Dia Tetap Seorang Ayahku

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Perpisahan, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 25 January 2014

Namaku Sofia Salsabila. Usiaku saat ini 15 tahun saat ini aku duduk di bangku kelas 3 SMP. Aku adalah anak kedua dari 3 bersaudara. Aku mempunyai seorang kakak bernama Sela Febriani dia saat ini duduk di bangku kelas 2 SMA dan aku juga mempunyai seorang adik bernama Fira Permatasari tetapi dia sudah meninggal dunia sejak 4 tahun lalu saat dia berusia 11 tahun karena kecelakaan. Kami terlahir dari keluarga yang sederhana. Papa dan bunda ku adalah harta paling berharga yang aku miliki karena papa dan bunda selalu membawa keceriaan dalam hidup kami.

Pagi ini, aku dan kakakku masih terlelap dalam tidur yang nyenyak. Suara bunda memanggilku dan kakakku.
“Sayang.. Ayo bangun kita shalat shubuh berjamaah” Panggil bunda dari balik pintu kamar.
“Iya bun.. nanti aku menyusul” jawab kakakku dengan malas. Kakakku pun langsung membangunkan aku untuk ikut mengerjakan shalat shubuh berjamaah.

Aku pun segera beranjak dari tempat tidurku dan bergegas untuk segera turun karena papa dan bunda telah menunggu. Shalat shubuh berjamaah bersama papa, bunda dan kakakku Sela adalah kewajiban yang selalu kami lakukan setiap pagi.
Seusai shalat shubuh kami pun segera bersiap-siap untuk melakukan aktivitas masing-masing. Terlihat bunda yang sedang sibuk menyiapkan makan pagi untuk kami.
“Pagi bunda sayang..” sapaku.
“Pagi sayang. Mana Kakakmu Sela dan papa kok belum turun” tanya bunda ketika aku duduk seorang diri di meja makan.
“Kak Sela masih di atas bun. Kalau papa mungkin masih bersiap-siap di kamar” jawabku.

Tak lama kemudian Kak Sela pun keluar dari kamarnya dan segera berjalan menuju meja makan.
“Pagi bunda.. Pagi adikku sayang” sapa Kak Sela.
“Pagi juga sayang. Papa mana kok sampai sekarang belum turun?” tanya bunda pada Kak Sela.
“Aku nggak tau bunda soalnya pintu kamar papa masih tertutup. Mungkin sebentar lagi papa turun.” Sahut Kak Sela.
“Kok lama sekali sih papa nggak turun-turun” ucap bunda.
“Iya nih bun, padahal perutku sudah lapar dan udah keroncongan nih” sahutku.
“Sabar sebentar ya sayang. Papamu juga sebentar lagi turun.” Jawab bunda sambil membelai rambutku dengan lembut.

Tak lama papa pun terlihat menuruni tangga.
“Pagi bunda. Pagi anak-anak papa yang cantik-cantik” sapa papa saat melihat aku, Kak Sela dan bunda telah menunggu.
“Pagi” jawab bunda, Kak Sela dan aku dengan kompak.
“Pa, kok lama banget sih cacing di perutku sudah protes nih minta makan terus” protesku pada papa dengan nada manja.
“Ya maaf sayang. Ya sudah ayo kita makan sekarang” ucap papa.
Papa pun segera memimpin doa sebelum kita makan. Setelah selesai makan papa akan mengantarkan aku dan Kak Sela untuk ke sekolah.

“Oh iya sayang kalian hari minggu besok ada acara apa nggak?” tanya papa padaku dan Kak Sela sambil mengendarai mobilnya.
“Nggak ada acara kok pa aku hari minggu besok” jawabku.
“Kalau kamu Sela hari minggu ada acara apa nggak?” tanya papa pada Kak Sela karena dia belum menjawab pertanyaan papa.
“Nggak ada juga kok pa” jawab Kak Sela sambil memainkan handphone nya.
“Ya sudah besok minggu papa mau ajak kalian jalan-jalan” ucap ayah dengan senyuman.
“Beneran pa?” sambar Kak Sela dengan semangat.
“Iya papa mau ajak kalian jalan-jalan besok minggu” jawab papa.
“Horeee. Asik ayo pa. Akhirnya aku bisa refresing juga” jawab Kak Sela dengan wajah senang.
“Loh pa, minggu kemarin kan udah jalan-jalan pa. Emang mau jalan-jalan kemana lagi? Bosen ah pa” jawabku protes.
“Huh.. dek, minggu kan emang waktunya buat weekend” protes Kak Sela.
“Rencananya papa besok minggu mau ajak kalian ke Yayasan Penyandang Anak Cacat. Kenapa Sofia nggak bisa ikut? Kalau Sofia nggak ikut berarti nggak jadi dong jalan-jalannya” ucap papa dengan wajah kecewa.
“Kenapa ke Yayasan Penyandang Anak Cacat? Mending kita ke taman Cibodas aja pa” jawab Kak Sela dengan keberatan.
“Habis papa bosen kalau jalan-jalan keluar cuman buat weekend doang, mending ke Yayasan Penyandang Anak Cacat lebih seru disana banyak orang-orang yang bisa kita buat bahagia udah gitu kita dapat pahala pula” ujar papa.
“Ide bagus tuh pa. Kita juga udah lama nggak kesana, kalau kesana sih aku semangat pa” jawabku dengan semangat.
“Yah.. ke Yayasan, mau nggak mau harus ikut” jawab Kak Sela dengan wajah sedikit cemberut dan sudah tak bersemangat lagi.
“Sayang, kita kan juga harus berbagi sama orang lain” ujar papa sambil mengelus rambut Kak Sela.
“Iya pa” jawab Kak Sela dengan senyuman.

Tak terasa aku pun sudah sampai di gerbang sekolah. Aku segera berpamitan pada papa dan keluar dari mobil.
Papa pun segera melajukan mobilnya lagi untuk mengantar Kak Sela.

Waktu terus berjalan pelajaran terakhir di kelas IX B yaitu Bahasa Indonesia. Di sisa pelajaran kami semua disuruh Pak Sutrisno guru Bahasa Indonesia untuk membuat cerita tentang sosok seorang ayah bagi kami. Dengan penuh semangat dan tanpa ragu aku pun langsung menuliskan semua isi pikiran dan hatiku tentang sosok seorang ayah. Tak terasa kini giliran aku untuk maju ke depan dan tanpa ragu aku pun langsung maju ke depan kelas.
“Saya akan menceritakan sosok seorang Wisnu Perdana yaitu seorang papa saya. Beliau adalah seorang sosok papa yang menjadi pelabuhan hati aku untuk mengadu. Segala perjuangan yang papa lakukan selama ini hanya untuk aku, kakakku, dan bundaku. Papa adalah teladan bagiku. Aku ingin seperti papa yang selalu membawa kebahagiaan, canda, tawa di sisi kami. Papa tak pernah gentar menggoreskan senyuman di bibir kami. Tak pernah terbayang oleh ku bila papa harus pergi dalam hidupku. Mungkin lebih baik aku yang pergi terlebih dahulu agar aku tidak pernah merasakan betapa sakitnya kehilangan papa. Papa kau segalanya untukku jangan pernah berubah sedikit pun dan tetap bersama kami disini. Anugrah terindah yang Tuhan berikan kepadaku yaitu ketika aku terlahir di keluarga ini. Mempunyai papa dan bunda yang begitu sempurna untukku yang mengajarkan aku untuk menjadi yang terbaik untuk semua orang. Inilah sosok papa bagiku terima kasih” ucapku memaparkan tulisan yang telah aku buat.

Suasana kelas pun menjadi ramai karena sambutan tepuk tangan dari teman-temanku. Terlihat Pak Sutrisno yang tersenyum mendengar hasil tulisan aku.
Bel tanda usai pelajaran pun berbunyi. Aku bersiap untuk pulang ke rumah. Namun ketika aku hendak pergi melangkah keluar kelas. Terdengar suara Pak Sutrisno memanggil ku.
“Sofia” panggil Pak Sutrisno.
Panggilan Pak Sutrisno menghentikan langkahku dan aku segera menghampiri Pak Sutrisno.
“Ada apa pak?” tanyaku pada Pak Sutrisno.
“Tulisan kamu tadi bagus sekali. Bapak ingin kamu membawakan tulisan kamu saat pembagian rapot. Kamu bisa menambahkan tulisan kamu lagi. Kamu mau kan?” ucap Pak Sutrisno pada Sofia dengan penuh harapan.
“Hmmmm.. gimana ya pak? Saya nggak percaya diri untuk membawakan tulisan ini di depan orang banyak pak” jawabku ragu.
“Kenapa harus tidak percaya diri tulisan kamu itu bagus sekali. Bapak hanya ingin memberikan contoh pada teman-teman kamu yang lainnya agar mereka bisa menghargai kedua orangtua mereka dan bapak juga ingin menunjukan pada orang tua wali nanti bahwa begitu berharganya mereka dan betapa pentingnya support mereka bagi anak-anak mereka untuk bisa melangkah maju ke depan” jelas Pak Sutrisno meyakinkan Sofia.
Aku hanya terdiam penuh keraguan mendengar ucapan Pak Sutrisno tadi. Melihat diriku terdiam Pak Sutrisno pun berkata ”Bapak yakin kamu bisa, masa kamu nggak yakin sama diri kamu sendiri! Tenang bapak akan mengajarkan kamu intonasi pembacaan tulisan ini, biar nanti ayah dan ibu mu tambah bangga melihat penampilan kamu. Karena bapak ingin kamu terlihat perfect di penampilan ini”.
“Oke pak saya sanggup” jawabku penuh semangat.
“Nah gitu. Mulai besok kamu akan saya latih. Sekarang kamu bisa pulang dan kalau bisa tulisan kamu ditambahin lagi” ujar Pak Sutrisno.
“Siap pak” jawabku sambil melangkah meninggalkan Pak Sutrisno dan berpamitan.

Malam ini selesai makan malam, Tanpa membuang waktu aku pun bergegas untuk menyelesaikan tulisanku yang akan ku tambahkan sesuai amanat Pak Sutrisno tadi.
“Sayang, mau kemana semangat amat” tanya bunda ketika melihat aku begitu bersemangat melangkah meninggalkan meja makan.
“iya nih.. mau kemana putri papa yang cantik” sambar papa mengulangi pertanyaan bunda.
“Aku mau ke kamar, mau ngerjain tugas“ jawab ku tersenyum.
“Oo.. ya udah sana kerjain tugasnya” ucap papa.
“Oh iya sayang jangan malam-malam ya tidurnya. Ingat waktu” ucap bunda mengingatkan aku.
“Oke bunda” jawab ku sambil mengacungkan jempol.

ADVERTISEMENT

Aku pun bergegas menuju kamarku. Lalu ku goreskan penaku ke dalam kertas untuk menulis semua yang aku rasa kan dan aku pikirkan. Aku baca kembali dan tak kala aku pun menghapus kata-kata yang kurang nyambung lalu aku ganti oleh kata-kata yang lebih pantas. Tanpa terasa jam di kamarku menunjukan pukul 10 malam. Aku pun menghentikan tugas ku lalu tidur, terdengar suara bunda membuka pintu kamar ku. Untuk memastikan aku telah selesai mengerjakan tugas ku. Ketika melihat aku yang sudah terbaring bunda menghampiriku dan mencium lembut keningku lalu mematikan lampu kamarku dan pergi meninggalkanku.

Siang ini seusai pulang sekolah Pak Sutrisno menunggu ku untuk berlatih. Sebelum latihan aku pun memberitahukan pada Kak Sela bahwa hari ini aku tak bisa ikut pulang dengannya karena ada urusan,. Tak ada satu pun yang tahu bahwa aku akan tampil nanti di acara pembagian rapot selain Pak Sutrisno karena aku ingin memberi kejutan pada papa, bunda dan kakakku. Aku ingin ini semua menjadi benar-benar sebuah kejutan.

Hari berganti hari tanpa lelah aku terus berlatih, agar aku bisa menampilkan yang terbaik nanti. karena aku ingin semua bangga terhadapku dan tanpa menggoreskan sedikit pun rasa kecewa terutama pada Pak Sutrisno yang telah memberikan kepercayaan pada diriku. Biasanya aku selesai latihan pukul 5 sore, setelah sampai di rumah aku mandi, shalat magrib, mengaji, makan malam, lalu shalat Isya’, dan setelah itu aku belajar hingga aku tertidur dan terbangun menjelang pagi saat adzan shubuh berkumandang. Tanpa terasa kini aku sudah begitu jarang berkumpul dengan keluarga ku.

Malam ini aku terbangun dari lelapnya tidurku. Aku melihat waker di kamarku menunjukan pukul 2 pagi. Namun rasa ingin ke kamar mandi tak dapat aku tahan, dengan rasa kantuk yang menggelayut di mataku, aku pun beranjak dari tempat tidurku dan ku buka pintu kamar. Aku turuni anak tangga satu persatu untuk menuju kamar mandi yang berada di bawah. Namun langkahku terhenti ketika aku melihat sosok seorang wanita yang aku kenal sedang tertidur pulas di sofa ruang keluarga. Aku pun segera menghampiri sosok wanita itu dan ternyata itu adalah bunda.
“Kok nggak biasa-biasa nya bunda tidur di sofa, papa kemana ya?” gumamnya di dalam hati begitu bingung melihat bunda tertidur pulas di sofa.

Rasanya aku nggak tega harus membangunkan bunda yang begitu pulas tertidur tetapi aku juga nggak tega bila harus melihat bunda tertidur di sofa ini. Tanpa ragu aku pun melangkah ke kamar bunda untuk mengambilkan selimut dan bantal untuknya dan memakaikan bantal dan selimut pada tubuh bunda. Akhirnya aku putuskan untuk menemani bunda tidur di sofa.

Pagi ini bunda membangunkan aku yang tertidur pulas di sofa.
“Sayang bangun sudah pagi” ujar bunda membangunkanku dengan duduk di sampingku.
“Iya bunda” jawabku dengan nada masih mengantuk.
“Sayang kenapa kok kamu tidur di sofa?” tanya bunda sambil mengelus rambutku.
Aku pun segera beranjak dari posisi tidurku sambil berkata pada bunda “ya bun, habis bunda tidur di sofa dan aku nggak tega untuk membangunkan bunda. Ya sudah akhirnya aku temenin bunda tidur di sofa” jawabku.
Mendengar perkataanku bunda pun langsung memeluk aku dengan erat. Aku pun langsung melanjutkan perkataanku “kenapa bunda tidur di sofa kenapa nggak di kamar?”
Bunda hanya terdiam mendengar ucapan ku dan melepaskan pelukannya, sambil memegang tangan bunda aku pun berkata “bunda kenapa sih kok diam aja! Kan aku nanya sama bunda”
Bunda pun menjawab “Bunda nggak apa-apa kok sayang” sambil mengalihkan pembicaraan bunda pun berkata “Ya sudah sayang kamu segera ambil air wudhu dan kita segera shalat shubuh bersama. Oh iya tolong bangunkan kakakmu juga ya sayang” ucap bunda sambil membelai rambutku dan meninggalkan aku.
Sambil aku berjalan ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu aku pun berfikir sebenarnya apa yang terjadi dengan bunda. Namun aku tak bisa memaksa bunda untuk cerita kepadaku.

Setelah shalat shubuh bersama. Kak Sela bertanya pada bunda “Bun, papa mana kok dari tadi aku nggak melihat papa sama sekali?”
“Papa ada urusan sayang” jawab bunda dengan singkat.
“Urusan apa bun? Papa berangkat jam berapa atau papa nggak pulang? Tanya Kak Sela.
Bunda pun hanya terdiam ucapan Kak Sela aku sangat menanti jawaban bunda karena itu merupakan pertanyaanku yang tadi ingin aku ucapkan pada bunda.
Bunda pun akhirnya menjawab “Papa pergi tadi saat kalian masih tidur, papa nggak sempat pamit karena ada urusan mendadak” jawab bunda dengan gugup.
“Terus papa tadi pulang jam berapa?” tanyaku.
Sambil menatapku bunda menjawab “Papa pulang jam 10 sayang kan kamu sudah tidur”
Aku tahu bunda bohong karena saat aku mengambilkan selimut dan bantal di kamar bunda tidak ada orang sama sekali. Tapi aku tersadar tatapan bunda tadi kepadaku untuk menyuruh aku membungkam tentang apa yang terjadi kepada Kak Sela agar dia tidak berfikiran apa-apa tentang papa.

Aku pun segera bergegas untuk berangkat ke sekolah. Di perjalan ke sekolah aku masih memikirkan tentang bunda. Sebenarnya ada apa dengan bunda dan papa? Apa mereka berantem. Tapi kenapa bunda tidak cerita kepada aku? Padahal aku sangat khawatir dengan bunda. Tak menyangka aku pun telah meneteskan air mataku aku tak bisa menahan air mata ini dan aku terus terisak dalam tangisanku. Tapi aku mencoba untuk menghentikan tangisanku karena aku telah sampai di depan sekolah. Aku pun langsung menghapus bekas air matak dengan tissue dan membayar taksi dan segera keluar dari taksi.

Saat pelajaran masuk aku tetap tak bisa konsen dengan pelajaran aku terus memikirkan bunda. Tak lama kemudian mataku berkunang-kunang dan aku sudah tak sadarkan diri. Saat aku sadar ternyata aku sudah berada di UKS. Petugas UKS pun meminta aku untuk pulang dan akhirnya aku pulang dengan diantar oleh satpam sekolah. Sesampainya di rumah aku bertemu dengan papa. Aku pun bertanya “Pa, kenapa semalam nggak pulang?”
“Papa ada urusan. Kenapa kamu kok udah pulang jam segini?” jawab papa.
“Aku agak nggak enak badan pa. Jadi aku milih pulang saja buat istirahat” jawabku dengan penuh kesedihan.
“Ya sudah sayang sana masuk. Papa mau pergi ada urusan. Istirahat yang cukup ya sayang” ujar papa langsung bergegas masuk mobil dan melajukan mobilnya.

Aku pun masuk ke dalam rumah saat aku mengucapkan salam tidak ada yang menjawab salamku. Aku pun bergegas menuju kamar bunda. Saat aku membuka pintu kamar bunda aku melihat bunda sedang menunduk sambil menangis di pinggir tempat tidur. Aku pun langsung menghampiri bunda dan bertanya “Bunda kenapa menangis? Apakah karena papa bun?”
Bunda hanya melihat aku sekilas dan mengalihkan pandangannya kemudian bunda pun menangis kembali. Aku langsung memeluk bunda dengan erat. Dan aku bertanya kembali kepada bunda “Bun, sebenarnya ada apa sama bunda? Kenapa aku nggak mengenal bunda yang ceria tapi justru aku mengenal bunda yang sedih terus? Kemana keceriaan bunda? Ayo bunda cerita sama aku sebenarnya ada apa?”
Bunda hanya menjawab dengan singkat “Bunda tidak apa-apa sayang. Bunda baik-baik saja” bunda pun tersenyum kepadaku tapi aku tahu bahwa senyuman bunda sebenarnya adalaah senyuman terpaksa bukan senyuman tulus dari dalam hati.
“Bunda bohong kan sama aku?” tanyaku dengan mata berkaca-kaca.
“Nggak sayang bunda nggak bohong” jawab bunda.
Aku pun segera meninggalkan bunda karena aku tahu bunda ingin menenangkan dirinya. Aku pun langsung meninggalkan bunda sendiri di kamar.

Saat makan malam papa pun tak terlihat ikut makan bersama aku, Kak Sela dan bunda. Aku kembali bergumam sebenarnya ada apa dengan papa dan bunda? Kenapa papa sekarang jarang meluangkan waktunya untuk keluarga padahal dulu sesibuk apa pun papa, papa masih menyempatkan waktu buat keluarga walaupun itu hanya sebentar. Setelah makan malam pun aku langsung pergi menuju kamar untuk segera istirahat.

Keesokan harinya aku bergegas segera mandi karena papa kan sempat bilang bahwa hari ini papa akan mengajak ke Yayasan Penyandang Anak Cacat. Setelah aku selesai mandi aku meliihat papa sedang mengobrol dengan Kak Sela. Aku pun segera menghampiri papa dan berkata “Pa hari ini jadi kan jalan-jalannya?”
Papa pun menjawab “Maaf sayang papa ada acara dan sebentar lagi papa harus pergi karena buru-buru”
Dengan kecewa aku dan Kak Sela pergi meninggalkan papa.

Akhirnya aku kembali ke kamar dan menutup mataku dengan bantal agar Kak Sela dan bunda nggak melihat aku menangis.
Aku tak menyadari bahwa aku telah ketiduran sampai pagi. Aku pun segera mengambil air wudhu untuk shalat. Setelah shalat aku segera bergegas seperti biasa untuk berangkat ke sekolah tapi hari ini aku sangat bersemangat karena hari ini adalah pengambilan rapotku dan aku akan mempersembahkan puisi untuk mengisi acara nanti.

Aku pun segera berangkat sekolah tetapi aku tidak berangkat bersama dengan orangtuaku karena aku harus menyiapkan untuk penampilanku nanti.
Acara pengambilan rapot pun akan segera dimulai tetapi papa belum datang sampai saat ini. Tak lama kemudian bunda dan Kak Sela datang tapi mereka datang tanpa papa. Aku pun segera menghampiri mereka dan aku pun bertanya “Bun, papa mana?”
Bunda hanya berbisik di telingaku “Papa nanti datang terlambat sayang karena ada urusan”
Aku pun mengajak bunda dan Kak Sela untuk duduk di kursi.

Tak lama kemudian acara dimulai tapi papa belum juga datang. Rasa kecewa di hatiku mulai tumbuh tapi aku berusaha bersikap biasa. Namaku pun dipanggil untuk membawakan puisi yang dari kemaren aku siapkan.

“Saya Sofia Salsabila. Saya duduk di kelas IX akan membawakan puisi untuk semua ayah yang kami cintai”

Ayah…
Kaulah tempat yang menjadi pelabuhan hatiku untuk berkeluh kesah
Seorang pejuang yang tak pernah menyerah
Yang tak pernah merasa getar untuk menggoreskan senyuman di bibir kami
Dan tak pernah merasa lelah untuk memberikan yang terbaik untuk kami
Ayah…
Andai kau tau betapa berartinya dirimu bagiku
Betapa sangat berharganya dirimu bagi ku
Dan kehadiranmu yang selalu ku tunggu
Ayah…
Temanilah aku hingga akhir hidupku
Janganlah pernah berubah sedikitpun
Jangan tinggalkan aku
Berjanjilah ayah
Tuhan…
Jagalah selalu ayah ku
Lindungi selalu ayahku
Dan selamatkan ia selalu
Tuhan…
Ijinkan aku untuk bisa membuatnya bahagia
Ijinkan aku untuk bisa membuatnya bangga
Ijinkan aku untuk bisa menggoreskan senyum kebahagian dan kebanggan di bibirnya
Tuhan…
Sampaikan padanya bahwa aku butuh dia
Bahwa aku mencintainya
Bahwa aku tak akan menjadi apa-apa tanpanya
Tuhan…
Sungguh ku berterima kasih padamu
Atas semua kebahagiaan ini
Atas semua anugrah terindah yang kau berikan ini
Dan terima kasih kau berikan aku ayah dan bunda yang luar biasa
Terima kasih untuk semuanya
Ayah…
Kau lah pahlawanku
Kau lah idola ku
Dan kau lah teladanku
Terima kasih ayah
Ucap cinta ku padamu
Sepanjang masa

Terlihat bunda yang menangis di kursi penonton. Aku tahu pasti bunda merasakan hal yang sama denganku saat ini. Setelah aku selesai membacakan puisi Pak Sutrisno pun langsung menyambut dan mendatangiku dengan wajah yang senang. Pak Sutrisno pun langsung memelukku dengan erat.
“Tolong antarkan bapak pada ayahmu” ucap Pak Sutrisno.
Aku pun langsung tertunduk dan menangis di pelukan Pak Sutrisno sambil menjawab dengan nada terisak “Papa nggak bisa datang pak. Makanya aku sangat kecewa karena papa nggak mendengarkan puisi yang aku bawakan saat ini”
“Kamu tak boleh menangis dan bersedih walaupun papamu nggak bisa datang tapi papamu pasti bangga melihat kamu saat ini” jawab Pak Sutrisno seraya menghapus air mataku.
Bunda pun langsung berdiri dan berkata “Bunda bangga sama kamu sayang. Bunda yakin kalau papa mu saat ini datang pasti akan senang melihat kamu membawakan puisi itu”
Aku pun langsung tersenyum dan tak bersedih lagi setelah bunda berkata seperti itu walaupun aku tahu bahwa bunda bilang seperti itu hanya agar aku tidak terus bersedih.

Pengumuman ranking pun segera dibacakan. “Aku tidak tahu akan mendapatkan ranking berapa tapi aku berharap bisa mendapat ranking 5 besar” gumamnya dalam hati.
Nama Sofia tidak ada dalam ranking yang sedang disebutkan tetapi setelah pembacaan ranking 1 ternyata nama Sofia lah yang disebut.
Aku pun langsung berteriak karena senang dan langsung memeluk bunda dan Kak Sela dengan erat. Aku segera maju untuk menerima hadiah dan piala. Aku sangat senang mendapat ranking 1.

Tetapi setelah aku sampai rumah aku tidak sengaja mendengar pembicaraan papa dan bunda di kamar yang terdengar sedang marah-marah.
Aku mendengar bahwa papa sekarang sudah mempunyai sosok wanita lain tetapi wanita itu bukan bunda.
Aku terus mendengar pembicaraan mereka dengan menangis tapi aku mencoba untuk tidak terisak. Aku mendengar bahwa papa juga akan menceraikan bunda.
Setelah aku mendengar semuanya. Aku melihat papa menampar bunda dengan keras dan emosi ku langsung memuncak. Aku menghampiri papa dan bertiak padanya. Aku tak ingin bunda disakiti dan aku berkata “Kalau papa mau ceraikan bunda ya sudah aku juga tak ingin mempunyai seorang papa yang udah menyakiti hati bunda apalagi melakukan kekerasan! Aku benci papa! Silahkan papa pergi dan aku tak butuh uang kiriman papa! Kalau papa ingin menikahi wanita yang papa maksud silahkan! Aku dan Kak Sela juga gak butuh seorang papa! Lebih baik aku dan Kak Sela kehilangan papa daripada aku kehilangan bunda!
“Udah kurang ajar ya kamu sekarang!” ujar papa dengan nada marah.
Kak Sela yang sudah mendengar pembicaraan aku, papa bunda segera menghampiri papa dan berkata “Ya kita gak butuh papa. Kita Cuman butuh bunda yang sayang sama aku. Aku nggak butuh kasih sayang papa dan uang papa. Aku, Sofie dan bunda bisa hidup tanpa papa. Sekarang buat apa papa masih disini. Kenapa papa nggak segera pergi!”
“Papa cuman mau ambil barang-barang papa dan rumah ini akan segera papa jual!” jawab papa.
“Aku juga gak butuh barang-barang pemberian papa. Akan aku kembalikan semuanya ke papa!” sambarku.

1 bulan kemudian…
Saat ini aku, Kak Sela dan bunda tinggal di Bandung dan aku sudah pindah sekolah. Aku sudah mempunyai tempat tinggal hasil usahaku dan Kak Sela. Walaupun nggak bagus-bagus amat kaya dulu. Yang penting ada bunda yang selalu menemani kita. Inilah sebuah keluarga yang saling menjaga dan menghargai.
Dan inilah cinta nggak perlu punya keluarga yang sempurna. Tapi kesempurnaan itu sendiri akan hadir, ketika kita bisa menghadapi semua masalah bersama-sama dan tidak membiarkan seseorang terus terluka demi kebahagian yang menjadi sebuah fatamorgana. Karena kebahagian tercipta dengan adanya rasa CINTA…

Cerpen Karangan: Novitasari Putri
Facebook: novitasariputri28[-at-]gmail.com

Cerpen Dia Tetap Seorang Ayahku merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Antara Cinta dan Persahabatan

Oleh:
Mentari dan rembulan, mereka tak pernah bertengkar, mereka tak pernah bertabrakan saat muncul di langit, mereka tak bersahabat tapi saling melengkapi. lalu bagaimana dengan persahabatan di bumi? mereka selalu

Cerita Tentang Sahabatku

Oleh:
Sahabat adalah segalanya dalam hidup. Dia yang selalu memberi kita semangat, perhatian, cinta dan kasih sayang. Aku akan menceritakan kepada kalian tentang sahabatku. Dia sangat baik, sosok yang periang,

Broken

Oleh:
Ini cerita tentang betapa bisingnya setiap hari di rumahku. Suara piring yang pecah, hantaman ke dinding yang kuat dan teriakan keras dari dua orang yang sedang bertengkar, memperdebatkan sesuatu

Kisah Tentang Musim Dingin

Oleh:
Delapan tahun yang lalu… Aku merasakannya… saat rasa dingin yang membekukanku ini semakin parah… kau datang dengan kehangatanmu,… dan membantuku menemukan harapan. — Pagi itu salju berjatuhan dengan deras.

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *