Blur

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Kehidupan, Cerpen Keluarga
Lolos moderasi pada: 9 August 2015

Mencari nafkah, setiap orang pasti harus melakukan hal itu untuk bertahan hidup, paling tidak untuk menghidupi dirinya sendiri agar tidak mati kelaparan. Sama seperti yang aku dan orang lain lakukan. Memang menyebalkan harus menurut perintah orang lain dan selalu berada di bawah tekanan hanya untuk menambah beberapa digit angka di rekening.

Tapi aku tidak membencinya, mungkin itulah hidup. Harus mengikuti jalur yang ada atau mencari jalur sendiri. Aku lebih suka mencari jalur sendiri, walaupun itu sangat beresiko karena aku tidak pernah tahu jalan mana yang akan kutemukan. Apakah aku akan tersesat di jalur yang salah atau menemukan jalur yang lebih baik yang belum pernah kulewati sebelumnya. Semuanya terlihat buram, tak pernah kulihat sesuatu yang jelas di hadapanku.

Sekarang aku sudah di sini dan masih bertarung dengan kerasnya hidup. Keputusan itu yang membawaku ke sini, keputusan yang ditentang oleh orangtuaku tahun lalu. Ibuku sangat kaget mendengar keputusanku yang baginya itu sangat mengejutkan.

“apa yang kamu bicarakan, Yusuf?! kamu sudah gila ya?!”

Aku hanya bisa terdiam mendengar pertanyaan ibuku tadi. Sekilas kulihat raut muka ibu tampak marah bercampur sedih sehingga aku tidak berani menjawab pertanyaan ibu.

“kamu tidak tahu apapun di sana, itu adalah tempat berbahaya. Ibu tidak mau hal buruk menimpa dirimu, Nak. karena ibu sangat menyayangimu.”

Lagi-lagi aku hanya bisa diam sampai Ibu selesai menasihatiku dan pergi tidur. Aku pun memutuskan untuk pergi ke kamar untuk sekedar berbaring dan menenangkan pikiran. Aku sangat mengerti bahwa Ibu sangat menyayangiku, dia hanya tidak ingin aku terluka. Tapi sampai sebegitukah? Marah dengan ekspresi yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Tidak seperti kemarahan yang sudah-sudah.

Mungkin aku anak yang bandel, tepat pukul lima pagi aku pergi ke terminal tanpa menghiraukan nasihat Ibuku semalam. Bukannya aku ingin menentang nasihat orangtua, tapi aku tidak ingin hidupku dihabiskan untuk menanam padi dan palawija. Karena mencari pekerjaan di desa terpencil seperti ini sangatlah sulit dan mungkin memang tidak ada.

Bersama Suprapto kawan baikku, aku mencari loket yang menjual tiket tujuan jakarta. Kawanku ini sangat baik dan jujur, dia bahkan memberi sedikit uang hasil kerjanya menjadi kuli bangunan untuk bekalku di Jakarta.

Bahkan dia tidak memikirkan dirinya sendiri demi membantu temannya. Padahal dia juga tidak punya apa-apa, dia hanya seorang pemuda kere, sama halnya sepertiku. Ingin sekali aku menangis terharu karena kebaikannya, tapi sengaja kutahan air mataku agar dia bisa melepas kepergian sahabatnya ini.

ADVERTISEMENT

Tiket bus ke Jakarta sudah terbeli dari uang tabunganku dan dari uang yang kuambil dari tabungan ibuku. Kuharap ibu tidak marah dengan tindakanku ini, karena aku telah meninggalkan surat permintaan maaf sebelum aku pergi.

“Yusuf, hati-hati di jakarta!” kata Suprapto sambil bersalaman denganku.
“itu pasti, aku tidak akan melupakan kebaikanmu, kawan.” jawabku dengan percaya diri, lalu masuk ke dalam bus. Kawanku itu akhirnya pulang untuk bekerja seperti biasanya.

Kulihat kursi-kursi penumpang masih banyak yang kosong, model kursi bus itu adalah 2:3, 2 kursi di sebelah kiri bus dan 3 kursi di sebelah kanan. Kuputuskan untuk duduk di kursi yang hanya muat untuk dua orang. Tak berapa lama, seorang gadis datang dan meminta untuk duduk di sebelahku.

Gadis itu sangat cantik, rambutnya panjang terurai dengan indah, senyumnya sangat manis, kulitnya putih bersih, bicaranya santun dan sopan, namanya Maya denisa. Sayangnya dia hanya berhenti di Indramayu, otomatis duduk sendiri lagi.

Dalam perjalanan aku hanya bisa duduk sambil termenung dan memikirkan bagaimana perasaan Ibuku saat membaca surat itu. Sesekali aku mencoba untuk tidur, tapi pengamen dan pengasong ini sangat berisik.

Setelah sembilan jam perjalanan dan tidak bisa tidur, akhirnya sampai juga di terminal Pulogadung. Aku pun turun dari bus sambil tersenyum lebar dan kemudian bingung. Calo bus di sini sangat kasar, tampangnya juga sangar. Berbeda sekali dengan sikap Maya denisa. Mereka memaksa calon pembeli untuk membeli tiket darinya dengan cara keroyokan. Kacau sekali keadaan di sini.

Hari mulai malam, tapi aku masih berjalan tak tentu arah sampai akhirnya terlihat sebuah tulisan, “TERIMA KOST” tertempel di gerbang depan rumah.

Tanpa pikir panjang aku langsung mengetuk pintu rumah itu dan keluarlah pemilik rumah itu.
“ada apa dek?” tanya pemilik rumah.

Aku pun menjawab pertanyaannya dengan ekspresi orang kelelahan. Setelah satu jam berbincang-bincang dengan pemilik rumah aku pun diperbolehkan untuk sewa kost dengan biaya 350 ribu per bulan. Harga yang lumayan mahal untukku.

Keesokan paginya dengan berbekal ijazah SMA kudatangi setiap kantor yang kulihat untuk mengemis pekerjaan tapi tak ada kantor mau menerima lulusan SMA. Sudah satu minggu aku mencari pekerjaan tapi hasilnya nihil. Sampai di suatu toko yang ramai pengunjung, aku pun menanyakan lowongan kerja tanpa kenal malu. Dan jawaban yang kutunggu akhirnya keluar. Pemilik toko memperbolehkanku bantu-bantu di tokonya dengan upah harian.

Tapi menjaga toko tidak semudah kelihatanya, yang paling ekstrim adalah ketika beberapa preman tidak mau membayar belanjaannya. Terpaksa kuhajar mereka sampai babak belur, ternyata cara berkelahi preman tidak seekstrim tampilannya. Padahal aku sudah takut duluan melihat tampang serta dadanannya yang mengerikan macam hantu.

Tangannya penuh tato sampai ke lengan dan bahunya, memakai kaos lengan pendek dan celana jeans yang penuh dengan robekan. Raut wajahnya pun tidak pernah tersenyum, membuat siapapun orang yang melihatnya menghindar, bahkan lari ketakutan. Untungnya aku tidak lupa jurus-jurus pencak silat yang pernah kupelajari sejak umur 6 tahun.

Tiga bulan berlalu pemilik toko mulai senang dengan kinerjaku dan dia memberikan kepercayaan yang lebih, aku pun mulai betah dan senang menjalani hari-hariku sebagai tangan kanan pemilik toko.

Seperti biasanya hari ini aku harus merapikan barang-barang dagangan. Tapi tidak tahu mengapa perasaanku sangat gelisah tanpa sebab, sampai kemudian kuterima telpon dari adikku. Pertama kali kuangkat telponnya hanya isak tangis yang kudengar, setelah beberapa lama dia pun berbicara dengan terbata-bata dan mengabarkan bahwa ayah telah meninggal tertabrak truk sesaat setelah mangantarkan adikku ke sekolah, dan jasadnya sudah tidak sempurna lagi. Aku sangat terpukul mendengarnya.

Ibu menyuruhku pulang, tapi kupikir itu tidak mungkin karena aku akan dipecat jika aku pulang ke kampung halaman. Sedangkan tulang punggung keluarga sekarang adalah aku, karena aku adalah anak pertama. Adikku yang pertama kini kelas 2 SMA, dan satu lagi masih SMP.

Aku harus bisa membiyai sekolah adik-adikku hingga tamat, karena aku tahu ibu tidak punya apa-apa lagi untuk dijual, apalagi barang berharga macam emas berlian. Aku putuskan untuk tetap tinggal dan bekerja. Aku hanya bisa mendoakan ayah dari sini tanpa pernah melihat makam ayah.

“Semoga ayah mendapatkan tempat yang layak di sisiMu ya Allah, Amin”

Cerpen Karangan: Angger Ardiansyah
Blog: www.kancilgaul.blogspot.com

Cerpen Blur merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Ketika Aku Tidak Diakui Ibuku

Oleh:
Hidup memberi banyak pengalaman.. Pengalaman yang paling tidak bisa dilupakan bahkan diterima sekalipun adalah pengalaman ketika harus menerima kenyataan yang sebenarnya dan melewati itu dengan cara kita sendiri. Kenyataan

Maaf

Oleh:
Flashback on “Aku mau kita cerai mas!” “Sarah dengarkan penjelasanku dulu.” Sayup-sayup aku mendengar suara orang yang sedang bertengkar. Aku segera bergegas turun dari kamar menuju asal suara. “Kamu

Jendela Biru

Oleh:
Semua terasa berbeda. Pagi itu penuh sesak, penuh amarah, penuh aura negatif dalam pikiran Aura. Ya pagi itu pagi dimana embun sejuk berubah menjadi sesuatu yang menyesakkan dada. Udara

Tetes Darah Terakhir

Oleh:
Hari ini adalah hari dimana Joni mendapatkan sebuah gelar di kampus tercintanya, ia berhasil menjadi lulusan terbaik di angkatannya. Ia berhasil lulus di fakultas hukum meneruskan perjuangan ayahandanya. Namun

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *