Ghysophilia

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 12 December 2014

Hidup tanpa jantung, bagi orang mungkin hidup tanpa jantung itu hanyalah ilusi belaka, mereka berasumsi bahwa jantung adalah inti dari tubuh manusia yang apabila tanpanya manusia takkan dapat hidup, tetapi pendapat mereka itu salah besar. Ada kalanya kita harus mempercayai akan adanya sang pencipta, yang dapat melakukan segala hal sekehandaknya.

Hari-hari kujalani dengan aktifitas yang monoton tanpa hiasan dan canda. Menikmati sisa hidup dengan nafas tersengal dan butir-butir pil perpanjang hidup. Munurut orang-orang aku adalah orang yang paling beruntung di dunia karena terlahir di keluarga yang sangat berkecukupan, menurut mereka uang adalah kunci dari kebahagiaan itu sendiri, tetapi mereka tidak memikirkan efeknya, efek dari memiliki kebahagian yang lebih yaitu kepedihan yang lebih pula. Mereka terus berusaha melakukan segala macam hal untuk memperkaya diri dengan harapan untuk mendapatkan kenyamanan hidup yang tanpa mereka sadari mereka telah mengundang racun yang paling mematikan di seluruh dunia yang meskipun tanpa riset-riset penelitian kedokteran dapat dibuktikan benar adanya.

Seringkali terlintas di benakku apa alasan tuhan menciptakanku, untuk apa dia menciptakan sampah sepertiku yang hanya menjadi beban orang terkasihku. Untuk apa aku hidup?, adalah pertanyaan terbesar yang terus memayungi laraku.
Setiap manusia yang berakal pasti mempunyai sesuatu yang disebut harapan, tetapi apa itu harapan?, apa harapan itu hanyalah angan semu yang tak tertuju artinya. Harapan, pantaskah sampah sepertiku memilikinya?. Detik silih berlalu membuka lembar demi lembar kalender yang kian menipis, menyisakan jerit batin yang menggantung dalam asa.
“Haahh.. musim panas lagi” lirihku disertai helaan nafas berat yang sama sekali tidak mengubah keheningan mencekam dalam mobil yang kini kutumpangi.

Seperti hari-hari biasanya hari ini berjalan sangat membosankan ditambah lagi dengan pegantian musim yang sudah seperti surat teror yang seolah mengatakan bahwa sebentar lagi jerit kesakitan akan memenuhi hari-hariku. Dan memang benar adanya, kemoterapi yang begitu menyakitkan telah berada di depan mata siap akan semua sakit yang akan diberikan padaku. Andai kemoterapi hanyalah sekedar tambahan?, andai aku dapat diwakili untuk melakukan kemoterapi?, adalah angan semu yang menggantung di laraku. Sesekali ketika ku sedang bersama ibu, aku menanyakan berbagai hal yang kesekian kalinya hanya dibalas dengan jawaban singkat darinya.
“Ibu.. kapan aku akan sembuh?”
“Nak.. kesembuhanmu tergantung dari usahamu untuk sembuh, dan yakinlah kalau kami akan selalu mendukungmu”
Entah untuk yang keberapa kalinya hanya jawaban itulah yang selalu terlontar dengan indahnya dari mulut ibu, yang tanpa kusadari telah menjadi tiang angan tabuku. Tetapi hanya itukah?.

Dengan kepala tertunduk ku terus belai memoriku, memutar kaset rusak lara perobek hati. Di kala inilah hatiku akan terus meraung-raung memanggil kematian, menjerit-jerit akan sakit yang mendera. Kapan kematian akan datang menghampiriku?, berapa lama lagi aku harus menunggu? Adalah pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi lembaran kisahku. Hah.. untuk apa lagi aku meminta kematian?, tanpa kupintapun kematian pasti akan merengkuhku dalam keabadian terbukti dengan tervonisnya diriku untuk merelakan inti tubuhku karena telah tak terpakai lagi seolah sedang membahas membuang sampah yang tak terpakai lagi dengan santainya dokter itu mengatakan padaku dan kedua orangtuaku untuk meminta persetujuan orangtuaku untuk mengangkat jantungku.
“Maaf, tapi kami menyarankan anda untuk segera memberi kami ijin mengangkat jantung dari saudari Ashna yang sudah tidak bisa diharapkan lagi, meskipun saat ini jantung Ashna masih bisa difungsikan tetapi itu tidak menjamin untuk kedepannya”
Vonis sang dokter yang dengan suksesnya mambuat kedua orangtuaku membulatkan kedua matanya sekaligus menambah beban baru yang menindih pundak mereka. Sungguh hanya inikah yang mampu kulakukan?

Cerpen Karangan: Andi Mardhotilla
Facebook: Andi Mardhotilla
Nama lengkap penulis, yaitu Andi Mardhotilla, lahir di Pinrang, Sulawesi Selatan. Pada tanggal 9 September 1999 dari pasangan Bapak Aris dan Ibu Andi Ratna. Penulis berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, dan bersekolah di SMAN 3 UNGGULAN PINRANG. Kini penulis beralamat di Pinrang, Sulawesi Selatan.

Cerpen Ghysophilia merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Mimpi Baru

Oleh:
“Kak, papa bawain makanan kesukaan tuh buat buka nanti” papa meletakkan makanan yang ia bawa di dalam piring, lantas beralih ke depan tv. “Iya, makasih pa,” jawabku. Keluargaku tinggal

Perjalanan Silatku

Oleh:
Burung berkicau matahari memamerkan keindahannya, aku bergegas menuju ke sekolah. Istirahat pun tiba kakak kelas osis sosialisasi di kelas kelas tentang memilih ekstrakulikuler apa yang diminati tidak ketinggalan kelasku

Cucu Kakek

Oleh:
Tak terasa usia Dewi sudah berkepala tiga. Dia terlalu sibuk bekerja sehingga melupakan urusan cinta. Baginya, mungkin itu bukan soal, tapi bagi orangtuanya itu masalah. Di masa pandemi covid

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *