Di Balik Senja

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 19 February 2016

Terkisah dari tempat termulia di seluruh semesta dinamakan Nirwana. Di antara hamparan keindahan sang Nirwana, tampak seorang Bidadari kecil sedang duduk dalam geming, sesekali pandangannya menoleh ke sana ke mari, dari satu sudut ke sudut lain, entah apa yang ia cari. Ia melihat kupu-kupu yang berterbangan mengitari tubuhnya, melihat air terjun yang mengalir dengan suara gemuruh di antara dua bukit, dan apa saja yang dapat memikat pandangannya.

Setelah bola matanya memainkan pandang dengan jeli, kini pupil matanya membesar, tertuju pada dua orang insan yang sedang berbincang. Satu orang wanita yang berparas cantik, dan satu orang lagi pria yang berparas sangat tampan. Bidadari kecil itu terpikat kepada dua sosok insan yang sedang berbincang. Entah perbincangan apa yang mereka bicarakan, Bidadari kecil itu tidak dapat mendengarnya dengan jelas. Namun, semakin daun telinganya melebar, samar-samar ia mendengar kata “suka dan duka” dalam perbincangan mereka.

Tuhan menghampirinya, merengkuhnya dalam hangat dan membisikkan, “Wahai bidadari, tak lama lagi kau akan berada di antara suka dan duka.” Bidadari itu hanya mengangguk mendengar Tuhan berbisik kepadanya. Dan sejak saat itu ia selalu menanti janji Tuhan yang telah dilontarkan kepadanya. Waktu selalu setia menemaninya, menunggu janji Tuhan, “Kau akan berada di antara suka dan duka.”

Hingga saatnya tiba, Bidadari kecil itu terlahir sempurna dari wanita yang dahulu pernah ia lihat di Nirwana. Tangisan pertamanya jatuh dalam dekapan pria berparas tampan yang dahulu pernah ia lihat pula di Nirwana. Tentu saja, tangisan itu tangisan kebahagiaan. Dalam keluh yang tertindih pilu, wanita yang melahirkan Bidadari itu memberikan senyuman setulus air yang mengalir. Dan langsung mendekapnya dalam hangat tiada batas.

Tuhan kembali berbisik, “Wahai bidadari, berbahagialah. Ini janjiku. Kau akan berada di antara suka dan duka bersama kedua sosok yang saat ini sedang berbahagia atas kelahiranmu, dan mereka yang akan menjadi malaikatmu.” Bidadari kecil itu teramat bahagia, dua sosok malaikat itu ia sebut ibu dan bapak. “Senja” Nama itu terbungkam dari bibir cantik berwarna merah muda milik malaikat tercantik baginya. Nama yang indah nan cantik yang ibu berikan kepadanya.

Hari-hari Senja habiskan dengan berbahagia bersama kedua malaikatnya yang tulus mendekap tubuhnya, mencium pipinya, sesekali melantunkan lagu-lagu yang merdu untuk didengar. Hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, senja semakin cantik dengan bola mata berwarna coklat terang, rambutnya yang ikal, dan warna kulitnya seputih salju. Senja sudah mulai bercakap-cakap. Apa yang ibu dan bapaknya ucapkan, ia selalu mengulanginya.

Walau kata yang ia ucapkan belum begitu jelas, kedua malaikat itu tak jenuh untuk terus mengajarinya. Tak hanya mengajarinya berbicara, mereka selalu mengajarinya berjalan, bernyanyi, berlari, memegang pena, menulis aksara, dan tak semuanya bisa ku beritahu. Hingga akhirnya Senja pandai berlari ke sana ke mari, sesekali terjatuh, dan mulai fasih dalam berbicara. Tak hanya itu, Senja kini sudah pandai menghafal aksara, angka, kata-kata, bahkan memainkan pena di atas kertas.

6 tahun sudah hidup Senja diselimuti oleh kebahagiaan dari ibu, bapak, juga rinai, kakaknya senja yang usianya berbeda 5 tahun dari usianya. Satu malam, Senja merengek kepada bapak minta diceritakan dongeng. Ya, Senja memang suka mendengar bapak bercerita. Bapak memang pandai bercerita, dan sering menceritakannya kepada Senja sebelum tidur. Dalam sesak, bapak mengabulkan permintaan Senja. Bapak bercerita tentang nama yang ia dan istrinya berikan kepada putri bungsunya.

“Nak, kau tahu tidak apa keistimewaan namamu?” tanya bapak kepada gadis kecil itu.
“Apa Pak?” kembali bertanya dengan antusias.
“Senja anakku, kau begitu cantik, namamu begitu indah. Kamu tahu? Senja itu hadir hanya sesaat dalam sehari, ia hadir hanya ketika sore, ia mengantarkan petang menjelang malam. Namun, meski sesaat ia tak pernah bosan untuk hadir di keesokan harinya, dan keindahan akan semburatnya selalu membuat orang-orang terpikat.” penjelasannya.
“Apa aku semenarik itu pak?” tanyanya lagi.
“Tentu saja Nak.” jawabnya sambil mengusap ujung kepalanya.

Malam itu begitu terang oleh cahaya bintang-bintang yang menaburi gelapnya langit malam.
“Nak, kau tahu bintang?” tanya bapak kepada senja sambil memandang ke atas langit.
“Itu bintang kan Pak? Banyak sekali, aku ingin tahu berapa jumlahnya, tapi aku tak bisa menghitung bintang-bintang itu kalau jumlahnya terlalu banyak,” jawab Senja sambil memandang langit juga.
“Ada yang dinamakan bintang venus Nak, bintang itu hanya berjumlah beberapa, kau mampu menghitungnya. Namun, walaupun jumlahnya sedikit, ia mampu menerangi sebanding dengan ribuan bintang yang biasanya bertaburan di malam hari,”

ADVERTISEMENT

“Aku ingin lihat bintang itu Pak, kapan aku bisa melihatnya?”
“Bintang itu hanya ada setiap 100 tahun sekali. Kalau kau ingin melihatnya, Bapak janji, Bapak akan menemanimu melihat keindahannya. Berapa tahun pun kita harus menunggu, kita akan tetap melihatnya Nak,”
“Bapak janji ya sama Senja.” pintanya sembari memberikan jari kelingkingnya kepada bapaknya. Bapak pun memberikan jari kelingkingnya dan mengaitkan kepada jari kelingking gadis kecil itu.

Sunyi memecah keheningan malam. Senja tertidur pulas dalam dekapan pria berparas tampan, bapaknya. Bapak mengatur napasnya yang sesak. Dan menggendong putri bungsunya ke dalam rumah. Sinar gemintang ribuan bintang masuk melalui celah tirai jendela kamarnya Senja. Menemani lelapnya dalam gelap. “Kau akan berada di antara suka dan duka.” Senja terbangun, teringat akan janji Tuhan yang pernah dilontarkan kepadanya kala ia masih di Nirwana. Ia tak pernah terpikir bahwasanya Tuhan memberikan dua janji. “S-u-k-a dan d-u-k-a.” Selama udara masih bisa ia hirup dan masih ada denyut dalam nadinya, ia selalu merasa suka, tak pernah ada duka menyinggahinya.

Waktu terus mengikuti kehidupannya dengan janji-janji yang Tuhan janjikan untuknya. Hingga Senja berseragam merah-putih. Ia tak duduk di bangku TK, dan jelaslah dua malaikat hidupnya yang paling berjasa dalam memperkenalkan aksara kepadanya. Dua malaikatnya Senja tak pernah lelah untuk mengajarkan berbagai hal untuk putri-putrinya. Bapak sempat memperkenalkan puisinya yang sangat indah, yang membuat para pembaca puisi tak dapat membendung air matanya. Bapak menjelaskan kepada Senja isi puisi itu.

“Nak, maksud Bapak kau itu bunga anggreknya Bapak, Kakakmu bunga melatinya Bapak, dan Ibumu itu bunga mawarnya Bapak. Kau, Rinai, dan Ibumu adalah bunga-bunga Bapak yang paling cantik dari semua bunga yang pernah Bapak lihat, dan akan selamanya paling cantik. Dan sejauh-jauhnya Bapak pergi, Bapak akan menjaga bunga-bunga cantiknya Bapak.” penjelasan bapak yang sangat fasih kepada Senja sambil memberikan seulas senyum kepada putri bungsunya.

Senja tak dapat lagi membendung air matanya. Bulir-bulir kesedihan membanjiri pipinya kala mendengar penjelasan bapaknya yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan 2 selang infus yang diberikan dokter kepada pria berparas tampan itu. “Hey, bunga anggreknya Bapak kok malah menangis. Senja tercantiknya Bapak kok malah sedih. Kalau kau sedih, bagaimana bisa kau membuat orang-orang terpikat pada keindahanmu.” ucap bapak kepada Senja.
“Engga kok Pak, Senja cuma sedikit cengeng aja sekarang.” jawabnya sambil menyeka air mata yang membasuh wajah mungilnya.

Keadaan bapak semakin hari semakin melemah, degup-degup kegelisahan menghantui Ibu, Rinai, dan Juga Senja. Ketiga bunga cantik itu tak pernah menyerah untuk kesembuhan penjaga kecantikan bunganya. Rupanya, si empunya ketiga bunga tercantik tak mampu lagi untuk mendekap putri-putri nan cantik, keadaannya semakin melemah. Ia hanya bisa berbicara dengan isyarat kedipan mata. Pembagian raport.

Senja dan Rinai memanglah anak yang cerdas, suka bercerita, dan selalu antusias mendengarkan ketika orang lain sedang bercerita. Putri sulung dan putri bungsu itu mendapat peringkat pertama di kelasnya. Nilainya memuaskan. Senja dan Rinai tergesa-gesa pulang ke rumah, tak sabar ingin menunjukkan hasil raportnya kepada bapak. Sesampainya di rumah, ibu sedikit menghiraukan nilai raportnya. Dan segera membawa kedua putrinya menuju rumah sakit.

Ya Tuhan, lemah sekali keadaan bapak. “Sayangku, anakku.” katanya dengan samar-samar seperti suara dedaunan yang meretih terkikis api. Dengan mengecup kening kedua putrinya. Tak ada lagi kata yang terucap dari bibir si empunya bunga-bunga tercantik miliknya. Frasa itu adalah kata yang terakhir ia katakan. Langit menggelap, sayup-sayup angin bersemayam, kelopak bunga berguguran, dan ribuan air mata membanjiri akhir tahun. Tuhan tak pernah ingkar terhadap janjiNya. Duka itu akhirnya menyinggahi Bidadari kecil, bunga anggrek milik malaikat berparas tampan yang kini tugasnya telah usai. Hari itu, semburat jingga tak begitu terlihat, tertutup rintik hujan pertanda duka sang senja.

Cerpen Karangan: Mitha Fetrianti
Blog: mithafetrianti@blogspot.com
Penyuka Senja

Cerpen Di Balik Senja merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Soup Untuk Ibu

Oleh:
Aku tidak bisa masak. Tidak punya hasrat untuk belajar memasak. Bahkan sepertinya aku benci masak. Mencium bau bumbu bikin perutku mual. Aroma bawang bombay bikin aku fertigo. Aku lebih

Rahasia Ayu

Oleh:
Suatu hari, saat itu cuaca sangat cerah, dan panas menyengat sinar matahari dapat dirasakan hingga ke tulang rasanya. Terdengar suara merintih sakit yang dialami oleh anak keluarga Bapak amri.

My Brother

Oleh:
Ada satu hal yang membuat Nadine iri pada Lydia dan Zeera. Pertama, Lydia dan Zeera sama-sama punya kakak laki-laki yang menurut Nadine itu keren, cool, ramah and perhatian. Gak

Inikah Arti Semuanya?

Oleh:
Aku kembali melihat album foto berdebu yang di sana terdapat foto kami. Andai semua tak terjadi begitu cepat. Pasti sekarang kita masih berkumpul bersama. Andai kau masih ada di

Dewi Malam Seorang Ibu

Oleh:
Di pinggiran desa, hidup seorang gadis kecil bersama Ibunya. Ayah gadis kecil itu telah lama meninggalkan mereka untuk bekerja di suatu tempat yang jauh, tapi semenjak pergi sampai sekarang,

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *