Membenam Rasa Kepedihan
Cerpen Karangan: Devi PanKategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Remaja, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 16 September 2014
Hati ini belumlah lupa bagaimana ia menilaiku. Tak melihatku dan semakin melupakanku, terdiam tiba-tiba aku di tepi jembatan kota jakarta ini. Dengan berlinangan air mata dalam hati ku pantulkan kata-kata “tak apa-apa” aku berdoa agar aku segera lupa segala tentang dia. Memegangi diriku agar tetap kuat dan tidak nekat untuk menjatuhkan diri ke dasar sungai yang berbatu tajam.
Setelah semuanya kembali normal aku segera melangkahkan kaki untuk pulang dan melupakan yang terjadi. Sesempai rumah ibu bertanya “baru pulang? Dari mana?” itu yang biasannya ibu tanyakan padaku. Aku yang sedang labil biasannya menjawab seenakknya saja “main” tapi tidak ada salahnya ibu bertannya seperti itu karena itu adalah bentuk kasih sayangnya kepadaku. Tapi aku malah bersikap tidak baik pada ibuku.
Namaku yopi aku tinggal bersama ibuku saja, ayahku meninggal setahun yang lalu gara-gara kecelakaan lalu lintas. Semua itu salahku karena aku yang menyuruh ayah untuk cepat sampai di rumah. Karena aku ingin memberinya kejutan bahwa ayah ulang tahun hari itu, tapi takdir berkata lain. Senyumanku berubah airmata penyesalan dan kesalahanku. Seketika itu semua kehidupanku berubah 180 derajat, kami pun jatuh miskin.
Sekarang ibuku yang berkeja sebagai pedagang kue. Aku sedih melihat ibu seperti itu juga. Aku tak tahu semua kejadian ini tejadi begitu cepat. Hingga berkali-kali aku berkata “aku ingin mati saja!” aku tak tahu setan apa yang merasukiku kala aku mengatakan itu. Tapi aku mengucapnya begitu saja, harusnya aku sadar bahwa aku tidak boleh berfikir sesempit itu.
“yopi, makan dulu!” suara ibuku memanggil-manggilku. Aku pun segera menemui ibuku dan makan. “bu…” tiba-tiba saja aku memanggil ibuku, “iya, apa?” ibuku menjawab seadannya. “ayo kita pindah ke desa saja bu!” aku meminta ibu untuk pindah rumah. “mau kemana? Kan enak disini deket sama makam papa.” Ibuku menolak pertanyaan ku “ibu punya saudara kan di jawa?” aku terus merayu ibuku agar pindah dari jakarta. “nanti saja kalau kamu udah lulus sma… memangnya kenapa, kamu minta pindah?” ibuku menginterogasiku untuk mengaku. “yopi, gak punya temen bu… yopi dijauhi… karena yopi anak yatim.” Aku hanya berterus terang ke pada ibuku… aku tidak berani cerita apa yang baru saja terjadi pada ibuku… “kamu yang sabar saja… kamu udah kelas 3 nanti kalo udah lulus kita pindah.” Ibu tahu sekarang ini dia juga tidak memegang uang untuk pergi. Aku hanya bisa maklum keadaan kami tak seperti dulu. Sebelum ayahku meninggal. “emh, iya bu!” aku segera ke kamarku dan belajar.
Paginnya aku bangun dan langsung berangkat ke sekolah. “bu, yopi berangkat dulu ya.” Tentu aku berpamitan pada ibuku dulu. Seperti biasa ibuku juga mengawali hari dengan berjualan kue, sesampainya di sekolah aku langsung duduk dan membuka buku. Mengerjakan PRku yang masih belum selesai. Teman-temanku yang malah belum sama sekali mengerjakan PR hanya bersantai-santai saja. Aku juga tidak mengerti dengan sikap mereka yang seenaknya saja. Padahal kalau mereka mengerjakan semampunya pasti bu guru atau pak guru sedikit maklum. Tapi kejadian itu sudah berlangsung ketika kami kelas 1 sma. Padahal kami sudah kelas 3 bagaimana kalau mereka tidak lulus? Dan membuat mereka sendiri malu, dan bahkan bagaimana dengan nasib mereka kelak? Padahal yang tidak belajar mereka tapi aku malah ikut cemas. Aku ini sok baik padahal tidak tahu apa-apa! Hmmm… dan benar saja ketika bel pertanda masuk ibu guru langsung minta mengumpulkan PR yang telah ia berikan. Tidak biasannya ibu luna seperti itu. Itu mungkin karena kami sudah kelas 3 dan sebentar lagi juga ujian.
“pagi! Kalian sudah belajar tadi malam?” ibu luna bertannya pada kami, “sudah bu!” teriakan jawaban dari murid-murid kelasku. “kalau gitu cepat kumpulkan PR kalian yang ibu berikan pada kalian kemarin.” Spontan murid-murid yang tidak mengerjakan Prnya panik dan segera menulis asal-asalan saja. Aku yang melihat itu jadi cemas. Padahal bu guru juga sudah menyuruh kami untuk belajar kelompok. Tapi mereka sendiri yang tak mau, jadi juga bukan salahku. “besok ibu periksa, yang belum mengerjakan sama sekali bakal ibu hukum!” bu guru pun membentak kami, seketika mereka yang tidak mengerjakan tersentak dengan ucapan bu guru.
Setelah berlalunya pelajaran tiba waktunya untuk pulang, tadinya aku mau langsung pulang tapi tiba-tiba tidak jadi. Aku melihat mikel berjalan ke perpustakaan eh aku buntuti saja, karena aku peasaran. Saat aku mengintip aku melihatnya berpelukan dengan nori teman yang menusukku dari belakang. Saat itu aku teriris-iris dan bertanya-tanya apakah itu penyebab mikel membenciku dan menolak perasaanku. Kenapa nori tega membohongi aku, katannya dia akan membantuku mendekatkan aku dengan mikel. Kenapa persahabatan kami dinodai dengan seperti ini. Aku tak habis pikir kalau nori juga suka pada mikel.
Aku segera berlari ke luar perpustakaan dan segera pulang. Rasannya aku ingin bercerita bahwa sahabatku nori ternyata menusukku dari belakang. Tapi aku mengurungkan niat dan berjalan pelan, rasannya aku terlalu jahat untuk menceritakan bahwa nori seperti itu. Karena dia juga kadang main ke rumahku, kalau aku cerita sekarang nanti ibukku malah mengusir nori. Tapi kalau tidak kuceritakan aku merasa sakit di hati. Aku selalu berfikir sebelum bercerita atau berkata. Seolah-olah aku mengambil hak orang lain untuk berteman denganku. Sebaiknya apakah aku harus memendam rasa ini selamannya.
Cerpen Karangan: Devi Pan
Facebook: Devi Pan
aku ceria dan pemberani
Cerpen Membenam Rasa Kepedihan merupakan cerita pendek karangan Devi Pan, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"
Share ke Facebook Twitter WhatsApp" Baca Juga Cerpen Lainnya! "
Gamis Terakhir Untuk Ibu
Oleh: Tita Larasati TjoaMenjelang hari raya, Aku ingin membelikan sesuatu untuk Ibu. Namun, rasanya harapan itu harus dikubur dalam-dalam. Aku hanyalah gadis remaja yang mempunyai pekerjaan sehari-hari. Hanya sebagai pemulung yang tak
Oh Seperti itu
Oleh: Putri Beny MawarsihMatahari mulai memancarkan cahyanya lebih terang dari yang kubayangkan. Seolah mengisyaratkan bahwa aku harus lebih cepat lagi untuk mengayuh sepeda warna biruku menyusuri jalan panjang menuju suatu tempat yang
Cinta Tanpa Syarat (Part 1)
Oleh: Feni Rahmi“Aduh! 5 menit lagi jam 5, Papa pasti marah kalau aku telat.” Hai! Namaku Juna, Arjuna tepatnya. Saat ini aku sedang terburu-buru menuju ke suatu tempat. Aku harus ke
Juara Pertama Yang Berkesan
Oleh: Ria Puspita DewiPagi ini, adalah hari pengambilan raport di salah satu SD yang berada di desa Sriwangi. Para wali murid telah berdatangan memadati halaman sekolah, untuk mengambilkan raport anaknya. Tak hanya
Satu Ruang
Oleh: Sy_OrangeSky“Selamat pagi semua!” Bu Anggi masuk dengan sapaannya yang ceria, ditambah senyum manis menawan. Mampu memberikan mood booster pada anak muridnya untuk menyambut pelajaran yang akan menguras energi nanti.
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"
Leave a Reply