Rumah Tua Itu (Part 2)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Misteri
Lolos moderasi pada: 30 June 2017

Aku kembali berjalan ke arah koridor yang aku lewati tadi berharap bertemu dengan Danu. Namun hasilnya nihil, aku tidak bisa menemukannya. Aku terlalu serius mencarinnya sehingga tidak menyadari seseorang berdiri di belakangku. Melihatku sedang lengah, dia membekap mulutku. Aku mencoba melawan namun sia-sia lalu pandangaku kabur dan aku merasakan kepalaku pusing sekali. Tak lama kemudian pandanganku semakin kabur dan gelap.

Perlahan kubuka mataku. Pandanganku masih samar-samar dan tubuhku terasa kaku untuk digerakkan. Namun akhirnya aku sadar kenapa tubuhku terasa kaku karena tubuhku sedang terikat di kursi. Kedua tanganku diikat ke belakang, kedua kakiku diikat di kaki kursi dan ada tali yang juga melilit tubuhku. Aku hendak berteriak minta tolong namun mulutku dilakban. Aku disekap di sebuah kamar tidur. Aku dapat mengetahuinya karena masih ada kasur usang di dalamnya. Namun aku hanya sendiri di sini Danu tak bersamaku. Aku berusaha melepaskan ikatannya namun usahaku sia-sia. Tali tambang ini sangat erat mengikatku.

Akhirnya aku pasrah dan mencoba untuk berpikir. Siapa orang yang berada di dalam rumah ini? Dan tengkorak siapa yang ada di dalam ruangan itu? Apakah mereka adalah warga yang pernah masuk ke rumah ini? Jika benar berarti mereka telah dibunuh oleh orang yang ada menghuni rumah ini. Apakah aku dan Danu akan bernasib sama seperti warga desa? Tapi kenapa mereka membunuh warga yang masuk? Berbagai pertanyaan muncul dalam pikiranku namun hal itu terhenti ketika aku mendengar langkah kaki yang menuju ruangan tempat aku disekap.

Perlahan pintu terbuka dan kulihat seorang pria berbadan tegap yang tidak asing wajahnya. Dia adalah salah seorang pria yang kulihat bersama Danu tengah berbicara di depan rumah tadi. Dia tidak sendirian karena aku melihat seorang wanita yang kuperkirakan dari wajahnya sudah berkepala tiga namun masih memiliki tubuh yang seksi. Dia berjalan ke arahku dengan senyum tanda puas karena berhasil melumpuhkanku.

“Apa cerita hantu itu nggak membuatmu takut sampai kamu berani memasuki rumah ini?” tanyanya sambil membuka lakban yang menutupi mulutku.
“Siapa kalian? Mau apa kalian? Kenapa kalian menakut-nakuti warga di desa ini? Dan tengkorak siapa yang ada di ruangan itu?” tanyaku dengan nada kesal.
“Wow banyak sekali pertanyaanmu anak muda. Tapi baiklah aku akan memberitahukannya. Kami adalah suatu organisasi gelap yang menjual berbagai jenis nark*tika dan kami sudah menjadi buronan selama bertahun-tahun. Aku adalah pembentuk sekaligus pemimpin organisasi ini. Sebenarnya aku nggak pernah berpikir untuk membuat markas rahasia di desa ini. Kamu tahu siapa pemilik rumah ini dulu?”
“Pak Herman,” jawabku singkat.
“Kamu benar. Herman adalah rekan bisnis kotorku ini tapi ternyata dia berkhianat dan hendak melaporkan keberadaan organisasi kami ke polisi. Ketika aku mengetahuinya, aku segera memerintahkan anak buahku membunuh Herman beserta keluarganya. Namun ternyata sebelum itu Herman sudah memberitahu polisi di mana keberadaan markas kami. Kami kabur dan mencoba untuk mencari markas baru dan aku berpikir rumah Hermanlah yang cocok karena sangat jauh dari perkotaan dan ancaman polisi. Namun ternyata masih banyak orang yang sering masuk ke rumah ini untuk sekedar beristirahat atau bermain-main. Jadi kami berencana untuk menakut-nakuti warga agar mereka tidak pernah mau masuk lagi ke rumah ini. Waktu itu ada beberapa anak-anak yang masuk untuk bermain-main. Kami langsung menangkap mereka dan membunuh mereka dan meletakkan mayat mereka di sebuah ruangan. Kamu pastinya sudah tahu ruangan itu kan?”
Aku hanya diam dan menatap sinis ke wajah wanita itu.
“Lalu kami melakukan hal yang sama kepada warga yang mencari keberadaan anak-anak itu dan setiap orang yang masuk ke rumah ini. Sehingga tidak ada yang berani masuk ke rumah ini karena mereka percaya kalau arwah Herman dan keluarganya bergentayangan dan membunuh setiap orang yang masuk ke rumah ini. Tapi aku nggak menyangka ternyata masih ada yang nekat masuk ke rumah ini. Aku rasa semua pertanyaanmu sudah aku jawab,” sambungnya.
“Belum. Di mana Danu? Dimana kalian menyekapnya? Apa kalian telah membunuhnya?”
“Tenang saja. Temanmu masih hidup.”

“Bos apa yang akan kita lakukan kepada mereka berdua? Apa kita akan membunuh mereka sekarang?” tanya pria yang merupakan anak buah dari wanita ini.
Glekkk. Aku menelan ludah ketika dia bertanya akan membunuh kami sekarang. Aku hanya bisa berdoa agar Tuhan dapat menyelamatkan hidupku dan Danu. Tiba-tiba aku mendengar suara warga meneriakkan namaku dan Danu. Itu berarti paman dan bibi telah menyadari kalau kami tidak ada di rumah mereka melainkan berada di rumah tua ini. Baru saja aku hendak berteriak minta tolong pria itu langsung membekap mulutku dengan tangannya. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku berusaha melepaskan tangannya namun usahaku sia-sia. Sekali lagi aku hanya bisa pasrah.

Aku bisa mendengar suara tangisan bibi sambil memanggil nama kami. Oh Tuhan selamatkanlah kami agar kami bisa meringkus para penjahat ini dan memenjarakan mereka. Aku tidak tahu apa yang terjadi namun aku mendengar jeritan para warga dan semakin menjauh. Aku yakin kalau itu adalah ulah para penjahat ini. Wanita itu berjalan menuju jendela dan sepertinya mengecek situasi. Merasa sudah aman wanita itu lalu menginstruksikan pria ini untuk melepaskan tangannya.

“Bos kapan kita akan membunuh mereka berdua?” tanyanya lagi.
“Jangan bunuh mereka,” jawab wanita itu.
Aku kaget mendengarnya. Kenapa dia tidak ingin membunuh kami? Apa yang akan dia lakukan kepada kami.
“Lalu kita akan bebaskan mereka?”
“Ya enggaklah. Dasar Goblok. Kalo aku bebasin mereka pasti mereka melaporkan kita ke polisi,” jawab wanita itu dengan marah.
“Lalu mau bos apakan mereka?”
“Aku merasa mereka berdua sangat berguna. Aku akan cuci otak mereka dan aku akan menjadikan pria yang bernama Danu itu sebagai anak buahku.”

Aku tidak percaya dengan omongan wanita itu. Dia akan mencuci otak kami berdua dan menjadikan kami sebagai anak buahnya. Tapi tunggu dulu, dia hanya mengatakan Danu yang akan menjadi anak buahnya. Lalu bagaimana denganku? Aku hendak bertanya namun anak buahnya menanyakannya terlebih dahulu.

“Lalu yang satu ini bos?” tanyanya sambil menunjuk ke arahku.
Aku sangat takut ketika dia berjalan ke arahku. Apa yang akan dia lakukan kepadaku?

ADVERTISEMENT

Bersambung

Cerpen Karangan: Siti Aisyah (Polar Bear)
Blog: seruseruaja.wordpress.com
Nama Saya Siti Aisyah. Saya baru belajar nulis cerpen jadi kalau ada kata-kata yang salah mohon dimaklumi ya ^_^
fb: Siti Aisyah
twitter: @sitimessi
blog: seruseruaja.wordpress.com

Cerpen Rumah Tua Itu (Part 2) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Wanita Di Hari Jumat

Oleh:
Pohon itu akhirnya tumbang. Pagi ini hampir semua warga Kampung Sekar datang untuk melihat pohon besar itu, pohon yang menurut warga telah berusia lebih dari seratus tahun. Tumbangnya pohon

Tiga Dua Satu

Oleh:
Bersama senyap dia berhitung mundur. Jam terdengar berdetak konstan, namun jantungnya berdetak melebihi kecepatan detak jam. Dia masih harus menghitung hingga nol di tengah sepinya kelas. Ada yang harus

Bus Desa Jungdul

Oleh:
Aku Lin ji. Hal yang terindah bagiku adalah hari pertama di sekolah baru. Penyebab kepindahanku ke desa ini karena suatu pekerjaan orangtuaku. Aku duduk di sebuah halte yang tampak

Mari, Masuklah

Oleh:
“Hufft, cape banget,” kataku sambil duduk di sebuah kursi kantin sekolah seperti biasanya. Biasanya, aku sudah sampai rumah pukul 3 sore. Tapi, karena tadi ada sebuah acara sekolah yang

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

2 responses to “Rumah Tua Itu (Part 2)”

  1. Dinbel says:

    Lanjutan nya lagi Mana kak? Udah Seru NIH kak ceritanya, kok cuma ada 2 prt, tpi masih menggantung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *