola mataku nampak menonjol. kalau kata para dokter, bupthalmos. Itu artinya kanker ku ini sudah stadium lanjut.

Bunda bukannya tak mau mengobati kanker yang sudah menemani hari-hariku selama lebih kurang 4 tahun ini. Tapi masalah ekonomilah yang menghalangi bunda. Bunda hanya tinggal denganku. Jauh dari keluarga. Ayah? Entahlah. Dan bunda hanya bekerja sebagai guru TK. Gajinya mungkin tak seberapa.

Aku pernah iseng membaca buku milik bunda. Ternyata itu diary bunda. Dari buku itu, aku tau, kalau bunda diusir dari rumah karena menikah dengan ayah. Dan ayah, ayah diberi 2 pilihan oleh orangtuanya. Pilih bunda atau keluarga. Ternyata ayah memilih keluarganya. Tapi sumpah demi apapun, aku tidak pernah membenci ayah. Aku mencintaimu, ayah. Aku tau, ayah juga mencintai aku dan bunda.

Suatu ketika, aku terobsesi dengan sesosok anak dalam sebuah novel fiksi, yang jatuh bangun demi menemukan orangtuanya. Hingga akhirnya ia bertemu dengan orangtuanya dan mereka hidup bahagia. Seingatku nama anak itu Renny. Hahaha, mirip dengan namaku. Dan aku harap kisahku juga mirip dengan kisahnya. Semoga!

Melalui wawancara singkat dengan bunda, aku berhasil mengetahui nama ayah. Namanya Teguh Putra. Bunda bilang ayah meninggal saat aku baru lahir. Tentu saja aku tau bunda berbohong, karena diary bunda itu ditulis sejak bunda berusia 14 tahun hingga sekarang. Pokoknya aku tau segalanya.

Aku memang tak pernah keluar rumah. Tapi aku juga tidak kuper. Aku punya facebook dan twitter. Bunda yang buatkan. Facebook dan twitter ku namanya “Kenny Puspita”. Tapi baru-baru ini aku menggantinya menjadi, “Kenny Merindukan Ayah”. Terserah aku sajalah.

Iseng-iseng di pencarian fb-ku, aku ketik nama ayah, Teguh Putra. Ternyata ada 14 nama Teguh Putra. Dan, oh, itu ayah! Aku mengenali ayah karena aku sering lihat fotonya di diary bunda. Ayah tak berubah. Tetap ganteng. Hehe… Aku membuka profilnya. Teguh Putra. Bekerja di Rage Publishing. Alamat Jalan Flamboyant Jakarta Barat.
Hah? Flamboyant? Hanya berjarak beberapa meter dari rumahku. Tuhan, apa ini petunjukmu?

“Bunda, Rage Publishing itu apa?” tanya ku pada bunda saat kami tengah menonton tv.
“Rage publishing itu tempat percetakan buku. emang kenapa?”
“Nggak. kalau yang kerja disana pulangnya kapan?”
“Ehhmm, bunda nggak tau. Mungkin malam.”
“Ada hari liburnya nggak, Bun?”
“Ya, hari minggu”
“makasih ya Bunda infonya. Kenny mau tidur dulu.”
“Obatnya udah diminum belum?”
“Udah tadi. Kenny minum sendiri loh bun.”
“Wah, pinter. Ya udah, tidur sana.”

Minggu, ya hari minggu! Hari minggu aku akan ke jalan flamboyant. Barangkali ayah sedang baca koran di halaman rumahnya.
“Bunda”
“Ya, sayang”
“Kenny mau ke warung depan beli coklat.”
“Bunda ganti baju dulu ya.”
“Kenny sendiri aja. Kenny berani kok.”
Awalnya bunda ragu. Tapi dengan 1001 jurusku, bunda mengizinkanku.
“Ya udah. Hati-hati. kalau udah dapet coklatnya, langsung pulang.”
“Siap, Bun!!”

Aku segera keluar pagar dan menuju jalan flamboyant. Pergi ke warung tadi cuma alasan aja, biar diizinin sama bunda. Oh, ya aku juga membawa diary bunda. Sukses deh hari ini.

ADVERTISEMENT

Hampir 1/2 jam aku keliling keliling. Tapi aku tak menemukan ayah. Dan tiba-tiba, Mataku, mataku, arrrghh. Mataku kenapa? Kenapa perih? Kenapa kabur? Arrrghh…

Tiiitt, tiitt, bunyi klakson mengangetkanku. Tapi aku tak tau darimana asalanya. Hingga akhirnya, aku merasa punggungku dihatam benda keras. Ahhhh…

Aku tersadar. Tapi belum membuka mata. Aku hanya diam mendengarkan perbincangan bunda dengan 2 orang laki-laki.
“Bu, kecil sekali kemungkinannya.”
“Tapi, dok, tolong!” kata seorang wanita. Itu Bunda.
“Saya, saya siap mendonorkan mata saya, Dok.” kata seorang pria. Entah siapa itu.
“Maaf, Pak, tapi donor hanya diambil dari orang yang telah meninggal. Akan berbahaya jika bapak mendonorkan mata bapak. Selain itu, Kenny juga membutuhkan jantung dan ginjal. Ginjalnya rusak terkena benda keras saat kecelakaan. Jadi sepertinya kita hanya bisa pasrah dan berdoa.”
“Biarlah, Dok. Ambil semua yang diperlukan Kenny. Saya rela mati asal anak saya sembuh.”
Deegg, Anak saya? Apa laki-laki itu ayah?
“Ayah…!” pekikku seraya berupaya membuka mata. Gelap… Gelap! Kenapa mataku?!
“Bunda, gelap! Hidupkan lampu!!” pekik ku lagi.
“Kenny…” teriak bunda dan seorang pria yang ku yakin itu ayah. Seorang menggenggam tanganku. Tangannya besar. Dia pasti ayah.
“Ayah. Ini ayah?”
“Iya, Kenny.”
Tuhan, terimakasih. Kau telah mempertemukanku dengan ayah meskipun kecelakaan sebagai perantaranya.
“Ayah, ayah tak perlu mendonorkan apapun. Kenny tak butuh. Biarlah keni meninggal asal ayah dan bunda bisa bahagia.”
Kali ini ada yang mengusap-usap kepalaku. Itu Bunda.
“Sungguh, ayah. Biarkan Kenny istirahat.” aku melanjutkan kata-kataku.
“Kenny” tangis bunda
“Bunda jangan nangis. Sekarang kan ada ayah.” kata ku sambil menggenggam erat tangan ayah. “Ayah, maukah kau berjanji padaku?” lanjutku lagi.
“Apa sayang?”
“Kalau Kenny pergi, ayah jaga Bunda, ya. Ayah harus tinggal dengan bunda. Jangan biarkan bunda sendiri.”
“Kenny,” tangis bunda lagi.
“Ayah, Bunda, tersenyumlah untuk Kenny.”
Walau aku tak bisa melihat, aku bisa merasakan senyuman mereka. Senyum yang damaikan tidur panjangku,
“kenny!!” teriak ayah dan bunda bersamaan.

Maafkan aku. Bunda. Aku membhoongimu kemarin. Tapi kalau boleh jujur, aku bahagia. Sungguh! Walaupun tak bisa melihat ayah, aku bisa melihat kalian berdua bersatu. Sekali lagi, tersenyumlah untukku!

1 lagi nyawa melayang demi kebahagiaan orang lain. Ternyata kisahku tak sama dengan kisah Renny. Oh, tidak!! Ini bukan kisahku. Ini kisah Ayah dan Bunda. Ayah, Bunda, tersenyumlah

Cerpen Karangan: Meilinda Dwi Pertiwi
Facebook: Meilinda Ntuch Dwi Pertiwi

Cerpen Ayah Bunda Tersenyumlah! merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Amanah

Oleh:
Waktu terus berjalan semakin larut. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, namun wanita tua itu belum juga tidur. Beliau masih terjaga di depan pintu. Hatinya gelisah dan cemas.

Harapan

Oleh:
Ayam berkokok menandakan pagi hari tiba. Seorang gadis cantik, tinggi, putih, nan sopan hidup bersama keluarga di rumah besar tengah kota yang amat dicintainya, dia adalah Caca. Senyuman selalu

Kebahagiaan Kita Semua

Oleh:
Di saat bulan puasa ini, Karin, Suci, Andin, Bobby, dan Dika berkumpul di bawah pohon beringin di taman perumahan mereka.. “Bosan sekali di rumah..” Keluh Bobby. “Aku merasa lemas

Kisah Seorang Anak Yang Cacat

Oleh:
Mengapa sampai saat ini Ibuku malah semakin sayang pada saudara tiriku. Sedangkan aku? Sepertinya dibuang, Ibuku tidak memperhatikanku lagi, makan pun aku harus mengambil sendiri dengan keadaanku yang seperti

Sebutir Rindu Untuk Zara

Oleh:
Siang seperti akan membimbing senja menemui malam. Keelokkan paras senja membuat siang seperti tak ingin lepas darinya. Namun, malam sudah tak sabar ingin menemui senja. Aku melangkahkan kakiku ketika

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

One response to “Ayah Bunda Tersenyumlah!”

  1. chory says:

    kalo sinopsisnya gimana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *