Magic Shop: Answer (Part 1)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Korea, Cerpen Nasihat
Lolos moderasi pada: 28 May 2023

Di persimpangan jalan gelap dengan lampu jalan berpendar terang, ratusan serangga malam berkerumun liar. Menyisakan seorang gadis yang mendongak tajam memperhatikan, tersenyum lesu dan menutup sebagian wajah dengan tangan indahnya. Silau-
Tika mengernyitkan dahinya kemudian kembali terhanyut dalam pikirannya yang kalut.

Kembali dirinya memandang sedih sang malam. Matanya mulai berkaca-kaca, namun tak ada yang tahu apa yang sedang Ia pikirkan. Bahkan langit seakan mengiba padanya dengan ingin meruntuhkan semua material yang dikandungnya, bergemuruh satu sama lain hingga memekikkan telinga dalam sunyi. Langkah gadis itu tak beraturan, kadang cepat kadang melambat dan sejenak berhenti hanya untuk menghangatkan kedua tanganya.

“Apa ini? Huh… dingin sekali.” Mendekap erat tubuhnya
“kenapa ramalan cuaca selalu salah akhir-akhir ini?” tanya dirinya kesal.

Langkahnya semakin cepat ketika butir-butir air mulai turun dan membasahi persimpangan jalan. Air mulai tergenang dimana-mana, tak ada siapa pun disitu. Benar saja, jam di ponselnya sudah menunjukkan pukul 10 malam dan hanya menyisakan beberapa toko yang masih menjajakan makanannya. Lalu Ia memutuskan untuk berlari ke salah satu toko hanya untuk berteduh dari tangisan langit malam.

Brukk…
“Oh, maafkan aku. Apa aku mengejutkanmu?” tanya laki-laki dari dalam toko.
“Tidak apa-” pungkasnya

Tiba-tiba, ada yang menepuk pundaknya sehingga membuatnya terperenjat dan menoleh.
“Tika, kenapa kamu disini?” tanya wanita tua yang entah datang dari mana.
Goresan kerut dan senyum yang merekah bahkan suaranya sama seperti orang yang sudah lama ingin ditemuinya. Orang yang sudah lama Ia rindukan, orang inilah yang pergi jauh dengan memberikan sejuta kenangan serta luka padanya. Tubuhnya mulai bergidik gemetar.

“Ne, nenek. Apakah itu kamu? Sungguh?” matanya berbinar-binar mengumpulkan air yang akan tumpah kapan saja. Sungguh betapa rindunya Ia dengan sosok wanita itu. Dekapan lembut, tatapan hangat dan suaranya yang menenangkan sungguh sudah menjadi kekuatan baginya. Akan tetapi semua tak berlangsung selamanya sebab siapa pun tahu tak ada yang abadi di dunia yang fana ini. Tangannya bergerak perlahan menyusuri lekuk-lekuk wajah itu dan mendekapnya erat, tak lama pecah sudah tangisnya bersaing dengan derasnya hujan.

“Ta, tapi, nenek kan-” sebuah jari telunjuk mendarat di bibir mungilnya
“Sssttt…” sembari mendekap cucunya erat
“Luapkanlah semuanya, nak. Ingatlah nenekmu akan selalu ada untukmu.”

“Aku sangat merindukanmu nek, sungguh. Bahkan sekarang aku butuh tempat bersandar sama seperti dulu. Dulu ketika kamu serahkan bahu yang bahkan tak lagi selembut ketika aku dalam gendonganmu. Kurus kering pun tak apa karena yang kuinginkan adalah dekapan hangatmu disertai lagu nina bobomu.” Jawabnya lirih

“Berjanjilah padaku, bahwa kamu akan melakukan semua hal yang kamu suka. Tak peduli apa kata orang lain lakukan saja hal-hal yang membuatmu Bahagia. Dan nenek berjanji akan membuat semuanya mengerti, mungkin tidak sekarang, mungkin tidak segara tapi nenek akan membuatnya senantiasa mendukungmu apapun keputusanmu…” Nenek tersenyum kepada Tika. Lantas Tika menggangguk dalam dekapannya hingga dia merasakan betapa dingin tubuh neneknya. Tanpa dia sadari tubuh kurus kering itu perlahan memudar dan hilang tak tersisa.

ADVERTISEMENT

Sesaat setelah itu, entah apa yang terjadi tiba-tiba semua menjadi gelap dan neneknya kembali pergi meninggalkannya sendiri. Kemana pun arah memandang yang terlihat hanyalah kenangan.

Berteriaklah Tika sekencang-kencangnya mencoba mencari bantuan dengan mengangkat tangannya. Kepalanya terasa begitu sakit seakan semua kejadian yang pernah ia alami kembali terngiang. Namun, orang di toko itu hanya berdiri dan membiarkannya tergeletak begitu saja bersanding dengan derasnya hujan. Tanpa sepatah kata pun lenyap sudah semuanya.

Kring.. kring.. kring…
Di ruang gelap dering alarm berbunyi. Pukul 04.30 pagi, nampak seorang gadis baru saja terbangung secara paksa dari tidurnya. Matanya begitu sembab, nafasnya terengah-engah dan keringat dingin menjalar diseluruh tubuhnya. Sesaat ia meringkuk di atas kasurnya, menatap kosong langit-langit kamarnya dengan terisak. Ia mendekap tubuhnya, mencoba mengingat setiap hal yang baru saja ia alami. Mimpi.

Lima menit setelah ia menenangkan tubuh dan pikirannya, turunlah dia dari tempat tidur yang nyaman dan hangat, namun terasa sangat dingin baginya. Kakinya yang gontai melangkah menuju kamar mandi bersiap dengan segala aktivitas yang akan dia jalani hari ini. Menyibukkan diri seperti biasa dengan segala rasa tercampur aduk.

“Kak, kamu sudah makan?” tanya Nadin kepada Tika
Tika menggelengkan kepalanya dan balik bertanya kepada adiknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar itu.

“Setelah makan bantu aku untuk mengikat rambutku, ok?” pinta Nadin manja
“Baiklah. Oh ya bukannya hari ini kamu harus piket? Kamu harus berangkat ke sekolah lebih pagi kan?” Tanya Tika dengan tatapan lembut
“Ah benar juga. Aku tidak tahu kenapa aku harus piket di hari senin. Ini benar-benar menyebalkan.” Dengus Nadin kesal
“Kalau begitu kamu bisa berangkat bersama denganku, lagi pula aku kan juga berangkat jam 06.30 pagi.” Tawar Tika pada Nadin, adiknya
“Benar juga, kakak kan sedang menjalani program magang di SMP ya? Apa itu namanya? PLL atau PPL? Tanyanya dengan penuh rasa penasaran.

Tika yang tertawa mendengarnya menyentil kepala Nadin lembut. Mood Maker hari ini adalah adiknya yang bisa membuatnya tertawa dan melupakan mimpi mengerikan semalam.
“Begitu ya, berarti kamu sudah hampir lulus kuliahnya?” tanya Ayah yang tiba-tiba juga ikut bergabung dalam pembicaraan Tika dan Nadin. Sontak itu membuat Tika memasang wajah masam, lalu pergi meninggalkan ruang tengah karena sudah tahu akan bagaimana akhir dari percakapannya.

“Ayah ini apa-apaan, Tika kan masih semester 6. Eh tapi benar juga, aduh ibu lupa kalau kamu kurang 1 tahun lagi.” Tawa ibu menggema di ruang tengah.

“Tika, kamu tahu tidak anaknya Pak Aan? Dia itu lulusan dari kampusmu dan sekarang dia menjadi guru selain itu dia juga punya usaha sendiri –”
Tanpa basa-basi, Tika melenggangkan kakinya menuju dapur untuk mengambil sarapan dan melahapnya dengan rasa kesal yang meluap. Seandainya saja orangtuanya menyadari bahwa bukan itu yang dirinya inginkan. Bahkan semua ini bukan hal yang dia suka, namun apa daya tak ada yang bisa diperbuatnya.

Orangtuanya tidak pernah mau mendengarkan cerita anaknya selama ini, hanya neneknya sajalah yang mampu menjadi tempat bersandarnya. Bukan, bukan karena ia tidak mencoba terbuka dan menceritakan segala keluh kesahnya, akan tetapi setiap kali dirinya ingin bercerita pasti orangtuanya seakan acuh tak acuh hingga tak pernah mendukung dirinya baik di keadaan terburuk sekalipun. Mereka hanya bisa memaksa kehendaknya kepada Tika tanpa ba-bi-bu dan dia setidaknya harus bisa melakukannya walaupun itu bertentangan dengan keinginannya. Selain itu, persaingan sudah menjadi hal yang biasa di rumahnya. Orangtuanya tidak mau kalah dengan pamannya, bahkan tak segan mereka secara tak langsung membanding-bandingkan Tika dan Ardila sepupunya.

Semua ini membuat Tika tak nyaman dan lelah, tak ada tujuan ataupun impian karena semua sudah diluar kendalinya. Tali pengekang itu tak bisa lepas darinya karena semakin dia berusaha melepasnya, maka semakin menyakitkan luka yang ditimbulkan. Jika saja dia bisa mengatakan beberapa kalimat akankah semua berubah?

Cerpen Karangan: Anggie Yunita Putrie
Blog / Facebook: anggie yunita putrie

Cerpen Magic Shop: Answer (Part 1) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Fia dan Apel Yang Ada di Puncak

Oleh:
Fia berjalan sendirian sambil menendang kerikil-kerikil kecil di hadapannya. Kepalanya yang setengah tertunduk seolah memberikan pancaran kemurungan. Padahal dia adalah seorang gadis ceria dan senantiasa bersemangat. Tiba-tiba, langkah kakinya

Oppa, Mianhae

Oleh:
Jingga matahari terbit seakan tak nampak tertutup gumpalan awan yang redup. Gemuruh guntur di langit terdengar samar dari kejauhan Kota Seoul. Udara sekitar menghembus gigil beku, menghempas tubuh seorang

Planet Cokelat

Oleh:
Pagi ini aku terbangun dengan mimpi aneh, mimpi yang menyenangkan dan seru jika itu adalah kenyataan. Aku bermimpi jika aku berada di planet cokelat yang sangat menggiurkan, di sana

Mendung di Akhir Senja

Oleh:
Malam ini, entah mengapa, Hamid merasakan kantuk yang teramat sangat. Bagai semburan radiasi TV yang tiada habisnya tatkala dihidupkan. Ia sedikit memaklumi, ia belum tidur pada siang ini. Waktunya

Aku Ingin Jadi Kupu Kupu

Oleh:
Seorang gadis kecil sedang duduk di bangku taman bersama ibunya, wajahnya terlihat murung dan sedih. Tiba-tiba seekor kupu-kupu berwarna hitam dengan bintik putih bercampur biru, hinggap diatas bunga sambil

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *