Dijamu Makhluk Halus (Part 2)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Misteri
Lolos moderasi pada: 16 January 2016

Istriku mengulangi lagi permintaannya untuk membaca doa. Akhirnya aku membaca lagi doa ayat 7 dan ayat 15. Jam weker di dashboard menunjukkan angka mendekati 3. Mobil aku jalankan pelan tidak dengan kecepatan penuh. Mobil berjalan 100 meter, ku lihat kaca spion samping. Lampu petromak abang penjual makanan telah padam. Beberapa menit kemudian terlihat olehku sebuah mesjid di sebelah kanan jalan agak jauh, Ku kenali itu mesjid di mana aku pernah bersalat Jumat sewaktu aku ke Pekanbaru beberapa bulan yang lalu.

Perasaanku langsung lega, bersyukur untuk selanjutnya adalah jalur perjalanan menuju Medan yang sudah aku kenal. Menjelang subuh kami berhenti di depan sebuah gallon pompa bensin. Kami berisitrahat sambil menanti waktu pompa bensin buka untuk mengisi BBM solar mobil. Setelah mengisi bensin, bergantian kami memegang kemudi. Dua kali beristirahat makan dan minum sebelum kami sampai di rumah Medan setelah lewat maghrib.

Esok paginya. Aku berdua dengan Mas Geng lagi duduk-duduk di teras rumah. Datanglah istriku menghampiri kami berdua. “Heh Pa, tahu nggak Papa kemarin yang kita berhenti makan minum di Pekanbaru kemarin?” kata istriku kelihatan serius sekali “Pa, Mas Geng. Semua orang yang ada bersama kita kemarin itu, semuanya sudah meninggal.”
“Ah, yang betul Ma,” dengan tenang aku menjawab.

“Dik jangan berilusi dik, semua kemarin itu nyata dik. Makanannya aku habiskan enak rasanya. Kopinya manis. Masih terasa di mulut sampai sekarang,” kata Mas Geng.
“Iya Pa betul. Kemarin malam kan aku tidur di mobil. Waktu tidur itulah aku mimpi. Ketemu dengan bapak yang berjualan makanan. ‘Bapak kan yang jualan makanan tepi jalan itu Pak, kataku.’ Bapak itu lalu menjawab. ‘Betul Bu, kami semua sudah mati,” kata istriku.

“Bapak penjual makanan itu mati karena sakit. Penjual minuman itu juga mati karena sakit. Satpam itu mati karena mencuri dan mati dihakimi masa. Si berewok yang tidur mendengkur samping Papa duduk itu, dia itu perampok. Dia mati dibakar masa juga.”
“Terus pemuda yang beli mie goreng untuk istrinya itu, siapa?”
“Dia itu dan istrinya mati bunuh diri berdua, karena tidak disetujui oleh kedua belah pihak orangtuanya. Istrinya lagi hamil. Dalam mimpiku istrinya lagi duduk di atas kuburannya tersenyum memandangku.”

“Mengapa bunuh diri, lari saja ke Jakarta. Kan semua dapat diatur. Kataku ke pemuda itu. Ya itulah Bu, tidak terpikir olah kami waktu itu.” Cerita istriku selanjutnya.
“Coba adik mengucap kalimat syahadat. Ternyata dia tidak bisa mengucap sahadat Pa. Cuma kata-kata loh.. loh.. loh.. saja yang dapat diucapkannya. Aku suruh dia mengucap basmalah lengkap. Tidak dapat dia. Cuma kata-kata… Bis.. bis.. Bis.. gitu.”

“Sebentar dulu M. Tunggu sebentar,” aku lalu merogoh saku celana mengeluarkan dompet ku.
“Ini Ma uang kembalian mereka bukan daun, Ma. Semua ini uang asli.” Isi dompetku keluarkan semua, dan memang benar tidak ada barang yang berbentuk aneh di dalam dompetku. Semua uang dan kertas catatanku. Aku dan Mas Geng tertawa lepas. Tetapi istriku tidak tinggal diam dia meneruskan ceritanya.

“Ada lagi Pa, yang satu ini serem kali. Waktu aku tidur di mobil itu dan dibangunkan si bungsu. Leher aku lagi dicekik oleh gadis Indo cantik.”
“Iya Pak. Mama adik bangunkan lagi mengigau dan tergagap-gagap napasnya terengah-engah,” kata si bungsu kami. Rupanya ketiga anak-anak telah mengelilingi kami.
“Kenapa gadis Indo itu?”

“Dia bunuh diri, karena habis diperk*sa oleh salah seorang pejabat di Pekanbaru itu.”
“Mengapa kau jadi marah kepadaku. Kan aku tidak bersalah. Si gadis Indo menjawab, karena kau lewat di sini malam ini maka kau harus aku bikin celaka. Beberapa hari yang yang lalu, anak si bangsat pemerk*sa diriku itu lewat sini. Aku bikin celaka dia bersama mobilnya. Sayang dia tidak mati. Hiiih… Ngeri…” cerita istriku.

“Papa tahu. Tempat yang Papa kencingi itu adalah kuburan penjual makanan itu. Aku minta maaf kepada dia. Maaf ya Pak suami aku mengencingi kuburan Bapak. Dia menawab, tidak apa-apa Bu. Dia sudah minta izin.”
“Waktu abang penjual makanan itu memompa lampu petromaknya, kan aku duduk di depannya. Aku intip ternyata kata orang makhluk halus itu tidak menyentuh tanah. Memang betul Pa, tapi tipis sekali. Hanya sejari ini jaraknya dari tanah.”

ADVERTISEMENT

Aku dan Mas Geng hanya tertawa saja mendengar cerita istriku. Satu bukti kuat telah ada. Tidak ada daun dalam dompet. Beberapa hari berikutnya istriku masih sering bercerita tentang mimpi dalam mobil. Sampai aku hafal akan apa yang akan diceritakan. Mas Geng hanya seminggu berada di Medan. Ke Jawa dia naik bis ALS (Antar Lintas Sumatera) langsung ke Malang.

Dua bulan telah berlalu. Kadang-kadang istri mengulang lagi ceritanya. Proyek yang aku tangani telah selesai. Waktunya kembali ke Jawa. Semua barang aku kemasi. Dan memulai perjalanan dari Medan ke Malang. Jalur perjalanan yang harus ditempuh adalah lewat jalur Lintas Timur Sumatera. Tujuan membuktikan cerita istri. Kami berangkat dari Medan di sore hari. Supaya sampai di Pekanbaru pada hari siang. Kota-kota Tebingtinggi, Kisaran, Rantauprapat, dan Gunungtua berbelok kekiri. Jalur Timur Lintas Sumatera dalam perjalanan di malam hari.

Jam weker di dashboard menunjuk angka 8.00 pagi, sewaktu Chebrolet Luv kami memasuki kota Pekanbaru. Di Jalan kembar dalam kota kami mencari petunjuk jalan ke Rengat atau Jambi. Kami ketemukan arah yang kami cari. Mobil dalam kemudi sopir kantor kami. Bukan sopir yang dulu bersama kami mudik ke Jawa waktu itu. Mobil aku suruh berjalan pelan-pelan menyusuri jalan sesuai arah papan petunjuk jalan. Mencari rumah makan kataku kepada sopir baru.

Aku dan istri mengamati situasi kiri dan kanan jalan. Mesjid yang ku kenal dan check point kami terlihat di sebelah kiri. Aku dan istri saling berpandangan. Mobil berjalan terus. Papan petunjuk arah tujuan terlihat. Tulisan RENGAT dan arah panah sama dengan yang aku lihat waktu dulu. Dengan hati berdetak tajam kepala aku menoleh ke kanan, dan kuburan Islam yang ada di depan pandanganku.

Aku menoleh ke istri yang kelihatan tersenyum ditahan, penuh rasa kemenangan. Pertigaan dengan jalan besar dan papan petunjuk M.T.Q tidak ada pada tempatnya. Begitu juga gudang besar tempat si Satpam bersandar tidak nampak. Yang ada jalan lorong kecil dengan tembok pembatas kuburan yang roboh selebar 1 meter. Kelihatan ada bekas goresan karena bersentuhan dengan mobil rupanya.

Mobil Chevrolet Luv terus saja jalan pelan-pelan. Kira-kira 50 m dari ujung tembok yang gompal tadi, di sebelah kanan jalan, kami menjumpai rumah makan Padang yang baru membuka tirainya. Mobil berbelok ke halaman rumah makan itu. Kami turun semua menanyakan letak kamar mandi, dan menghambur kami ke sana. Mandi-mandi selesai, pesan makanan. Selama makan istri mengatakan untuk menanyakan masalah yang pernah kami alami sekitar dua bulan yang lalu itu. Selesai makan kami ke tempat kasir, yang sedang ditunggui seorang ibu.

“Berapa Bu semua?”
“Sekian Pak,” kata ibu kasir sambil menyodorkan sebuah nota. Aku mengeluarakan uang untuk membayar sejumlah yang tertera dalam nota, yang ditunjukkan oleh ibu kasir tadi.
“Apa biasanya ada orang yang berjualan di malam hari di dekat kuburan itu Bu?” istri aku bertanya kepada ibu kasir. “Tidak ada Bu,” jawab bu kasir.
“Maksudku kira-kira dua bulan yang lalu. Soalnya kami pernah malam-malam makan di situ Bu,” kataku.

“Dua bulan yang lalu ya Pak. Memang di tempat itu sering terjadi kecelakaan. Sebentar ya Pak. Memang sering kalau malam aku bikin nasi goreng atau mie goreng, bikin kopi atau teh. Sering berkurang dari takaran yang seharusnya. Bikin sebanyak 4 piring sudah ditakar dengan cermat. Begitu dimasukkan ke piring hanya ada untuk 2 piring. Kami heran, Pak,” kata ibu kasir.

“Apa ada gadis Indo cantik yang bunuh diri setelah diperk*sa oleh pejabat, ya bu,” kata istriku.
“Ada Bu, namanya si Anu. Pejabatnya pun masih menjabat sekarang.”
“Apa ada sepasang kekasih yang bunuh diri bersama karena tidak disetujui oleh kedua belah orangtuanya,”
“Ada Bu…”

Semua yang dalam mimpi istri ditanyakan semua kepada ibu kasir. Sampai ibu kasir kelihatan ketakutan. Dan menyodorkan kembali uang yang sudah aku serahkan kepada ibu kasir itu sebelumnya. Sambil tertawa aku berkata, “Bu, aku ini orang Bu. Bukan hantu, lihat Bu kaki kami betul-betul menyentuh tanah. Tidak melayang 2 Cm. Tolong diterima uang kami ini.”

Ibu Kasir pun tersenyum, sambil melongokan kepalanya ke tempat kami berdiri. Kemudian menerima uang yang tadi disodorkan kembali kepada kami dan memberikan sisa uang kembaliannya. Tetapi uang dari kami lalu dimasukkannya ke dalam kotak amal. Kami berdua memasuki mobil, dimana anak dan sopir kami telah menunggu, dan melanjutkan perjalanan kembali ke Jawa Timur.

Cerpen Karangan: Suyonomardjuki
Facebook: Suyonomardjuki

Cerpen Dijamu Makhluk Halus (Part 2) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Balutan Perbanku atau Julian?

Oleh:
Dia adalah nama yang sulit untuk diingat namun, terukir dengan mudah di hati semua orang. Julian, Pria yang lahir ditahun yang sama denganku. Kuingat-ingat dia lahir pada pertengahan bulan

Misteri Yang Tidak Terpecahkan

Oleh:
Pada suatu desa yang indah dan subur, terdapat sebuah rumah yang konon pada zaman Belanda dulu kala itu dipakai sebagai tempat pembuangan mayat orang-orang pribumi pada saat itu semenjak

Mimpi (Part 1)

Oleh: ,
Hujan deras yang disertai petir menyirami pagi hari. Sambaran petir yang dari tadi bosan melihat Meira tidur akhirnya berkoar dan membanguninya. Meira hanya ingin tidur kembali dan melupakan jadwal

Noda Biru

Oleh:
Terdengar suara dari radio yang sedang melaporkan berita. “Seminggu telah berlalu kasus mengerikan yang terjadi terus saja bertambah. Para polisi hingga saat ini masih belum mengetahui siapa dalang dari

Pusaka Membawa Petaka (Part 1)

Oleh:
Asap tebal pun mulai mengepul diiringi semerbak wangi harum dari dupa yang tertancap di bawah pohon beringin itu. Tak berapa lama.. Dessssshhhh!! Sebuah letupan kecil terjadi dari bawah sekitar

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *