Please Come Back Again, Onee Chan (Part 1)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Penyesalan, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 20 December 2015

Krieet, Krieet, Krieet…

Suara ranting pohon yang saling bergesekan karena hembusan angin yang cukup kencang. Awan gelap menyelimuti permukaan bumi. Sinar mentari pun redup tertutup olehnya. Bendera kuning kini berkibar di depan rumahku. Terdengar suara lantunan ayat suci Al-Qur’an yang sedang oleh para pelayat. Aku hanya diam menahan sesak dan perih yang mendera di hati. Rasa sakit yang luar biasa menyerangku, saat ku lihat dua orang yang teramat ku cintai kini terbaring tak bernyawa. Ku lihat Kakakku yang terduduk lemas di samping jasad Ayah dan Ibuku. Matanya sembab, sesekali terdengar isakan kecil darinya. Kemudian, ia menatap tajam diriku. Tatapan yang membuat nyaliku langsung menciut.

Sekarang aku yakin, dia pasti sangat membenciku. Karena akulah yang membuat kedua orangtuaku meninggal. Saat itu aku ingin mengganti knalpot motorku, menggantinya dengan suara yang berisik seperti yang dimilki teman-temanku. Aku otak-atik motor itu, aku yang tak tahu-menahu soal hal otomotif hanya memasangnya asal. Hingga orangtuaku memakainya, menyebabkan mereka kecelakaan, dan menewaskan mereka di tempat kejadian. Tapi aku benar-benar tidak ada niat mencelakai, bahkan sampai membunuh mereka.

Hari-hari berlalu, semenjak kematian Ayah dan Ibu, Kakakku menjadi jarang bicara. Sekalinya bicara pasti dengan nada suara membentak. Tiap malam aku pasti mendengarnya menangis, setiap pagi matanya sembab. “Aku minta maaf kak!” Ucapku ketika melihatnya ke luar kamar dengan mata sembabnya. Dia hanya terdiam, tak menjawab ataupun melirik ke arahku. Kemudian berlalu pergi ke kamar kecil untuk membersihkan badan, dan menghapus wajah sendunya.

Saat sarapan, ku lihat ia sudah rapi dengan pakaian kantornya. Ialah yang sekarang menjadi tulang punggung keluarga. Bekerja untuk menghidupi kami berdua, terutama aku yang saat ini masih duduk di bangku SMA. Umur kami hanya selisih 5 tahun. Saat ini aku masih duduk di bangku kelas 11.
“Ini uang bekalmu!” Ucapnya menyerahkan dua lembar uang sepuluh ribuan.
“Terima kasih kak!” Jawabku sembari mengambil uang tersebut.
Kembali ku perhatikan ia yang sedang melahap roti berselai stroberi. Kelopak matanya masih merah dan bengkak walau sudah ia tutupi dengan riasan sederhananya.

Sesekali ia menghirup napas panjang.
“Aku minta maaf kak! Aku tidak bermaksud…”
“Sudahlah, Zian! Habiskan sarapanmu dan segeralah berangkat ke sekolah! Jangan sampai terlambat!” Bentaknya memotong ucapanku.
“Aku hanya ingin minta maaf, kak. Kenapa Kak Zahra selalu saja membentak-bentak aku” Ucapku, kembali membentak Kak Zahra, Kakakku.
“Berani sekali kau bicara dengan nada suara seperti itu padaku. Aku ini Kakakmu, Zian. Bicaralah yang sopan kepada yang lebih tua!” Ujarnya, dengan nada suara yang lebih tinggi dari bentakanku.

“Aku tidak akan membentak Kakak kalau Kakak tidak membentakku!” Jawabku, balas membentaknya.
“Dan hidupku tidak akan seperti ini kalau kau tidak pernah hadir di hidupku. Kenapa kau harus lahir, Zian? Aku tidak pernah mengharapkan kehadiranmu!” Katanya, dengan wajah tertunduk sambil menangis.

“Jadi Kakak ingin aku tidak pernah hadir di dunia ini? Oke, kak. Aku akan pergi!” Jawabku, dan segera beranjak dari tempat dudukku. Tapi lengan kananku ditahan oleh Kak Zahra.
“Jangan! Kau harus tetap di sini. Jangan buat rasa benciku padamu tumbuh semakin besar, Zian!” Cegahnya. Aku hanya diam seribu bahasa, ku gigit bibir bawahku untuk menahan emosiku yang sudah berada di batas maksimal. Kak Zahra juga diam dan terisak oleh tangisannya.
“Aku ke sekolah dulu, kak! Assalamualaikum” Pamitku, meninggalkan Kak Zahra yang masih berderai air mata.

Di koridor sekolah, aku duduk di bangku depan kelasku. Merutuki semua sikap Kakakku, mencemooh semua bentakannya, mengumpatnya tanpa ia ketahui. Aku muak dengan semua ini. Aku kesal pada takdirku yang kelam begini. Aku lelah disalahkan terus seperti ini. Aku tahu aku salah, bisakah mereka membuka pintu maafnya untukku.
“Hooi! lo kenapa bro? Pagi-pagi udah ngelamun, nanti bisa-bisa lo kesurupan lagi” Ujar Vino tiba-tiba, sambil menepuk bahuku.
“Diem! Gue lagi pusing” Jawabku tanpa menatapnya.
“Aduh Gusti! Masih muda udah banyak pikiran gitu. Cepet tua lo nanti!” Kata Tyo yang tanpa ku sadari ia sudah duduk di sampingku.
“Emangnya lo ada masalah apa sih?” Tanya Vino to the point.

“Kakak gue, si Zahra. Dia ngebentak-bentak gue lagi. Bahkan dia sampe bilang, kalau dia sama sekali tidak ingin gue lahir ke dunia suram ini. Adeuh, pusinglah gue denger dia bentakin gue, pasti akhirnya dia juga yang nangis” Ceritaku pada kedua sahabatku ini. Mereka hanya ber-Oh ria.
“Jadi lo lagi kesel nih ceritanya” Ucap Vino, aku hanya mengangguk.
“Hidup kok dibikin susah gitu sih. Mendingan lo ikut kita ke tempat game online deh biar muka lo gak kusut lagi” Saran Tyo.
“Bener banget tuh. Lampiasin aja kekesalan lo sama tuh game online” Tambah Vino.
Kalau dipikir-pikir memang tidak ada salahnya mencoba. Kali aja aku bisa menemukan titik kebahagiaanku di sana.

ADVERTISEMENT

Setelah terpengaruh ucapan Vino dan Tyo, aku mulai nongkrong di tempat game online. Ku akui, aku merasa sedikit senang saat bermain game online bersama para sahabatku, dan mulai bisa melupakan masalah yang terus bermunculan dalam kehidupanku. Seiring berjalannya waktu, aku sering ikut kedua sahabatku ini bolos sekolah, nongkrong sambil minum arak dan merok*k. Tak jarang pula aku ikut tawuran bersama mereka. Aku tidak peduli lagi pada Kak Zahra, dialah yang membuatku seperti ini. Lagi pula, sekarang ia jarang pulang. Entah apa yang sedang ia lakukan di luar sana.

Saat ini, aku telah menjadi bagian dari anak-anak brandal yang kurang kasih sayang dari kedua orangtuanya. Kami semua merasa senasib, karena sama-sama anak Broken-Home. Sekolah, ujian, hapalan aku tinggalkan. Setiap hari aku dan teman-temanku bolos sekolah. Kami biasanya nongkrong, atau pergi ke tempat Game-Online. Kakak sama sekali tidak tahu kebiasaan baruku ini. Ah, apa peduliku padanya? Toh, bila ada pun ia hanya bisa memarahi dan membentak-bentakku saja. Hatiku tidak akan lagi tersentuh oleh tangisannya yang memuakkan.

Hari itu aku mengajak teman-temanku untuk berkumpul di rumahku. Aku tahu Kakak tidak akan pulang malam ini, jadi semalaman kami bersenang-senang. Kami minum alkohol sepuasnya, nyetel musik keras-keras, bermain kartu, dan sebagainya. Aku tidak peduli para tetangga menilai diriku sebagai anak brandal yang tidak punya etika dan moral, yang penting saat ini aku bahagia.

Bersambung

Cerpen Karangan: Luluah Nurwijaya
Facebook: http://facebook.com/ulue.nurwijaya

Cerpen Please Come Back Again, Onee Chan (Part 1) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Loser (Part 1)

Oleh:
Tesan. Apa seseorang akan menjadi lebih baik setelah dia jatuh cinta? apa benar yang orang-orang katakan? kalau cinta bisa merubah segalanya! apa itu benar? ada banyak penyataan tentang cinta

Girl And The Theory

Oleh:
Gadis itu terlihat sangat terburu-buru semenjak memasukki gerbang Starhigh. Ia terus saja berjalan dengan langkah panjangnya dan wajah yang menunduk, hingga -BUKK- Ia menabrak sesuatu yang membuatnya terjatuh ke

Menunggu yang Tidak Ada

Oleh:
Wanita paruh baya itu berdiri di sana lagi. Namanya Bu Erika, orang sekitar memanggilnya “Orang Gila” kerena kebiasaannya yang selalu berdiri di depan kantor percetakan yang cukup besar setiap

Satu Senyuman Untuk Kakak

Oleh:
Hari masih siang tapi hujan sudah mengguyur ibu kota, Dania yang baru saja keluar dari kelas tak sempat pulang karena hujan turun begitu deras. Dania mencoba menelepon kakaknya tapi

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *