Terimakasih Fatimah
Cerpen Karangan: Nazri Tsani SarassantiKategori: Cerpen Nasihat, Cerpen Penyesalan, Cerpen Persahabatan
Lolos moderasi pada: 1 September 2016
“Duduk disitu aja yuk..” Ajakku kepada sahabatku
Hari ini usiaku bertambah lagi, dan itu artinya sisa waktuku pun semakin berkurang. Seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap hari ulangtahunku aku selalu mengajak sahabat tercintaku untuk makan malam bersama. Namun tidak seperti tahun-tahun biasanya aku mengajaknya ke restoran mewah bintang lima, melainkan kali ini aku mengajaknya makan di pedagang kaki lima pinggir kampus kami.
Aku dan Fatimah telah bersahabat sejak kami berusia 5 tahun, sungguh bahagia dan tak akan pernah ada setitik pun penyesalan karena telah menjadikannya sahabat yang sangat dekat denganku. Bahkan aku telah mengaggapnya sebagai saudaraku sendiri begitupun ia menganggapku. Fatimah telah mengajarkan arti sesungguhnya dari sebuah kehidupan, mengajarkanku untuk selalu bersyukur meskipun Allah memberi nikmat seujung kuku. “Allah akan menambah nikmat hambanya jika hamanya pandai bersyukur.” Itu kalimat yang selalu terucap dari bibir manis Fatimah setiap kali aku mengeluh.
“Pagi Kinar.” Fatimah menyimpulkan senyum manisnya
“Pagi juga.” Jawabku tak membalas senyumnya
“Hey ada apa? Nona manis pagi-pagi murung begitu? Nanti mataharinya ikut redup loh.” Tanya Fatimah mencoba menggodaku.
“Huh.. Please deh Fatimah matahari gak akan ikut redup kan kamu udah senyum manis banget pagi-pagi gini.”
“Haduuhh kamu.. iya iya okey serius. Ada apa Kinar?” Fatimah mulai memasang raut wajah yang serius
“Aku sebel aja sama Mamah aku, masa aku minta iphone keluaran terbaru gak dikasih coba?” Ujarku dengan nada ketus namun Fatimah hanya tersenyum.
“Kok cuma senyum?” Raut wajahku semakin semerawut.
“Enggak Kinar lucu saja, bukankah baru seminggu yang lalu ya kamu ganti iphone? Apa udah rusak sampai kamu harus minta ganti?”
“Rusak sih enggak, tapi kemaren tuh aku liat iphone terbaru udah keluar. Keren banget, makanya aku pengen.”
“Ooh jadi kamu minta ganti karena keinginan kamu?”
“Iyalah. Harusnya mamah nurutin kemauan anaknya.” Kalimat terakhirku menutup perbincangan kami pagi ini karena bel masuk telah berbunyi dan guru pelajaran pertama pun telah memasuki kelas.
Waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Aku dan Fatimah pun telah selesai melaksanakan ibadah sholat ashar.
“Fatimah, mau langsung pulang?” tanyaku kepadanya ketika melihat ia berbelok ke arah parkir sepeda. Fatimah hanya tersenyum dan menggangguk.
“Ikut aku dulu yuk, sepeda kamu tinggal aja disini nanti pulangnya baru diambil.” Aku menarik tangannya berharap ia ingin ikut denganku.
“kemana?”
“Sudah ayuukk ikut dulu sajaa, mumpung lagi free homework kan?”
“Kamu akan pulang sebelum magrib dan tetap bisa membantu ayahmu berjualan, aku janji.” Lanjutku dengan senyum memaksa. Kemudian Fatimah mendesah pelan dan mengiyakan ajakanku.
“Kamu mau ajak aku kemana?”
“Aah sudah ini kamu pake helmnya terus duduk manis aja di belakang jangan banyak tanya yaa..” Fatimah menuruti keinginan Kinar, ia pun segera memakai helm yang diberikan Kinar. Dengan cepat Kinar pun memakai helmnya dan motornya melaju dengan cepat.
“Modern IT-Square? Kamu mau apa Kinar kesini?” Tanya Fatimah bingung ketika motor Kinar berhenti di depan Mall megah itu.
“Aku mau beli iphone terbaru yang tadi pagi aku ceritain itu.” wajah Kinar tampak bersemangat sangat bertolak belakang dengan ekspresinya tadi pagi.
“Loh, bukankah mamahmu tidak mengizinkan? Lalu, kamu pakai uang siapa Kinar?” raut wajah Fatimah mulai berubah kesal.
“Tenang tenang, aku gakkan sejahat itu kok sampai mencuri uang orangtuaku. Tidak Fatimah.” Aku hanya tersenyum sambil menariknya masuk.
“Lalu?” Fatimah menghentikan langkahnya yang lantas membuatku terhenti.
“Ayolaah Fatimah, kamu sahabat terbaikku..” aku kembali menarik tangannya.
“Berhenti kinar! Jelaskan dulu padaku kau punya uang darimana?” kali ini Fatimah melepaskan tangannya dari genggamanku.
“Okey okey.. Jadi, aku berfikir kenapa aku tidak gunakan ATMku? Toh ATM yang aku miliki ini bukan dari mamah tapi dari papah. Jadi aku tidak punya urusan dengan mamahku bukan?” Kemudian aku kembali tersenyum dan menarik tangan Fatimah menuju gerai salah satu ATM disana. Fatimah hanya mengangkat bahunya.
“Bagaimana kamu bisa berfikir begitu? Bagaimana kalau papahmu tahu tentang hal ini?”
“Tidak apa, papahku tidak sepelit mamahku Fatimah. Sudahlah tidak apa, aku tahu betul bagaimana papahku.” Mendengar jawaban Kinar, Fatimah hanya mendesah dan tersenyum.
Setelah mendapatkan iphone yang diinginkannya, Kinar pun mengantarkanku untuk mengambil sepeda yang aku titipkan di sekolah, dan seperti janjinya. Aku sampai di rumah sekitar pukul 17:40 WIB.
“Terimakasih telah mengantarku pulang kinar.” Ujar Fatimah mengulas senyumnya
“Tidak, tidak aku yang berterimakasih kepadamu Fatimah. Oh iya, bolehkah jika aku bermalam di rumahmu malam ini?” tanya Kinar
“Kamu tidak ingin pulang?”
“Papahku masih di Australia dan mamah sedang dinas luar kota. Jadi please boleeh kan?” Bujukku.
“Masuklah sudah mau magrib.” Fatimah mempersilahkan Kinar masuk dan seketika kinar pun langsung memeluk Fatimah. “Lepaskan kinar badanmu bau keringat.” Ledek Fatimah sambil tersenyum, bermaksud menyuruhnya untuk mandi.
“Ini kamu makan dulu.” Fatimah memberiku sepiring nasi goreng buatan ayahnya. Setiap malam setelah ba’da isya Fatimah selalu membantu ayahnya berjualan nasi goreng di perempatan kompleks. Sahabatku ini hanya tinggal berdua dengan ayahnya. Ibu Fatimah menjadi seorang TKI sejak Fatimah duduk di bangku sekolah dasar dan sampai saat ini ibunya belum juga kembali. Dan kakaknya kini sedang menempuh jenjang perkuliahan di luar kota, itu bukan karena Fatimah dari keluarga berada melainkan karena beasiswa yang didapat kakaknya. Fatimah hidup di keluarga yang sangat sederhana dan taat beragama. Hatiku selalu nyaman setiap ada di tengah-tengah keluarga ini.
“Kinar, habisin kok ngelamun? Gak suka ya? Apa mau pesen fast food?” Tepukan Fatimah menggugurkan lamunanku. “Ah tidak ini sudah enak kok. Kalau aku makan fast food kamu selalu ledekin itu junk food kan?”
“Haha.. ya bagaimana tidak, setiap hari di rumah kamu selalu makan makanan seperti itu. Kinar, dengerin ya. Makanan kaya gitu kurang sehat tau pemoborosan doang.” Fatimah menatapku serius
“Baiklah baiklah, sekarang kau mau bilang aku korban westerninasi lagi? Bosan aku mendengarnya.” Kinar kembali menyuap nasi gorengnya. Dan Fatimah hanya tertawa kecil mendengar ucapan Kinar.
—
“Fatimah ayuk hang out lagi.” ajakku dengan ekspresi penuh harap
“Apa lagi yang ingin kamu beli? Apa iphone kemarin belum cukup?” desah Fatimah
“Kita banyak PR kan?” Fatimah terus melangkah ke arah parkir sepeda.
“Hmm.. kamu ini. baiklah pulang saja.” Fatimah hanya tersenyum menang melihat raut wajah kinar yang berubah seketika menjadi sangat kecut.
“kamu bermalam lagi di rumahku?” tanya Fatimah sambil mengayun sepedanya.
“hmmm..” desahku dibelakang Fatimah
Sore ini aku dan Fatimah menghabiskan waktu untuk mengerjakan PR sekolah yang buanyaak banget. Tapi aku tidak perah risau, sebab kalau dikerjakan dengan Fatimah PR sebanyak apapun pasti selesai. Fatimah yang selalu mengajariku untuk mengerjakan PR dan ia merupakan siswi terpandai di Madrasah kami. Beruntungnya aku duduk satu meja dengannya.
“Kinar, cepet kerjain itu kaya aku. kamu malah senyum-senyum gak jelas.”
“Haduh kamu ganggu aja lagi ngehayal nih.”
“Kalo ngehayal mulu kapan selesainya.” Fatimah tetap serius dengan tugasnya.
Setelah ba’da magrib tiba-tiba ada seorang kurir yang datang membawa kiriman paket. Dan di paket itu tertulis nama Kinara Aurora. Aku langsung membuka paket itu dengan senangnya “Yey sampai juga untung aku pilih yang paket ekspres jadi sehari langsung sampai.” Ujarku sambil mencoba sepatu baruku.
“Kamu beli sepatu ini kinar? Kemarin?” tanya Fatimah bingung
“Iya, aku beli online kemarin. Uangnya langsung aku transfer via online juga lewat iphone yang kemarin aku beli loh.”
“uang dari ATM kamu?” Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan Fatimah.
“Kinar, lihat harga sepatunya? Bagaimana kalau uangmu habis? Dan papahmu tahu?”
“Tidak apa Fatimah, uang di ATM ini masih sangat banyak tidak akan habis kalau hanya untuk beli sepatu. Lagipula ini kan kepentingan sekolah. Dan ini mode terbaruuu.”
“kamu ini selalu mengikuti mode.” Desah Fatimah melihat tingkah sahabatnya.
Sudah 3 hari aku bermalam di rumah Fatimah. Dan sungguh aku selalu merasakan kenyamanan ketika ada disini. Hari ini sekolah libur, dan Fatimah ikut dengan ayahnya berbelanja keperluan untuk berjualan nanti malam. Karena aku bangun kesiangan, dan sudah terlanjur ditinggal mereka. Aku memutuskan untuk hang out. Dengan meninggalkan sepucuk surat aku bersiap untuk kembali menggesek ATM dan mendapatkan barang-barang dengan mode terbaru.
Berjam-jam lamanya aku berada di Super Grand Mall, tak tak terasa ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 15:00 WIB. Tanganku pun ternyata sudah penuh dengan kantong belanjaan. “Huh.. melelahkan namun menyenangkan.” Ucapku sambil berjalan ke arah food corner. Sebelum kembali ke rumah Fatimah aku memutuskan untuk mengisi perutku yang sudah benar-benar keroncongan ini. “kalau ada Fatimah disini pasti ia bilang ini junk food.” Desahku tersenyum pelan.
Pukul 16:15 tepat aku sampai di rumah Fatimah.
“Assalamu’alaikum..” Sapaku kepada Fatimah dan ayahnya yang sedang mempersiapkan perlengkapan berjualan di gerobaknya.
“Wa’alaikumsalam..” kemudian aku mencium tangan ayah Fatimah.
“Nak kinar darimana? Pulang ke rumah?” dengan lembut ayah Fatimah memperhatikanku.
“Bukan pak, Kinar habis pergi ke mall sebentar.”
“Mall lagi Kinar?” Fatimah tiba-tiba memotong pembicaraanku dengan ayahnya.
“yups, oiya pak ini kinar belikan baju koko buat bapak semoga bapak suka ya.” Ayah Kinar menerima tas belanja itu dengan penuh terimakasih.
“Ini buat kamu Fatimah, mode terbaru loh.”
“Kinar, kamu itu ya.. udah aku bilang kan jangan boros dan jangan kebawa arus westernisasi deh. Liat belanjaan yang kamu beli semuanya glamor. Apa barang-barang mewah kamu masih belum cukup?” Fatimah kali ini nampaknya sudah benar-benar gusar dengan sikap kinar.
“Kamu seharusnya lebih banyak bersyukur dan tidak boros kinar. Ini sikap yang tidak baik. Dan kamu perlu tahu, masih banyak orang yang membutuhkan di luar sana. Lebih bermanfaat jika kamu memberikan sedikit hartamu kepada mereka. Bukan dengan cara seperti ini.” Fatimah kemudian masuk kedalam kamarnya, meninggalkan Kinar dan Ayahnya di halaman rumah.
“Maafkan Fatimah ya Kinar, sebenarnya ia sayang kepadamu makanya ia berkata begitu.” Aku hanya tersenyum kecut melihat Fatimah yang berlalu pergi begitu saja, namun aku juga berfikir kalau apa yang Fatimah ucapkan ada benarnya.
Tiba-tiba handponeku berdering, ternyata bibi yang menelepon dan mengabari bahwa aku harus segera pulang karena papah sudah pulang ke Indonesia. Dengan itu, kemudian aku titipkan barang ini untuk Fatimah kepada ayahnya dan berpamitan untuk pulang tanpa berpamitan dengan Fatimah. Tak sengaja ku lihat sosok Fatimah di tirai kamarnya, “ternyata ia masih mempedulikanku.” Gumamku lalu melajukan motor dengan cepat.
—
“Ada apa pah?” tanyaku kebingungan melihat papah yang duduk termenung di ruang tamu.
“Usaha kita, perusahaan kita Kinar.” Ujar papahnya dengan nada resah
“Kenapa dengan perusahaan kita pah?” aku kemudian duduk di sebelah papah dengan harap harap cemas.
“Perusahaan kita rugi amat besar dan kita harus menjual semua asset yang kita miliki, rumah mobil semuanya.” Ucapan papah membuat aku shock, benar-benar shock.
“Lalu kemana mamah?” mataku mulai lembab oleh air mata.
“entahlah Kinar tidak ada yang bisa menghubungi mamah. Nomornya selalu tidak aktif dan pihak kantor pun tidak tahu keberadaan mamah, seperti merahasiakan sesuatu dari papah.” Aku tak dapat berbicara apapun lagi, air mata ini mulai menetes.
“Papah akan mengurusi semua masalah ini, dan kamu bersiap kemasi barang-barang kita akan angkat kaki dari sini.”
“Kita akan kemana pah? Apartemen?” Aku menggenggam lengan papah yang berusaha bangkit meninggalkan sofa.
“tidak, semua apartemen harus kita jual Kinar. Kita akan mengontrak sebuah rumah kecil saja.”
Semenjak hari itu, aku dan papah hanya tinggal berdua di sebuah kontrakan kecil. Semua barang mewah yang dulu aku miliki kini habis terjual. Pekerjaan papah pun kini hanya menjadi tukang sol sepatu keliling. Dan semenjak kejadian itu pula sampai saat ini aku belum berani kembali ke sekolah. Bahkan Fatimah pun mungkin sudah enggan bersahabat denganku.
“Penyesalan selalu datang di akhir.” Semakin hari kantung mataku kian membesar karena setiap hari aku hanya mengurung diri di kamar dan tidak ingin bertemu dengan siapapun termasuk papah. Aku tidak makan dan tidak minum, sungguh miris jika melihat keadaanku saat ini.
“Kinar ada di kamar kau mau masuk ke dalam?”
“Tidak om, terimakasih aku tak ingin menggangu istirahatnya. Fatimah minta tolong sampaikan kepada Kinar bahwa Fatimah menunggunya di kelas.”
Aku seperti mendengar suara itu, iya suara Fatimah. Aku membuka sedikit pintu kamarku dan mengintipnya dari balik daun pintu. Air mataku menetes lagi. Sungguh Fatimah memang sahabat terbaikku. Ternyata ia tidak marah kepadaku, ia mengantarkan dua bungkus nasi goreng ayahnya untukku dan papah. “Aku menyesal ya Allah, menyesal selalu menghiraukan ucapan sahabatku..” Aku kembali menutup pintu dan duduk tertunduk di baliknya.
Hari-hariku masih sama seperti kemarin, sudah sekitar 2 minggu aku tidak masuk sekolah. dan 2 minggu pula setiap malam Fatimah selalu datang ke rumah untuk mengantarkan nasi goreng buatan ayahnya. Namun, Fatimah selalu tidak mau bertemu aku. Dia selalu berkata tak ingin mengganggu istirahatku, itu yang kudengar dari dalam kamar kalau Fatimah berbincang dengan papahku.
Malam ini, aku berniat untuk bertemu Fatimah dan menunggunya datang seperti malam-malam sebelumnya.
“Assalamu’alaikum.” Aku membuka pintu dan aku melihat raut wajah Fatimah yang terkejut ketika mendapati aku yang membukakan pintu untuknya.
“Wa’alaikumsalam, Fatimah.” Aku mengulas senyum kepadanya. Kelopak mata Fatimah seketika berkaca-kaca dan ia langsung memelukku dengan erat, sangaat erat.
“Maafkan aku Fatimah, aku menyesal.” Isakku di pelukannya.
“Tidak Kinar, tidak. Kau tidak perlu minta maaf kepadaku. Ini semua cobaan dari Allah.” Fatimah mengelusku dan mencoba menenangkanku.
“Apa kau tidak membenciku?” Aku melepaskan pelukannya dan menatap bola matanya dalam-dalam. Fatimah hanya tersenyum teduh dan berkata “tidak ada alasan untukku, alasan untuk membencimu.”
“Ingat Kinar, Allah akan menambah nikmat hambanya jika hamanya pandai bersyukur.”Kemudian Fatimah kembali memelukku.
“Kembalilah ke sekolah besok, aku dan semua teman-teman menunggumu.”
Hari ini aku putuskan untuk kembali ke sekolah dan kembali menjalani hari-hariku seperti biasa. Namun, dengan suasana bernbeda tentunya. Mulai hari ini aku sadar bahwa hidup sederhana dan apa adanya lebih baik daripada selalu resah dengan perkembangan mode yang tak pernah ada habisnya. Hidup ini bukan hanya antara aku dan fashion namun juga tentang menghargai dan saling peduli.
Kini aku dapat merasakan apa yang selalu Fatimah bilang tentang nasib orang-orang yang lebih susah dariku dulu. Semua berjalan beriringan dan harus selalu berkesinambungan, tidak berat sebelah dan tidak juga melupakan satu hal, BERSYUKUR meskipun hanya nikmat seujung kuku.
“Kinar, ayuk dimakan kok ngelamun sih? Masa yang ulang tahun malah ngelamun. Ooh aku tahu, ngelamunin umur yang makin tua yaa?” Fatimah menggugurkan lamunanku di masa lalu, masa lalu yang banyak mengajarkanku arti kehidupan hingga sekarang aku bersyukur dapat mengerti arti perjuangan meskipun sedikit terlambat, namun Fatimah selalu bilang “tidak ada kata terlambat untuk berubah.”
“Kinar!! Tuh kan malah liatin aku. Kamu apaan sih bikin aku salah tingkah.” Aku hanya tersenyum menyadarkan diri.
“Ehehe.. enggak kok, aku cuma bersyukur aja karena kamu selalu ada buat aku dari dulu, sampai sekarang. Terimakasih ya Fatimah, kamu udah ajarin aku banyak hal mulai dari hal kecil sampai besar.”
Seperti biasa Fatimah hanya mengulas senyum manis nan teduhnya.
“Sama-sama Kinar, kau itu sahabat terbaikku. Aku tidak ingin kau menyesal nantinya, aku juga bersyukur kau banyak belajar.” Aku pun memeluk erat Fatimah.
“Boleh aku nambah? Cacingku masih demo nih?” ujar Fatimah membuatku tertawa kecil.
Cerpen Karangan: Nazri Tsani Sarassanti
Facebook: Nazri Tsani Sarassanti
Cerpen Terimakasih Fatimah merupakan cerita pendek karangan Nazri Tsani Sarassanti, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"
Share ke Facebook Twitter WhatsApp" Baca Juga Cerpen Lainnya! "
Gila (Part 1)
Oleh: Assifa RohmalyaRay menatap sendu ke suatu arah. Melihat sesuatu yang sulit diterima oleh matanya. Dimana keberadaannya itu ada seorang gadis dan pria sedang bersendau gurau. Gadis itu sesekali mengangguk-nganggukan kepala
Tak Disangka
Oleh: Firsta Putri ParadinaKak Aga terus saja menyetir mobilnya. Tentu saja akan mengetahui kemana kak Martha pergi. Dengan kecepatan sedang, laju mobil mulai berhenti. Tiba-lah di suatu tempat untuk minum minum gitu
Sehari Tanpa Tawa Sahabat
Oleh: Anjani Ayu WidatiPagi ini pagi yang sangat cerah, matahari bersinar begitu indahnya. Aku pun bersiap-siap untuk berangkat sekolah, oh iya namaku Ayu tepatnya Anjani Ayu Widati aku kelas 3 SMP, aku
Clara dan Flo
Oleh: Arifah Kaifah YasakClara dan Flo. Keduanya sama-sama yatim piatu. Mereka tinggal di Panti Asuhan. Ibu Panti, Bu Airin tahu Clara dan Flo tidak dapat dipisahkan. Keduanya seperti saudara kandung. “Clara, kamu
Sesalku Tak Lagi Berarti
Oleh: Khoiriyatul MukarromahMatahari nampak sudah enggan menampakkan sinarnya, langit mulai gelap kehilangan cahaya, suara petir pun mulai menderu, mendung hitam tampaknya sudah tak sabar lagi mengguyur bumi, menyirami bunga-bunga yang telah
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"
Leave a Reply