You’re My Hiro

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Keluarga
Lolos moderasi pada: 22 December 2016

Langit ditutupi awan hitam, semilir angin pagi menusuk sampai ke tulang-tulangku, ayam jantan masih enggan berkokok. Dari dalam kamar ukuran yang telah Aku perkirakan kira-kira 3×3 m, muncul sosok bayangan yang sedang berjalan menuju keluar. Bayangan dengan tubuh gemuk, bahu kekar, tidak terlalu tinggi. Namun, karena sorotan lampu dari atas, bayangan itu semakin memanjang, sesaat kembali memendek seperti semula seiring langkah kaki yang semakin dekat dengan pintu kamar. Tubuh bayangan itu telah keluar melewati pintu kamar, sehelai handuk terlilit di pinggangnya. Dengan langkah yang tenang Ia menuju kamar mandi, seperti biasa pasti untuk mengambil wuduk.

“Sssrrrr… sssrrrrr…”. Suara air mulai terdengar dari kamar mandi. Aku tunggu sosok itu sebentar. Tidak sabar Aku kembali mendengar detakan sendalnya yang terbuat dari kayu. Aku kembali pejamkan mata yang sudah mengantuk.
“Suara itu… sudah mulai mendekat!”, teriak hatiku.
Aku dengarkan setiap langkahnya. Tak… Tik… Tuk… Sungguh keangkuhan langit malam yang mencekam tak mampu mengalahkan degupannya. Kemudian sosok itu berlalu ke kamar kembali, semenit kemudian muncul dari pintu dengan mengenakan singlet putih berlengan pendek dan sarung yang dililitkan di pinggang sebagai rok.

Sekarang, sosok bayangan itu sedang bertasbih dan melantunkan asma-asma Allah. Aku juga tidak tahu apa yang membuatku terbangun saat mendengar lantunan itu, pastinya setiap kali mendengarkan hatiku selalu tenang, dan mataku yang tadinya mengantuk kadang juga enggan tertutup kembali.

Aku lirik hanphoneku, biasanya pukul 03.00 atau 03:30 WIB. Hingga subuh menyapa sosok itu tak henti-hentinya berzikir. Aku mencoba membayangkan, mungkin sekarang Ia sedang memutarkan tasbihnya seirama dengan setiap zikir yang Ia lantunkan. Pernah Aku ingin bangkit dari tempat tidur untuk mengikuti sosok itu berzikir dan melaksanakan shalat malam, tapi terasa berat sekali untuk bangun. Memang Aku masih belum bisa istiqomah dan tidak tergoda bisikan syetan terkutuk. Kadang Aku nantikan sosok tadi sampai Ia selesai. Tapi entah apa yang mendera mataku, di tengah penantian Aku tertidur sendiri dan paginya saat terbangun Aku tidak tahu kapan Aku tertidur kembali. Beberapa saat Aku rasakan sebuah tangan yang kasar dan kokoh sedang mengelus kepalaku, dengan lembut tangan itu mengusap keningku sampai ke ubun-ubun.
“Syifa… bangun Syifa…”. Suara beratnya sunyi sayup di telingaku.
“Syifa… bangun…!”. Cepat shalat subuh.
“Iya…” Aku jawab dengan suara serak seperti artis kondangan yang habis bernyanyi dua hari dua malam. Bayangkan saja seperti apa suaraku saat itu. Perlahan Aku bangkit dan kemudian melihat sosok tadi mulai menjauh dan meninggalkanku yang masih seperti gajah sakit.

Baju putih lusuh bercampur dengan warna seperti susu kental manis telah rapi terpasang. Celana training yang entah berapa tahun silam, juga sudah selesai Ia kenakan. Warna hitamnya tidak lagi semegah yang dulu, karena kini sudah kering kerontang dimakan usia. Sama seperti sang pemakai yang dagingnya juga sudah kering dimakan usia. Walau begitu kekokohannya masih tetap terjaga.

Kemudian Ia menuju ke arah dapur dengan dinding tersusun dari papan-papan kayu, yang usianya mungkin lebih tua dari adik bungsuku sekarang, yang berusia 14 tahun. Dari belakang dapur Aku lihat sosok tadi sedang memikul sebuah kantong beras. Jangan sangka karung yang isinya beras, itu adalah serbuk untuk dipasangkan di tungku. Sudahlah, jangan terlalu memikirkan benda yang kusebut tadi. Tidak apa kalau kau tidak tahu atau mengerti. Ah, sebenarnya apa yang kita bicarakan ini!? hehehe

Terenyuh hatiku. Ingin Aku seka setiap butiran Kristal yang jatuh dari dahinya. Tapi apalah dayaku, tidak bisa membantu apapun, membantu pun juga tidak berguna, apa yang bisa Aku banggakan? tidak ada. Aku lemah, terkucup dimakan dingin es di kutub utara. Dadaku sesak… Aku gedor-gedor dindingnya namun tidak mau lepas. Kian lama kian sesak, sampai butiran bening itu tanpa disadari mengalir dari pelupuk mataku. Tuhan… jika Aku bisa, Aku ingin punya sayap dan terbang, lalu akan kubawa orangtuaku mengelilingi setiap hamparan samudra-Mu yang indah.

“Uniiiii…”.
“Cepatlah?!, nanti telat sampai sekolah”. Adikku menyentakkan lamunanku.
“Iya… tunggu sebentar…”. Sahutku.

Begitulah setiap pagi. Kadang Aku yang berteriak, kadang juga sebaliknya. Rumahku yang terletak di kabupaten harus ekstra dalam memperhitungkan waktu. Terlambat sedikit saja, imbasnya Aku harus terkunci di luar pagar. Gantinya Aku harus menyapu halaman dan menyikat toilet sekolah tempat favorit bagi para biang perok*k di sekolahku. O iya, Aku sampai lupa menyebutkan dimana Aku sekolah, sudah SMA, SMP atau masih SD kah. Tapi tidak mungkin lah, kalau Aku SD, lalu adik bungsuku kelas berapa? Yup, cukup inter mezzonya. Baiklah, Aku sekarang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas dan bersekolah di SMA Negeri 1 Pariaman. Tau kan dimana? hehehe.

Sesibuk apapun Ia, namun selalu ada waktu untuk kami berdua. Ia tidak ingin kami berdua telat ke sekolah. Lari motornya secepat kilat, jika Ia tahu kalau kami akan telat. Perjuangan yang luar biasa, yang tidak mampu Aku balas dengan apapun. Kalian penasaran siapa Ia?. Ya, Ialah Ayahku, my hiroku. Aku cium tangannya yang sebab dan dingin karena setiap pagi harus bertarung menggas stang motor serta mengendalikannya demi berpacu dengan waktu. Hatiku berkata, tunggulah sebentar lagi, akan kubuat semua menjadi indah, Ayah… Aku lepas tangannya pelan sambil berucap salam, lalu berlalu ke dalam gerbang.

ADVERTISEMENT

Cerpen Karangan: Syafiayata Asrarin Nas
Facebook: Syafiyata Asrarin Nas
mahasiswi di Universitas Andalas
Jurusan Agriculture Engineering
Fakultas Agriculture Tecnology

Cerpen You’re My Hiro merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Semangat Yang Tak Terkalahkan

Oleh:
Ini sebuah kisah tentang perjalanan seorang Insan menatapi jejak kehidupan, ia lahir ke Dunia dari keluarga tidak miskin kurang kaya tapi sederhana. Ayah berdagang ibu mengasuh dia di rumah,

Manusia Tak Bertulang

Oleh:
Senja sore ini, seolah datang dengan cepatnya, sang surya bewarna kekuningan keemasan masih menggantung di langit jingga, yang membentang di batas cakrawala, seakan memberikan tanda bahwa sebentar lagi senja

Bintang Kehidupan

Oleh:
Dentingan piano mengalun perlahan terdengar merdu di telingaku ketika aku sedang istirahat di taman belakang sekolah. Aku tertarik dengan suara dentingan piano nan indah itu sehingga kuputuskan untuk mencari

Akhir Sebuah Kebencian

Oleh:
Tangisku terus membasahi pipiku, lembaran tissue telah berserakan di lantai kamarku. “Aku membencimu! Sangat membencimu? Kau telah membunuh Ibuku? Kau pembunuh Ibuku!” hatiku terus berkata itu, tak henti-henti setelah

Pahlawan Wanita Sejatiku

Oleh:
Betapa hatiku takkan pilu Telah gugur pahlawanku Betapa hatiku takkan sedih Hamba ditinggal sendiri Siapakah kini plipur lara Nan setia dan perwira Siapakah kini pahlawan hati Pembela bangsa sejati

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *