Secuil Ujian Berjuta Kebaikan

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Motivasi
Lolos moderasi pada: 9 January 2018

Sore itu, kutatap guyuran air hujan yang membasahi kaca jendela kamarku. Aku merenung dan berkhayal, atau bisa disebut membuat permohonan. “Tuhan, apakah di hari esok aku masih bisa melihat hujan, apakah aku masih dapat menikmati nikmatmu yang indahnya tiada tara? apakah aku terlalu berdosa sehingga kau kirimkan untukku satu penyakit yang perlahan membunuhku, aku bahkan tak tau Tuhan apa kesalahan yang ku perbuat, sehingga kau kirimkan padaku penyakit yang mengundang sejuta kekhawatiran. khawatir aku tak dapat memijakkan kakiku di bumi ini lagi, khawatir tentang kesalahan yang belum kuperbaiki, khawatir tentang bagaimana perasaan orang orang yang kusayangi ketika aku pergi?, aku ikhlas Tuhan kau ambil nyawaku untuk selamanya, tapi tanamkanlah pada ayahku, ibuku, kakak tercintaku dan nesha sahabat terbaikku keikhlasan pula ketika kehilanganku. Aku tak mampu melihat mereka bersedih dan rapuh. Karena hal itu akan semakin membuatku lemah, Tuhanku. Air mataku tanpa terasa jatuh bersama air hujan sore itu. Aku segera menyudahi kesedihanku, aku sadar aku tak boleh diam dan menangis, karena aku wanita kuat.

Namaku fatarani, tapi orang orang cukup memanggilku Tata. Aku gadis remaja berumur 16 tahun yang di vonis oleh dokter mengidap penyakit leukimia. Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang. sel darah putih tidak merespon kepada tanda/signal yang diberikan. Akhirnya produksi yang berlebihan tidak terkontrol (abnormal) akan keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi.

Tepatnya 9 bulan yang lalu, dokter mengatakan bahwa umurku tidak akan bertahan lebih dari 1 tahun karena menderita penyakit leukimia kronis. Aku yang tidak menyangka di tubuhku dapat terserang penyakit mematukan itu, menangis sejadi-jadinya di pangkuan ibuku yang juga menangis atas kenyataan yang menimpa gadis kecilnya. aku merasa satu tahun begitu cepat berlalu, aku semakin merasa Tuhan akan segera mengambil nyawaku. Setiap hari yang kulakukan hanya duduk termenung di bangku taman yang tidak jauh dari rumahku sambil menulis curahan hatiku dan semua apa yang aku rasakan.

“hai” seorang cowok memanggilku dengan singkat. aku sedikit kaget dan kulihat dia agak ragu mendekatiku. Dia adalah cowok yang sering bermain sepatu roda di taman. Sudah lama kita bertemu, tapi baru kali ini dia menyapaku.
“Tata kan? aku ferdian, tinggal di blok M.”
Aku hanya tersenyum. dia hanya duduk di sampingku dan tak berkata apa apa lagi. aku pun hanya diam tak berkata.

Setelah agak lama, dia akan beranjak pergi, tapi aku menahannya dengan mulai mengajaknya bicara.
“kamu mahir banget main sepatu rodanya, keren loh” pujiku
“beneran? aku emang suka banget main sepatu roda, dari kecil aku gak bisa lepas dari sepatu roda.
“boleh dong, aku diajarin”
“boleh, eh tapi kelihatannya kamu sakit, kok pucet banget?”
Aku terdiam dan terpampang kesedihan di wajahku.
“kamu sakit? kalo sakit istirahat di rumah aja.”
Aku hanya diam dan perlahan lahan air mataku jatuh di pangkuanku, ferdian yang menyadari hal itu semakin bingung dan salah tingkah.
“ayolah.. jangan nangis, ayo aku antar kamu pulang”
“tidak perlu, aku cuma pengen ngabisin waktuku di sini, di taman ini.”
“maksud kamu?”

Aku menceritakan semuanya pada ferdian, perihal penyakitku, dan sisa umurku. Kulihat dia menitikkan air mata, tapi cepat cepat menyembunyikan dariku.
“Ta, itu artinya tuhan sayang sama kamu. makanya Tuhan gak pengen kamu lama menderita di dunia dan Tuhan ingin menguji seberapa kuat kamu melawan penyakit itu?”
“tapi fer, ini kutukan bukan ujian. Aku tak tau apa salahku sampai Tuhan mengirimiku penyakit mengerikan ini” tangisku semakin menjadi-jadi.
“kalo kamu emang kuat, tunjukkan kalo kamu perempuan tangguh yang bukan menjadikan penyakit sebagai musibah, tapi sebagai pengalaman dan pengetahuan untuk orang-orang di sekitarmu. Agar mereka tau dan bersyukur terhadap apa yang telah mereka peroleh. Aku tau Ta, kamu permpuan baik dan strong.”

Aku memahami dan mendalami bahwa apa yang diucapkan ferdian itu tepat, aku seharusnya bersyukur dan mengubah ujian menjadi kebaikan untuk orang lain.

Cerpen Karangan: Mu’arifatul Amalia
Facebook: Rifa K’c
nama: Mu’arifatul Amalia
ttl: Blitar, 16 juni 2000
fb: Rifa K’c
e-mail: amaliarifa29[-at-]gmail.com

Cerpen Secuil Ujian Berjuta Kebaikan merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Si Pintar Versus Si Beruntung (Part 2)

Oleh:
“tok tok tok, bu aku pulang” kataku sedikit berteriak supaya ibuku dengar “ya tunggu sebentar” ibuku membukakan pintu, dan terkaget melihat aku menagis “febri, kamu kenapa menangis?” tanya ibuku

Sendal Emas

Oleh:
Roda roda terhenti, asap hitam semakin menjadi dan klakson pun saling bersautan. Mendadak mataku menjatuhkan air mata berisi kebahagiaan, teringat dulu aku yang selalu duduk di pinggir jalan itu

Menulis Kehidupan Ku (Part 1)

Oleh:
Setiap orang yang terlahir di dunia ini tentu diiringi dengan bakatnya masing-masing karena bakat tersebutlah yang menjadi arah dan tujuan dalam hidupmu. Kata-kata ayahku tersebut sering kali terngiang dalam

Tetap Bercahaya, Lilinku

Oleh:
Hujan yang turun di sore itu membuat Aditya termenung. Sambil menatap alam sekitar yang dibasahi hujan, Adit pun memanggil “ma..ma, pa..pa” dengan suara yang kedengarannya tak tahan rindu. Mendengar

Si Pintar Versus Si Beruntung (Part 3)

Oleh:
“febri, febri bangun nak” suara yang mengusik ketenanganku sehingga aku terbangun dari tidurku, saat aku buka mataku aku melihat bahwa aku sedang dalam ruang UKS. “aduh kepalaku” aku pengangi

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *