Belajar Untuk Bersyukur

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Nasihat
Lolos moderasi pada: 21 May 2023

Adi tinggal di Bandung. Adi tinggal bersama kedua orangtuanya dan kedua adiknya. Ayahnya seorang pegawai swasta dan ibunya seorang penjual gado-gado. Adi duduk di bangku SMA kelas X dan kedua adiknya masih duduk di bangku SD. Kehidupan mereka sangat sederhana karena gaji ayahnya sangat pas-pasan.

Adi termasuk anak yang pintar di sekolahnya. Terbukti Ia selalu masuk tiga besar di kelasnya. Adi juga selalu membantu ibunya. Jika pulang sekolah Adi membantu berjualan gado gado dan membantu mengurus adik-adiknya.

Di suatu pagi ketika ia mau berangkat sekolah ia berpamitan kepada ibunya.
“Ibu, Adi berangkat sekolah ya.”
Sambil mencium tangan ibunya, ibunya pun memeluk dan mengusap kepada Adi.
“Baik-baik di sekolah ya Nak, belajar yang rajin.”
Adi pun lalu berangkat sekolah dengan mengendarai sepeda motor bututnya. Tak lupa juga Ia mengenakan helm di kepalanya.

Pada saat itu jalanan agak becek dan licin karena habis hujan. TIba-tiba ketika dia mengendarai sepeda motornya sebuah mobil menyalipnya dengan kencang melewati jalan yang agak tergenang air sehingga air tersebut membasahi baju seragamnya. Ia pun merasa emosi.
“Yaampun!”
“Siapa sih orang itu?”

Adi pun mengejarnya, Ia menambah kecepatan motornya untuk mengejar mobil tersebut ketika hampir dekat Adi mengklakson mobil tersebut berkali-kali, akhirnya mobil pun berhenti.

Seorang anak keluar dalam mobil lalu bertanya.
“Eh kenapa Adi?”
“Basah ya bajumu?”
Adi pun marah
“Bukannya minta maaf malah sombong kamu, Arman!”
“Maaf ya, ga kelihatan kalau ada motor.”
Sambil meledek Adi, Arman pun masuk kembali ke mobil. Lalu melajukan kembali mobilnya dengan kencang.

“Enak ya jadi anak orang kaya, sekolah memakai mobil”
“Aku juga akan minta mobil sama Ayah, agar tidak direndahkan seperti ini.” Adi tidak jadi berangkat ke sekolah. Ia pun pulang dengan baju yang kotor dan basah.

Setibanya di rumah Adi langsung mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Ia pun lalu mandi. Ibunya yang sedang memasak sayur-sayuran untuk persiapan jualan gado-gado menjadi bingung akan kelakuan Adi. Setelah Adi selesai mandi dan ganti baju ibunya pun menghampiri Adi.

“Adi, kamu kenapa pulang marah-marah dan tidak menyapa ibu?”
Adi lalu menjawab pertanyaan ibunya.
“Ibu kenapa sih hidup kita pas-pasan tidak seperti Arman, Ia ke sekolah memakai mobil.”
“Sombong pula.”
“Aku tidak sekolah gara-gara dia, bajuku basah dan kotor, ia mengendarai mobil dengan kencang sehingga aku kena cipratan air.”
“Pokoknya aku juga tidak mau kalah.”
“Ayah harus belikan aku mobil juga!”

Ibunya berusaha memberi penjelasan dan menasehati Adi, tetapi Adi tetap tidak mau mengerti. Adi lalu sering mengurung diri di kamar, tidak mau membantu ibunya dan tidak mau mengurus adik-adiknya. Ia juga tidak mau sekolah sebelum dibelikan mobil.

ADVERTISEMENT

Ayah Adi semakin lama semakin memperhatikan sikap Adi yang berbeda dari biasanya. Adi tidak berani berkata jujur pada ayahnya. Hingga suatu hari ayahnya bertanya kepada ibunya.
“Bu, kok akhir-akhir ini aku perhatikan Adi beda dari biasa, ada apa ya Bu?”
“Ayah kan tidak tahu, pagi-pagi sekali ayah sudah berangkat kerja, jadi tidak tahu apa yang terjadi.”
“Kemarin ayah pas tidak kerja, ayah melihat Adi tidak sekolah.”
“Ada apa sebenarnya Bu?

“Begini Pak, sebenernya Ibu tidak tega mau memberi tahu Bapak, Ibu tahu situasi kita seperti ini.”
“Katakan saja Bu, Ayah tidak apa apa.”
“Adi minta dibelikan mobil Pak.”
“Apa!”
“Anak kok tidak tahu situasi dan kurang bersyukur, masih bisa makan saja sudah untung.
“Coba nanti Ayah bicara dengan Adi Bu”
“Iya, Yah.”
“Sabar ya, ini minum dulu tehnya, Yah.”

Sambil minum teh Ayahnya pun berpikir bagaimana caranya menyelesaikan persoalan tentang Adi.
Setelah merasa tenang Ayah Adi lalu menemui Adi di kamarnya.

“Adi, buka pintunya, Nak.”
“Ayah ingin bicara dengan Adi.”
Lalu Adi membuka pintu kamarnya. Ayahnya langsung bertanya kepada Adi.

“Adi sebenarnya apa yang menjadi permasalahan mu, cerita sama Ayah”
“Adi ingin dibelikan mobil Yah, Adi tidak mau direndahkan, Adi tidak mau kalah dengan Arman.”
Ayah Adi berusaha memberi pengertian kepada Adi.
“Adi, kamu jangan hanya menuruti emosi mu, jangan hanya sikap arman yang merendahkan mu kamu jadi seperti ini.”
“Pokoknya Adi ingin dibelikan mobil Yah, bagaimana pun caranya!”
Setelah mendengar jawaban itu Ayah Adi langsung meninggalkan kamar Adi dengan pikiran yang bingung.

Keesokan harinya setelah pulang kerja Ayah Adi lalu ke tempat kakaknya yang lebih mampu tingkat ekonominya. Ayah Adi pun bercerita kepada kakaknya yang bernama Bang Romi. Bang Romi bertanya kepada Ayah Adi.

“Tumben dik main ke sini, ada apa?”
“Begini Bang, Adi minta dibelikan mobil sementara Abang tahu sendiri kondisi ekonomiku.”
“Apa Abang ada solusi?”
“Begini Dik, kebetulan anak anak tidak ada yang antar jemput sekolah, supirnya pulang kampung, Adi biar di sini saja.”
“Nanti Adi yang bawa mobil anterin anak-anak sekalian Dia pergi ke sekolah, lalu pulang jemput anak-anak lagi.”
“Nanti saya yang bicara dengan Adi Dik, sekalian nanti saya beri pengertian, semoga berhasil, aku juga ada niat akan memberikan mobil untuk Adi tapi bukan secara cuma-cuma, Adi juga akan kuberikan gaji dari antar jemput anak anak, nah gaji itu dikumpulkan untuk kredit mobil dari saya.”
“Baik Bang, semoga ini bisa menumbuhkan semangat Adi.”

Bang Romi tak lama kemudian menelepon Adi untuk datang ke rumahnya. Pakdenya akan menyampaikan semua yang sudah dibicarakan dengan Ayahnya.

“Halo Adi, ini Pakde Romi.”
Adi pun menjawab telepon dari pakdenya.
“Iya Pakde, ini Adi.”
“Adi, Pakde minta tolong mulai besok kamu di rumah Pakde menggantikan sopir Pakde yang pulang kampung, sekalian Adi sekolah sekalian antar anak-anak, pulang sekolah kamu jemput anak-anak, bisa ya Adi?”
“Iya Pakde, Adi mau.”

Mulai besoknya Adi tinggal bersama Pakde Romi. Adi setiap hari berangkat sekolah sambil mengantar keponakan-keponakannya dengan mengendarai mobil. Adi makin hari makin tumbuh lagi semangatnya. Setiap bulan Pakde Romi berpesan kepada Adi.

“Adi uang ini untuk Adi, kamu tabung, nanti kalau sudah cukup untuk kredit beli mobil, sementara Adi bantu Pakde dulu.”
Adi merasa senang dengan sikap Pakde Romi. Adi semakin percaya diri. Setelah beberapa bulan, uang Adi sudah terkumpul banyak. Adi menyerahkan uangnya pada Pakdenya.

“Pakde, uang Adi sudah terkumpul lumayan, sudah bisakah untuk kredit mobil?”
“Wah, lumayan ini sudah bisa buat kredit mobil Adi.”
Adi merasa sangat senang, akhirnya Ia bisa kredit mobil sendiri.

“Terima kasih Pakde, berkat Pakde, Adi bisa kredit mobil sendiri.”
“Tapi ingat Adi jangan sombong walaupun sudah punya mobil.”
“Bukan untuk gaya-gayaan, bukan untuk pamer, tapi bisa untuk menghasilkan uang sehingga kamu juga bisa membantu orangtuamu.”
“Kamu juga harus minta maaf dengan Ayah dan Ibumu karena sudah membuat bingung mereka.”
“Siap Pakde.”

Berkat nasehat Pakdenya, Adi dapat mempunyai mobil dengan berkat kerja kerasnya bukan karena kekayaan Ayahnya. Pakdenya mengajarkan bahwa untuk memperoleh sesuatu bukan sekedar minta dan memaksakan orangtua tetapi disertai doa dan kerja kerasnya. Adi Akhirnya merasa bahwa dirinya kurang bersyukur sudah diberikan orangtua yang sayang, peduli dan perhatian padanya. Selalu bersyukur, berusaha, dan berkerja keras adalah kunci kesuksesan seorang. Marilah kita menghormati, menyayangi dan menerima kondisi apapun keadaan orangtua kita.

Cerpen Karangan: Josua F G

Cerpen Belajar Untuk Bersyukur merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Berbahagialah!

Oleh:
Kebahagiaan itu kadang egois, mungkin kita tak akan peduli dengan siapapun yang akan terluka. Yang penting itu kita bahagia dan merasa puas. Tidakkah kita berpikir ada orang lain yang

Tombak Dalam Surat

Oleh:
Terlahir dari keluarga yang serba berkecukupan ditambah dengan tingkat pendidikan tinggi tidak membuatku merasa bangga. Sifat kedua orangtuaku yang sangat amat berbeda membuatku sukar untuk berbagi cerita. Sosok Ibu

Kehilangan Yang Sama

Oleh:
Wanita berparas ayu itu duduk tak berdaya meratapi nasibnya kala jingga datang menjelma. Butiran air mata perlahan mengalir di permukaan pipinya seiring jingga yang mengucapkan salam jumpa dari sang

Kartini Masa Kini

Oleh:
Pramugari. Pekerjaanku? Hah, sayangnya bukan. Itu hanyalah cita-citaku sedari kecil yang tentu saja tak kesampaian. Kau tahu karena apa? Karena tinggi badanku -uh sampai sekarang aku benci bila harus

The Gift of Love

Oleh:
Seorang ibu yang baru melahirkan dengan penuh kebahagiaan ingin melihat bayinya. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu,

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *