Magic Shop: Answer (Part 2)
Cerpen Karangan: Anggie Yunita PutrieKategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Korea, Cerpen Motivasi
Lolos moderasi pada: 28 May 2023
Keesokan harinya di SMP tempat Tika magang, teman-temannya mulai membahas langkah apa yang selanjutnya akan mereka ambil. Selain itu, tak sedikit dari mereka akan menikah setelah menyelesaikan belajarnya. Semua terlihat serius saling menatap satu sama lain.
“Lalu bagaimana denganmu Tika?” tanya Salsa
“Aku? Yah, kupikir aku tidak ingin terburu-buru karena aku ingin menikmati hidup.”
“Bukankah menikah juga menikmati hidup? Aku akan – ” sanggah Naila sambil diikuti tawa serentak dari teman-teman yang lain.
“Apa kamu tidak ingin jadi guru, Tik?” tanya Lusi dengan wajah sombongnya
“Aku, tidak tahu.” Jawab Tika datar
Semua orang tahu bahwa Lusi adalah orang yang selalu penasaran dengan hidup orang lain karena selalu merasa dirinya yang terbaik. Yah, semua orang tahu memang dia yang terpandai di kampus dan juga dirinya pernah mengikuti beberapa program pertukaran pelajar ke luar negeri. Tak ada yang menyamai kepintarannya di kampus, baik dosen ataupun mahasiswa selalu memujinya. Sementara Tika hanya menggelengkan kepala menandakan jika ia tidak pernah menginginkan pekerjaan itu. Apapun pekerjaannya asalkan bukan menjadi guru gumam Tika dalam hatinya.
“Lalu untuk apa kamu masuk ke kampus jurusan Pendidikan jika tidak mau menjadi guru, hah? Kalau aku, ya kalian tahulah sudah jelas bahwa aku sekarang mengajar di salah satu sekolah di daerahku. Gajinya lumayan, selain itu aku juga akan segera bertunangan dengan pacarku yang seorang pelayaran itu. Oh, ya aku akan mengundang kalian jika nanti kami menikah, hahahaha…” bahkan wajah sombongnya itu pasti akan membuat siapa pun gemas melihatnya hingga ingin mual rasanya pikir Tika.
“Wah, selamat ya Lusi. Aku turut Bahagia untukmu.” Ungkap Salsa sembari merangkul Lusi
Walaupun Tika dan temannya berasal dari jurusan yang berbeda hal itu tak pernah menutup kemungkinan untuk saling berteman baik. Sangat berbeda tentunya dengan Lusi, walaupun Tika dan dia berasal dari jurusan yang sama, sudah jelas tergambar bahwa Lusi selalu memandang rendah orang lain disekitarnya.
Tika Kembali terdiam, melayangkan pandangnya pada sebuah lukisan yang tergantung di base camp untuk mahasiswa PPL. Lagi-lagi dia Kembali dihadapkan dengan pilihan yang harus segera ditentukan agar bisa menuntun dan melengkapi jalan menuju proses kedewasaan yang sesungguhnya.
“Apa sebenarnya impianku?” gumam Tika di tengah taman sekolah
“Bahkan di usiaku yang 21 tahun ini, aku masih tidak mengerti tujuan dari hidupku. Tak ada impian ataupun tujuan di dalam hidupku, karena setiap aku memiliki impian orangtuaku tak pernah sejalan denganku bahkan menganggap mimpiku tidak berguna. Hah…” desahnya lelah dengan semua kehidupan yang hampa ini.
Dengan cepat dia merogoh saku almamaternya, mengambil ponsel, memasang earphone dan memutar lagu “Paradise” dari boyband favoritnya yaitu Bangtan Sonyeondan.
“…stop runnin’ for nothin’ my friend, now eoriseogeun gyeongjureul kkeutnae. Stop runnin’ for nothin’ my friend, nega naebaetneun modeun hoheunbeun imi nagwone. Stop runnin’ for nothin’ my friend, da kkuneun kkum ttawin eopseodo dwae. Stop runnin’ for nothing my friend, neoreul iruneun modeun eoneoneun imi nagwone…” senandung Tika dengan pikiran yang tak tentu arah.
Beberapa menit kemudian, bel sekolah berbunyi tanda untuk kembali masuk dan mengajar di kelas. Secepat kilat Tika Kembali ke base camp dan mengambil beberapa buku serta perlengkapan mengajarnya. Jadwal menandakan bahwa dia harus mengajar kelas IX A setelah bel istirahat. Kembali dia menghembuskan napas panjangnya, menyiapkan mental dan melangkahkan kakinya cepat.
“…Hari ini pasti akan segera berakhir, semua pasti akan baik-baik saja.” Tika meremas-remas kedua tangannya tepat sebelum memasuki ruang kelas dan dengan mantap mengucap salam lalu memulai kembali pelajaran seperti biasa.
Tet tet tet!
Tiba-tiba bel sekolah kembali berbunyi. Padahal jam menunjukkan pukul 11 siang dan masih menyisakan 2 jam lagi untuk waktunya pulang. Tika bergegas menuju ruang guru menanyakan apa yang tengah terjadi lantas meminta siswa untuk tetap diam di kelas sembari menunggunya kembali. Baru 10 langkah yang dia ambil, datanglah Bu Selvi yang mengatakan bahwa siswa dipulangkan karena guru-guru akan mengadakan rapat. Tika lantas mengangguk dan mengabarkan pada semua siswa. Lihat betapa bahagianya mereka mendengar berita itu, hal serupa membuatnya mengingat dimana dia selalu sebahagia itu ketika duduk di bangku sekolah. Senyum kembali mengembang di bibirnya.
Panas matahari kini mulai menusuk kulit Tika perlahan, membuat tanda kecoklatan yang kian hari makin membekas di balik bajunya. Kulit sawo matang itu mulai sedikit lebih gelap dari biasanya. Wajahnya yang dulu ceria kini semakin dipenuhi dengan rasa gelisah dan tak sabaran (tak tahu akan impiannya, ragu akan masa depannya dan selalu diliputi dengan perasaan cemas setiap harinya) membuatnya selalu takut. Bahkan saat itu dirinya pernah membaca sebuah buku terkenal karya dari Rando Kim dari rak pengembangan diri yang sangat jarang orang kunjungi di perpustakaan sekolah. Sekali lagi, satu demi satu dia menemukan jawaban yang dirasa bisa menjawab pertanyaannya.
Begini bunyinya:
“Penderitaanmu bukan disebabkan oleh kecemasan dalam mencari pengalaman, menimba ilmu, maupun mempertajam keahlianmu demi menghasilkan sebuah resume yang sempurna. Namun, lebih kepada ketidakpastian dari masa depan yang tidak dapat kamu lihat, bahkan tidak ketika esok tiba. Semua hal yang tidak terlihat selalu membuat orang merasa takut.”
Tika membelalakan matanya dan meresapi setiap kata yang ditulis oleh sang penulis. Bukan suatu kebetulan, saat dia menemukan dan membolak-balik lembar demi lembar buku itu karena hal itu yang sudah sedikit merubah pikirannya.
Hari demi harinya kini dia lalui sembari mencari apa impiannya, menimbang-nimbang saran demi saran, perang dingin dengan keluarga, mendengarkan cerita dari setiap temannya, membaca segala macam buku hingga lagu-lagu yang membuatnya termotivasi. Kali ini untuk kesekian kalinya dia jatuh cinta dengan lagu dari boyband favoritnya yang berjudul “Magic Shop”. Tak sampai menunggu berjam-jam atau berhari-hari untuk mengetahui maknanya, Tika dibuat terkejut bukan kepalang saat arti dari “Magic Shop” sendiri adalah sebuah Tindakan psikodramatik untuk mengubah rasa takut dengan sikap yang lebih baik. Di setiap lirik lagu yang mereka sampaikan membuatnya menitikan air mata dengan jantung yang terus berpacu. Terlalu puitis pikirnya, namun dia sangat menyukainya.
Earphone yang menganggur di meja kini menjadi senjata andalannya dengan ruangan sepi hanya ditemani boneka dan semburat jingga yang merambat menembus jendela kamarnya. Lagu itu terus diputarnya tanpa kenal henti hingga akhirnya dirinya pun mengerti bahwa yang dirinya butuhkan saat ini adalah proses menenangkan diri dari dunia luar, mengetahui akan dirinya, berhenti melukai dirinya dengan selalu berpura-pura dan lebih mencintai dirinya apa adanya. Bukan berarti semua orang yang disampingnya tak mengerti hanya saja mereka terkadang tak paham dengan situasi maupun apa yang dirinya alami, namun dengan mudahnya mereka hanya mengatakan hal klise setiap hari “Kau harus kuat, namanya juga hidup pasti begitu.” Namun, sekali lagi lagu dari boyband favoritnya menyelamatkannya dari hal-hal yang nekat.
“…Naega nain ge silh-eun nal yeong-yeong salajigo sip-eun nal, mun-eul hana mandeulja neoui mam sog-eda. Geu mun-eul yeolgo deul-eogamyeon I gos-I gidalil geoya, mid-eodo gwaenchanha neol wilohaejul Magic Shop. Ttateuhan cha han jan-eul masimyeo, jeo eunhasuleul ollyeodabomyeo. Neon gwaenchanh-eul geoya oh yeogin Magic Shop …”
“…ketika kau membenci dirimu sendiri, Ketika kau ingin menghilang. Ciptakan sebuah pintu di dalam hatimu, jika kau buka pintu itu lalu masuk ke dalamnya sebuah tempat akan menunggumu. Tak apa, percayalah saja. Itu akan menghiburmu “Magic Shop” rasakan seperti kau tengah meminum secangkir teh hangat. Rasakan seperti kau tengah melihat ke arah galaksi. Kau akan baik-baik saja, ini adalah Magic Shop…”
Cerpen Karangan: Anggie Yunita Putrie
Blog / Facebook: anggie yunita putrie
Cerpen Magic Shop: Answer (Part 2) merupakan cerita pendek karangan Anggie Yunita Putrie, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"
Share ke Facebook Twitter WhatsApp" Baca Juga Cerpen Lainnya! "
Ciuman Pertama Dan Terakhir Dari Mama
Oleh: Dita Zafira TarmiziHai! Namaku Kissel Renata Sari Devi, panggil aku Kissel. Aku tinggal di sebuah rumah yang kumuh dan tidak terawat. Aku hidup bersama Ayah, Mama, dan Adikku. Suatu hari Ayah
Rasa yang Pernah Tinggal (Part 1)
Oleh: Vira Maulisa DewiHari ini mentari begitu terik. Sinarnya menusuk pandanganku. Angin yang berhembus terasa begitu panas. Debu-debu halus berkejar-kejaran, seakan ingin mendahului langkahku. Meski arlojiku baru menunjuk pukul tujuh kurang seperempat,
Jilbab Ummi
Oleh: Fitah Tisngatun Wulandari“An, sudah sampai.” Kata kakakku membangunkanku. “Oh, udah sampai rumah?” Tanyaku kebingungan. “Iya adikku.” Jawabnya. Ku turun dari mobil berwarna merah milik kakaku itu. Terlihat di depanku istana penuh
Setangkai Mawar untuk Afsha (Part 1)
Oleh: Annisa EvaBogor masih terlelap. Bulan masih bersembunyi di balik awan gelap. Afsha membuka matanya perlahan. Jantungnya masih berdetak. Nadinya masih berdenyut. Mulutnya masih mampu mengucap kata hamdallah. “Alhamdulillahirabbil’alamin.” Afsha mengucap
Titip Rindu Buat Ayah
Oleh: AcciMenjadi siswa kelas X semester 2 di SMA Negeri 2 Ngawi tidaklah mudah, apalagi menjelang UAS seperti ini. Pikiran dan tenaga seakan terkuras habis hanya untuk berkutat dengan tugas,
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"
Leave a Reply