Magic Shop: Answer (Part 3)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Korea, Cerpen Motivasi
Lolos moderasi pada: 28 May 2023

Di kamar yang sunyi, Tika mulai menutup matanya membayangkan setiap lirik lagu berputar di kepalanya dan tak terasa dia benar-benar terlelap. Untunglah dia mengaktifkan mode tidur untuk menghentikan musik sesuai dengan waktu yang terjadwal, dan tidurlah dia seperti tak ada yang terjadi seharian ini. Memang membutuhkan waktu untuk mencapai tidur REM seperti yang para ahli katakan, tetapi itu bukan masalah karena dia sudah menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Setidaknya istirahat membuatnya rileks.

Tak berselang lama terdengar detak jarum jam yang semakin jelas. Tentu saja itu bukan dari kamarnya karena dirinya tahu bahwa dia tengah tertidur tadi. Lalu dimana itu pikirnya – ruang hampa yang tampak tak asing baginya. Kegelapan dimana-mana, bau tanah yang basah menusuk hidungnya, senyap-senyap suara orang berbicara. Seisi dunia seakan berputar tepat di depan matanya, semuanya terlintas begitu saja bagai lalu lalang kendaraan yang sedang berapi-api melintasi jalan raya sepi.

“Yah, aku tidak bisa mengatakan apapun lagi pada Tika. Dia menjadi orang yang mudah marah akhir-akhir ini bahkan dia selalu menutup diri – ” pungkas Ibu Tika.
“Ayah, aku tidak mau masuk sekolah Farmasi. …La, lagi pula biayanya mahal dan aku rasa aku tidak akan sanggup menjalaninya.” Dengan sesenggukan anak kecil itu mencoba memohon pada pria dewasa di sampingnya.
“Kamu ini selalu begitu, kenapa tidak pernah mengerti tentang keinginan orangtua, hah! Masih SMP sudah begini gimana nanti ketika sudah besar, dasar anak durhaka!”
Tika mencoba berteriak dan menghentikan semuanya, dia berlari kencang namun terlambat sudah satu pukulan mendarat di pipi kanan anak itu.

Tiba-tiba–
Blarrrr….
Suara kilat menyambar, badai angin bergemuruh kencang, dan perlahan mengitari Tika yang jatuh terduduk diam di lantai menyapu ingatan bagai ombak yang menenggelamkan kapal layar. Hatinya terbakar, matanya memanas, kedua tangannya yang mencoba menutup telinga erat, tapi sayang suara-suara itu tetap menembus tangan dan merambat ke telinganya.

“Aggghhhh…!!” Tika berlarian kesana kemari seperti orang yang tak waras lagi dan tibalah dia di persimpangan jalan yang pernah dia lihat di dalam mimpinya. Kakinya yang tak beralaskan itu merasakan dinginnya genangan air hujan yang tercium di kejauhan, wajah pucatnya tertunduk lelah hanya air mata yang terus mengalir tiada henti. Tiba-tiba ada seseorang yang melewatinya berjalan menuju arah toko yang pernah dia datangi bersama dengan neneknya. 1, 2 dan 3 orang itu masuk ke toko, Tika kini mulai memperhatikan mereka dan dengan berani menyeret kakinya yang berat. Terdapat beberapa orang disana, Tika mencoba menghitung orang-orang itu tapi hitungannya tak pernah benar – Ilusi. Mungkin 7 atau lebih batinnya.

Tika hanya diam mematung di luar toko itu menatap ke dalam dan berpikir betapa hangatnya toko itu dibandingkan di luar sini. Sekarang dia merasakan kakinya mulai mati rasa karena dinginnya air di jalan bahkan mengerut sudah jari-jemarinya. Dirinya terus terisak di sana hingga salah satu dari orang-orang itu datang keluar menghampirinya, mengajaknya masuk, memintanya duduk dan memberinya secangkir minuman hangat. Dipegangnya cangkir itu lalu dihirupnya asap yang mengepul.

“…Teh?” tanya dirinya
“Minumlah, kau bisa menenangkan dirimu disini. Tempat ini selalu terbuka untuk orang yang mau berkunjung.” Jawab lelaki 1 ramah

“Siapa kalian?” tanya Tika penasaran
Dia melihat toko itu dengan seksama, ada banyak barang disana bahkan dari kejauhan kau bisa melihat bintang-bintang bertebaran di langit dari tempat itu. Sungguh indah pemandangnya, dia meletakkan cangkir hangatnya, meremas jari tangannya dan bergidik ketakuan karena kejadian tadi. Matanya Kembali tertunduk ke bawah mencoba menerka-nerka apa yang sedang terjadi.

“Sebenarnya aku, aku –”
“Hmmm, seperti yang kamu ketahui kamu adalah pengunjung kami yang kesekian, banyak hal yang terjadi jadi kuatkan dirimu. Kami akan selalu ada untukmu.” Timpa lelaki ke-1 dengan senyum cerah di wajahnya. Sungguh betapa ramahnya dia.

“Di masa depan yang tidak diketahui yang berada di luar kendaliku, melakukan yang terbaik terhadap hal-hal yang berada tepat di hadapanku adalah cara terbaik yang bisa menjawab pertanyaan dari kehadiranku.” Kata lelaki ke-2 yang berdiri menghadap jendela, memperhatikan jalanan sepi dengan gemericik air hujan yang mulai turun Kembali. Malam menangis lagi. Charon lantas menoleh ke arahnya – betapa bijaksana dia dalam menjalani dan mengartikan hidup, gumamnya.

ADVERTISEMENT

Pria ketiga mendatangi Tika dan duduk di depannya.
“Apa kau suka menari? Aku sangat suka menari. Aku bahkan selalu menari hanya untuk menghilangkan rasa sedih dan lelahku. Cobalah jika kau mau…” ajak lelaki ke-3 mengulurkan tangannya pada Tika. Tanpa berkata apapun Tika juga mengulurkan tangannya bingung dan sedetik kemudian lekaki ke-4 datang menepis tangan lekaki ke-3 dan berkata “Jangan dengarkan dia, dia adalah maniak menari. Aku bisa membuatmu tertawa lepas hanya dengan mendengar leluconku. Apakah kau mau mendengarnya?” tanya lelaki ke-4 yang dengan lucunya membuat Tika tersenyum melihatnya.

Cekrek…
Terdengar suara jepretan kamera dari sisi kanan Tika, lelaki ke-5. Dia menghampiri dirinya yang sedang berbincang dengan lelaki yang lain. Apa lagi ini pikirnya. Lelaki itu mengambil kursi dan duduk di dekatnya, menarik keluar kertas film dari kamera polaroidnya dan memberikannya pada Tika.

“Apa ini nyata? Kurasa aku mulai mengacaukan semuanya lagi. Maksudku apa tempat ini sungguh ada? Jika benar, bisakah, bisakah aku tinggal disini?” tanya Tika dengan penuh harap. Kemudian lelaki ke-6 datang sambil membawa kembali teh yang sudah dingin lalu menggantinya dengan yang baru. Tika memperhatikannya dan bertanya kenapa dia tidak mengatakan apapun namun langsung pergi begitu saja. Sesaat sebelum benar-benar menghilang ke dalam dapur, lelaki itu menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Tika. Semacam tatapan mengintimidasi mungkin

“Kau dilahirkan untuk menjadi nyata, bukan untuk menjadi sempurna. Jadi kurasa tidak apa-apa kalau kau tidak punya mimpi yang penting kamu harus bahagia.”

Tika terdiam seribu Bahasa mendengarnya bahkan semua yang ada disana tak bergeming sedikit pun. Hanya lelaki terakhir yang tak jauh dari mereka yang Tika rasa masih sibuk dengan permainan gitarnya dan bersenandung memecah keheningan itu. Jari-jemarinya begitu lihai dan nada-nada bergema di seluruh ruangan toko itu.

“Aku ingin berada di sini? Aku –”
“Bukankah kau punya janji dengan seseorang?” timpa lelaki ke-7
“Aku?” tanya Tika ragu–Janji apa? Batinnya
“Itu artinya kau harus segera pulang.” sambung lelaki ke-7
“I, iya. Sepertinya kau benar, tapi aku bahagia disini, aku merasa hangat. Kau tahu kan? Kalian bisa merasakannya bukan? Tempat ini menghangatkan seluruh tubuhku bahkan hati dan pikiran yang sudah ku anggap membeku.” Sanggah Tika yang enggan untuk kembali.

“Hidup itu sulit dan banyak hal tidak selalu berjalan dengan baik, tetapi kita harus berani dan melanjutkan hidup kita.” Kata lelaki ke-6
“Ta, tapi disini nyaman. Karena aku punya kalian disisiku, aku hanya berpikir tak perlu peduli dengan dunia itu lagi.” Timpal Tika
“Kau tahu aku selalu percaya disetiap keburukan, pasti ada kebaikan. Walaupun mungkin akan memakan waktu yang lama.” kata lelaki ke-2
“Benar. Jika kau gagal, kau hanya perlu mengakatakan “sekali lagi” sampai kau benar-benar bisa melakukannya.” lekaki ke-3 menambahi

Lelaki ke-4 juga tak mau kalah “Lakukan semuanya perlahan. Kau tau aku selalu berjanji pada diriku sendiri untuk melakukan semuanya perlahan, jadi kurasa kau juga bisa berjanji seperti itu pada dirimu juga.”

“Seperti bayangan yang panjang dimalam hari, aku percaya matahari pasti akan datang dan ingatlah bahwa daripada harus fokus membuat target yang besar, lebih baik terus melakukan yang apa selama ini bisa dilakukan dengan lebih keras.” Lelaki ke-2 menambahkan.

“Apa itu artinya kalian mengusirku? Ya, kau benar! Aku hanya pengunjung!” Bentak Tika dengan tangis yang di tahan. Nafasnya berat dan ludahnya tercekat.
“Aku, aku hanya datang dan kalian yang memintaku masuk. Kalian menyuguhkan teh padaku, berceramah padaku dan, dan aku mulai senang ada yang mau mendengarkanku walaupun kalian sudah tahu masalahku…” ungkapnya bersamaan dengan tangis yang tertahan.
“Apa kau menganggap kami temanmu? Kalau iya maka percayalah karena ini adalah Magic Shop” kata lekaki ke-1
Kemudian lelaki ke-5 menyambung perkataan lelaki ke-1

“Ketahuilah bahwa aku, kami semua akan mempercayaimu dan mencintaimu untuk waktu yang lama.”
Mendengar hal itu membuat hati Tika seketika benar-benar menghangat. Sedetik kemudian pikirannya kembali menerawang dan teringat pada janji yang sudah dia lupa. Janji yang pernah dia buat dengan orang terkasihnya. Bukan hanya di dunia, tapi juga di toko ini beberapa waktu lalu.

“…sepertinya kalian benar. Aku punya janji yang harus aku tepati. Bukan hanya untuk kami tapi untuk diriku sendiri.” senyum Tika sinis ditengah tangisnya. Lagi-lagi aku melupakan hal penting bagiku, batinnya.

Dan dengan susah payah Tika mencoba menenangkan dirinya. Nafasnya berangsur stabil, air matanya mulai berhenti mengalir lalu secepat kilat mengambil foto di meja dan di simpannya di saku celananya. Kini perjalanannya dimulai kembali saat dia keluar dari toko itu. Tubuhnya yang semula terasa mati rasa dan beku kini mulai menghangat bahkan hatinya terasa lebih lega. Dari kejauhan dia mendengar detak jarum jam dengan jelas dan –

Kring kring kring?
Tika bangun dari tidurnya dan membuka kedua matanya.
“…Magic Shop?” Tika tersenyum simpul dan menuruni tempat tidurnya dengan perasaan lega walau dengan mata sembabnya.
Kini hari-harinya mulai sedikit berubah, entah kebetulan atau tidak, tapi mimpi itu membuatnya belajar mengubah pola pikir dan kembali menata hidupnya, mencoba melakukan yang terbaik hingga akhirnya dia tidak menyesali keputusannya.

“Wahai engkau yang sedang tumbuh dewasa, selamat datang di kehidupan yang sebenarnya. Semoga berhasil.”
-Rando Kim-

Cerpen Karangan: Anggie Yunita Putrie
Blog / Facebook: anggie yunita putrie

Cerpen Magic Shop: Answer (Part 3) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Mama

Oleh:
Kini aku membenahi diriku dalam kamar. Aku tak tau akan sikap mama yang berubah. Ia menjadi sering marah tak menentu tanpa aku ketahui sebabnya. Deru mobil ku dengar samar-samar

Kebaikan Cinta Rp.1000,-

Oleh:
Semburat cahaya di petang hari ini mulai merasuki sela-sela dinding rumah Aya. Aya yang saat itu sedang duduk di tempat makan menunggu kedatangan kakak tunggalnya, Imran itulah namanya. “Bang

The Secret of Angel

Oleh:
Hari ini adalah hari pertamaku masuk sekolah setelah pindah dari sekolah sebelumnya. Tapi aku heran dengan sekolahku yang sekarang. Bukannya apa apa, tapi mengapa aku melihat sekolahku kali ini

Tak Sanggupku Menahan Rindu

Oleh:
Saat itu aku masih berumur 11 tahun, bisa dibilang aku masih kelas 5 SD. Aku mempunyai seorang kakak laki-laki, yang bernama Aidan biasa dipanggil Idan. Oh iya aku lupa

Rindu yang Tak Pernah Sampai

Oleh:
Malam yang begitu sunyi dan damai. Hatiku berdebar menanti kepulanganmu. Aku rindu kepadamu, Kak. Aku sudah tidak bisa membendung rinduku lagi. Namun aku sudah tahu, rindu ini tidak akan

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *