Jendela Hatiku

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Keluarga
Lolos moderasi pada: 20 October 2015

Mungkin kalian tidak mengerti mengapa aku menamakan jendela? Sebelumnya kenalkan namaku Bintang Maharani. Panggil saja Bintang. Aku suka duduk di jendela, melihat keindahan alam. Aku suka Bintang di langit dan berharap bisa menaikinya esok besar. Maksudnya aku pengen menggapai cita citaku. Aku pengen berjumpa dengan bunda yang sudah meninggalkanku setahun yang lalu. Aku ingin berjumpa dengan nenek yang selalu merawatku. Aku ingin hidupku enak, seperti halnya anak-anak lain yang bisa merasakan lezatnya ayam.

“Bintang, Ayah mau pergi melaut dulu Jaga dirimu baik-baik..” Pinta Ayah.
“Tapi Ayah, hari ini cuacanya tidak bagus untuk melaut Bintang dengar dari radio kalau akan terjadi badai” jawabku khawatir.
“Kalau Ayah tidak melaut kita tidak bisa makan Bintang” jawab Ayah. “bukankah kamu suka dengan bintang di atas langit sana? Bintang itu selalu berkelap-kelip. Bintang menggambarkan lambang kesuksesan. Ayah pengen Bintang jadi bintang yang dapat menebarkan keberkahan bagi semua orang” kata Ayah bijak.

“Tapi, paling nggak Ayah pergi sama Pak Dede kan untuk menemani Ayah?” tanyaku.
“Pak Dede lagi sakit. Makanya Ayah melaut untuk cari makan sama uang untuk membantu Pak Dede” jawab Ayah.
“Hati-hati loh yah. Jangan pulang terlalu malam…”
“Iya..” Ayah segera mengambil peralatannya dan segera pergi meninggalkanku.
“Ayah berangkat dulu yaa..”
“Iya..”

Aku hanya termenung memandang kepergian Ayah. Sebenarnya aku agak was-was. Kalau ada kecelakaan bagaimana. Lagi pula Ayah punya penyakit paru-paru basah.
“Jadilah bintang yang selalu menebarkan keberkahan bagi semua orang, Bintang” Kata-kata Ayah itu selalu menghiasi pikiranku.
“Ah sudahlah. Mending aku bobo..” Pikirku. Aku pun langsung terlelap di tengah dinginnya malam.

Kukuruyukk!! Suara ayam jago di dekat rumahku terdengar keras. Suara itu membangunkanku dari tidurku yang nyenyak. Di mana Ayah? Biasanya Ayah sudah mulai memetik daun singkong untuk direbus, tapi kok tidak ada. Rumahku terasa sunyi. Tiba-tiba seorang Ibu-Ibu masuk ke rumahku.
“Bintang!! Ayah kamu tadi malam kecelakaan setelah ada badai, perahunya terbalik. Ayah kamu sudah ditemukan. Tapi setelah ditemukan Ayah kamu menghembuskan napas terakhirnya karena banyaknya air yang masuk ke dalam tubuhnya. Ayah kamu menitipkan surat terakhirnya..” Jelas Ibu yang sangat ku kenal itu. Dia Ibu Sari yang selalu membantu kami.

“Sekarang di mana Ayah berada?” tanyaku sambil terisak.
“Ayahmu sudah dimandikan dan dikafani. Sekarang mau dikuburkan di samping makam Ibu kamu. Kamu mau ikut?” tanya Bu Sari iba.
“Iya, Bintang mau nganterin Ayah ketemu Bunda..” Kataku sambil terus menangis.
“Ya..Ya.. Sudah. Ceepat, ganti baju,” jawab Bu Sari terbata bata sambil ikut terisak.

Aku segera berganti baju dan langsung ikut Bu Sari menuju musala tempat Ayah disalatkan. Aku terisak melihat tubuh kaku Ayah yang membiru. Ku cium pipi Ayah untuk yang terakhir kalinya. Bu Sari dan Ibu-ibu lainnya memelukku dengan iba. Banyak orang yang peduli kepada kami. Tapi Ayah tidak mau memberitahu penyakitnya kepada orang lain. Masyarakat tetangga kami sangat peduli pada kami. Walau mereka kadang tidak memberi bantuan kepada kami.
“Aku sayang Ayah. Ayah!! Jangaan pergggiii!!!” kataku sambil terisak ketika melihat Ayah dimasukkan ke dalam liang kubur. Aku menangis.

Sepuluh tahun kemudian. Setelah kepergian Ayah, aku diasuh oleh Bu Sari. Aku disekolahkan hingga universitas. Tapi, alhamdulillah. Aku mendapat beasiswa S3 ke Amerika. Ku ajak serta Bu Sari tinggal di sana. Kini namaku berubah menjadi, Prof. Dr. Bintang Maharani Spd. Ma. Gelar yang sangat membahagiakan dalam hidupku. Aku kini menjadi seorang profesor di salah satu universitas ternama di Amerika. Tapi tidak pernah melupakan masa kecilku, tempat tinggalku, tanah tercintaku, Bangka Belitung.

“Jadilah bintang yang selalu menebarkan keberkahan bagi semua orang, Bintang” Tak akan ku lupakan kisahku dan kata-kata Ayah yang selalu menghiasi pikiranku.

Cerpen Karangan: Maura Zahra Devani
Blog: coretankecilmaura.blogsopot.com
Facebook: Maura Zahra Devani
Hai teman-teman!! Ini cerpen pertamaku. Jelek gk sih? Aku kelas lima di MIN Jejeran. Umurku 11 tahun. Selamat membaca. 🙂

ADVERTISEMENT

Cerpen Jendela Hatiku merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Cinta Yang Lebih Besar

Oleh:
Mataku menatap lesu ke arah luar jendela kamar, memandangi dedaunan yang menunduk tertimpa setetes demi setetes air hujan. Petir saling sahut menyahut bergemuruh di langit, tidak ada panas menyengat

Ratapan Anak di Luar Nikah

Oleh:
Sehabis pulang kerja Marni tampak sangat berang karena lantai kamar mandi rumah kontrakannya sangat becek malah kamar mandi itu banjir air baknya luber sampai setengah lantai kamar mandi itu

Iku (Pergi)

Oleh:
Suara begitu meriah walau di sini adalah tempat yang sederhana. Di tempat ini juga sedang berbahagia suatu keluarga. Itu keluargaku. Mereka semua telihat riang gembira dan tertawa ria walaupun

Padun

Oleh:
“Dun, mau kemana kamu?” tanya mbak Ayu sambil menarik tanganku. “Merantau, aku ora tahan nak kaya gini terus. Hidup dalam kemiskinan bukan tujuanku mbak” ketusku sambil melepas gegaman tanganya.

Cukup Disadari

Oleh:
Kak Zain harus pergi, sekarang! Ya, untuk sebulan ke depan. Dia saudara kandungku satu-satunya. Lalu, aku bercerita pada siapa? Kak Zain Permana Pratama, masih SMA kelas 2 di SMAN

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *