Rela Rella

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Keluarga, Cerpen Pengorbanan, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 10 July 2013

“Kamu yakin, La? Undangan pernikahan kamu udah disebar…” Yasha menatap Rella tajam-tajam. Mencari jawaban darinya. Keputusan yang diambil Rella terlalu riskan, mana bisa dia membatalkan pernikahannya yang akan terlaksana dalam hitungan hari? Dengan panitia yang sudah lima puluh persen sudah menyelesaikan tugasnya, dengan gedung yang sudah disewa, dengan makanan dan souvenir yang sudah ditangan, dan hanya dengan alasan tidak sepakat dengan tempat tinggal mereka setelah menikah? Konyol sekali. Tapi Rella mengangguk tegas, mengiyakan pertanyaan ragu Yasha.
“Aku ngga’ bisa ninggalin Ibu, aku ngga’ mau Ibu tinggal sendirian di desa ini.” Pandangan gadis cantik yang akan menikah tak sampai satu minggu lagi itu, mengarah pada halaman belakang rumahnya. Rella tidak menatap lawan bicaranya, sedang suaranya lirih seolah berbicara sendiri.
‘Tapi La, Ibu kamu kan udah setuju kamu tinggal di kota sama mas Wawan. Lagipula itu kan cuma sementara aja, nanti kalian bisa merundingkannya lagi dengan kepala dingin..” Yasha masih berusaha membujuk Rella. Tapi dara manis itu tetap menggeleng.
“Aku ngga’ mau Yash,”
“La, ini masalah sepele lho.. kamu ngga’ harus membatalkan menikah begini cuma gara-gara kalian ada beda pendapat soal dimana kalian akan tinggal nantinya,” lanjut Yasha. Rella mengarahkan pandangannya ke Yasha.
“Tapi ini ngga’ sepele bagi mas Wawan.” Rella membantah. Matanya tajam menatap Yasha.
“Tapi kalian masih bisa nego lagi setelah menikah!” Yasha masih bersikukuh menyangkal.
“Tapi mas Wawan ngga’ mau nego lagi setelah menikah!” Sanggah Rella.
Yasha membuang muka seraya menarik napas keras. Gemas. “Kalian berdua sama-sama kekanak-kanakan. Kenapa sih ngga’ ngalah aja salah satu?”
“Aku bukannya ngga’ mau ngalah, Yash! Aku hanya ngga’ bisa mbiarin Ibu tinggal di sini sendirian!” Calon mempelai wanita Wawan itu meralat.

Debat kusir. Yasha tidak akan bisa mengubah pendirian Rella, sepupunya yang keras kepala itu. Yasha tahu, Wawan tadinya menyepakati keputusan untuk tinggal di kediaman Ibu Rella meskipun lokasinya ada di desa dan jauh dari perkotaan. Namun karena ia naik jabatan dan kantornya pindah ke pusat kota dilengkapi dengan rumah dinas, maka Wawan kemudian meminta agar dia dan Rella tinggal di kota saja. Wajar jika kemudian Rella bertindak begini.
“Kapan lagi aku bisa berbakti pada ibu jika bukan sekarang…” Lanjut Rella. Kesedihan merayapi Rella. Yasha mendekat dan memeluknya, berusaha menyalurkan kekuatan padanya. Memori dua tahun silam nampaknya teringat lagi.
Ayah Rella meninggal dunia dua tahun yang lalu dalam sebuah kecelakaan lalu lintas. Musibah yang tidak pernah diduganya. Akibatnya sang Ibu harus tinggal sendirian hingga Rella menyelesaikan pendidikan strata satunya satu bulan setelah sang nenek meninggal setahun yang lalu. Dan jika sekarang dia harus tinggal di luar kota dan meninggalkan Ibunya sendirian, Rella akan menyia-nyiakan kesempatan berbakti pada sang Ibu. Waktu terus berjalan dan umur manusia tidak ada yang bisa menebak. Rella tidak ingin kehilangan saat-saat berharga dengan orangtua tunggalnya ini seperti ia kehilangan momen bersama sang Ayah.

Rella bersekolah di luar kota dan tinggal bersama neneknya yang meninggal setahun yang lalu, sejak SMP hingga lulus dari Perguruan Tinggi. Rella mengerti betul perasaan seorang ibu yang kesepian tanpa sang anak, bagaimana seorang ibu menahan rindunya saat anak-anaknya berada jauh di luar kota dan jarang sekali menjenguk, sebagaimana ia melihat neneknya selalu mengigau memanggil ibunya, dia atau paman dan tantenya saat kerinduan menyergap. Dan dia sama sekali tidak ingin Ibu merasakan hal tersebut di masa tuanya.
Memori pertengkarannya dengan Wawan pagi tadi mampir lagi ke benak Rella dengan jelas.

“La, kita menikah dalam hitungan hari, kedua keluarga, baik itu keluarga kamu atau keluargaku sudah sama-sama mempersiapkan ini sejak satu tahun yang lalu, kamu akan mengecewakan mereka semua jika pernikahan ini kita batalkan sekarang.” Bujuk Wawan.
“Aku ngga’ membatalkan tanpa alasan, Mas.. Kamu juga tahu itu,”
“Coba kamu pikir masak-masak lagi, Rella..” Wawan mencoba merundingkannya lagi. “Kita bisa tinggal di kota tanpa harus membiarkan ibu sendirian di rumah, kita bisa sewa pembantu,” Wawan menawarkan solusi.
“Pembantu terbaik adalah putri sendiri, Mas.” Tandas Rella.
Wawan menarik napas, gemas. “Oke, tapi bukan artinya pernikahan ini harus digagalkan begitu saja. Setidaknya kita bisa berunding lagi nanti, setelah menikah.”
“Aku ingin kesepakatan sekarang. Dan kita sudah sepakat mau tinggal sama ibu setelah menikah sebelum ini. Kamu yang tiba-tiba berubah pikiran dan aku juga jadi ingin berubah pikiran mengenai keputusanku untuk menikah dengan kamu, Mas.”
Jeda sesaat. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Wawan tidak ingin membatalkan pernikahannya di lain pihak dia juga tidak mungkin melepaskan jabatan yang baru dia terima kurang dari satu minggu ini.
“Kenapa kamu ngga’ mau ngalah?” tanya Wawan mulai naik darah.
“Kenapa kamu ngga’ mau menepati kesepakatan kita?” Rella balik bertanya. Emosi Wawan makin memuncak. Rella yang dicintainya adalah gadis yang keras kepala, sulit sekali keinginannya dipatahkan. Apalagi ini menyangkut Ibunya, seorang yang paling penting dalam hidup Rella, satu-satunya keluarga kandung yang ia miliki saat ini.
“Kamu egois, La. Kamu ngga’ mencoba sedikitpun untuk mengerti posisiku sekarang!”
“Kamu lebih egois, Mas! Kamu lebih mementingkan karirmu daripada kesepakatan yang sudah kita buat. Kamu ngga’ menepati janji!”
Keduanya dikuasai emosi. “Sekarang mau kamu apa?”
“Aku mau kamu tinggal sama aku di sini atau kita tidak usah menikah saja!”
“Oke! Kita batalkan,” Rella terpana. Air matanya menitik. Ternyata akhirnya harus seperti ini. Rella tidak menduga Wawan secepat itu akan memutuskan untuk membatalkan saja pernikahan mereka. Di satu sisi undangan sudah disebar, gedung sudah dipesan, makanan dan souvenir sudah dipersiapkan.
“Ya, batalkan saja,“ sahutnya sembab. “Daripada aku kehilangan surga, daripada aku kehilangan kesempatan merawat dan menemani ibu, jauh lebih baik aku kehilangan kamu.” Lanjut gadis 24 tahun itu dengan rela. Lirih, hampir-hampir tak terdengar. Dalam diam Rella mengatakan pada dirinya sendiri, jodoh yang pergi meninggalkanmu akan diganti oleh-Nya dengan yang lebih baik, tapi seorang Ibu yang meninggalkanmu karena tidak kamu rawat dengan baik, akan membuatmu menyesal seumur hidup. Seorang Ibu tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun.

SEKIAN

Cerpen Karangan: Aya Emsa
Blog: butirbutirembun.blogspot.com
Facebook: anindya aryu emsa

nama: anindya aryu inayati, S.H.I
nama pena: aya emsa
hobby: menulis, membaca dan menggambar. beberapa cerpen saya sempat dipublikasikan di majalah kampus ‘nukhbah’. (ISID GONTOR kampus Mantingan) dan majalah kampus pusat ‘Himmah’ (Gontor Putra 1, Ponorogo)
kegiatan sekarang: Kuliah Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Surakarta, jurusan Pemikiran dan Peradaban Islam.
Alamat sekarang: Padepokan Lir Ilir, Pesantren Mahasiswa, Karangpandan, Karanganyar.

Cerpen Rela Rella merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Lara Prihatini Si Gadis Prihatin

Oleh:
Malam yang sunyi, itulah yang senantiasa menemani malam malam ku. Tak ada yang istimewa, bintang bertaburan seperti biasanya ditemani bulan separuh yang berwarna putih. Sesekali terdengar suara lolongan anjing

Blackforest Untuk Bunda

Oleh:
“Bunda berangkat ya nak!” seru Bunda. “Iya Bunda! Hati-hati di jalan, ya!” seru Ara dan Hanny. Pagi itu, Bunda Ara dan Hanny pergi ke keluar kota. Tepatnya Jakarta. Ia

Aloha

Oleh:
Sinar matahari mulai menyeruak menembus tirai jendela kamar Diara. Ya, namanya Diara. Seorang ABG yang masih dalam proses pertumbuhan. Seperti remaja lainnya. Diara juga Ababil. Terkadang ia bisa nangis-nangis

Kekurangan

Oleh:
“Mikaaaa!! Main yuk!” Teriakan beberapa gadis berumur lima belas tahun terdengar sampai ke ruang duduk rumah megah tersebut. Aku menoleh pada Mika yang langsung bangkit. Tetapi mengernyit ketika menemukan

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *