First Love First Hurt

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Pertama, Cerpen Patah Hati
Lolos moderasi pada: 17 May 2016

Jam masih menunjukkan pukul 4:30 pagi, dengan malas ku buka mataku yang masih belum ingin beranjak dari mimpi-mimpi indah, tanganku segera meraba-raba mencari handphone yang sepertinya tidak ku pindahkan ke meja semalam. Langsung saja ku buka handphoneku dan berharap ada pesan darinya, tapi tidak ada pesan apa pun di handphoneku. Aku masih belum bisa terbiasa dengan kenyataan bahwa hubungan kami tidak seperti dulu lagi. Sekarang, keadaan telah berubah 180 derajat dan tidak ada lagi hal yang bisa ku harapkan -sama seperti dulu.

“Gia… Kamu sudah bangun? Cepat bangunlah Nak, sudah hampir pukul 6.” teriak ibu membangunkanku.
“Hmm iya… Ini mau bangun kok.” Jawabku dengan malas. “Aku pasti ketiduran lagi deh.” gumamku dalam hati.

Segera ku beranjak dari kasur, menyambar handuk pinkku dan berjalan menuju amar mandi. Ya beginilah, sudah menjadi kebiasaanku bangun kesiangan karena terlalu lelah mengerjakan tugas di malam harinya, maklum saja karena sekarang aku duduk di kelas 1 akselerasi salah satu SMA favorit di Bandung sehingga tugas-tugas yang dibebankan pun lebih banyak daripada anak yang berada di kelas regular. Kurang lebih 15 menit ku habiskan waktu di kamar mandi, lalu kembali ke kamar untuk memakai seragam dan persiapan berangkat sekolah.

Pagi ini, seperti biasa aku akan diantar oleh Ayah, sekalian berangkat ke kantor. Sebenarnya, sudah sebulanan ini aku sering pulang dan pergi sekolah tidak bersama ayah, tapi bersama kakak kelasku, namanya Fergio Vonic orangnya baik, perhatian, fisiknya pun menawan, matanya bulat dengan bola mata kecokelatan, kulitnya putih, badannya tegap dan selalu berpakaian rapi, membuatnya tampak begitu tampan dan menarik di mataku. Aku mengenal Bang Gio, ya begitulah aku biasa memanggilnya, sudah cukup lama kira-kira sejak 7 bulan yang lalu, masih jelas tergambar dalam ingatanku, waktu itu tanggal 10 Juni 2015 hari itu adalah hari pengumuman kelulusan siswa SMP se-Indonesia. Hari itu ayah yang menemaniku ke sekolah untuk mendengar pengumuman kelulusan dan Alhamdulillah ternyata aku meraih nilai UN tertinggi di sekolah, Ayah sangat bangga sampai terharu.

Selesai pengumuman, ayah mengajakku singgah ke toko alat musik Bang Verza yang letaknya tidak jauh dari rumah. Bang Verza adalah abang kandungku yang sudah berkeluarga dan punya seorang anak laki-laki berusia 2 tahun. Kami berdua sangat akur, hampir tidak pernah berkelahi karena usia kami terpaut sangat jauh sekitar 10 tahun. Kami singgah dengan maksud memberitahu Bang Verza tentang prestasiku ini. Bang Verza sangat bangga padaku. Sampai akhirnya Bang Verza memperkenalkanku pada seorang pemuda yang duduk tidak jauh dari kami, aku baru sadar ternyata di sana ada seorang pemuda yang sedari tadi memperhatikan kami.

“Ini Gi, Bang Gio temen abang yang abang pernah ceritain ke kamu dia kakak senior kamu nanti di SMA,” kata Bang Verza. “Oh, iya ya…” kataku sambil tersenyum ke arah Bang Gio, tak tahu harus mengatakan apa lagi.
“Salam dong sama Bang Gio.” kata ayah tiba-tiba saja, membuatku refleks berjalan menghampirinya dan menyalaminya seperti aku biasa salam pada ayah dan ibu.

Setelah itu kami berempat berbincang-bincang membicarakan prestasiku dan juga mengenai SMA baruku. Bang Gio orangnya asyik juga ramah sehingga aku bisa langsung akrab dengan dia. Sejak pertemuan pertama kami di toko Bang Verza, aku tidak pernah bertemu lagi dengannya, bahkan aku sampai lupa dengan rupa wajahnya. Hingga hari itu, hari terakhir pelaksanaan MOS, sekolah mengadakan ekskul fair. Saat sedang asyik-asyiknya mengobrol dengan teman-temanku tiba-tiba saja datang 2 orang abang kelas mengenakan baju silat.

“Dek, udah daftar ekskul belum? Daftar silat aja lah ya,” kata salah seorang dari mereka.
“Udah kok bang, temen saya nih udah daftar silat,” kataku sambil menunjuk Almira.
“Oh bagus deh.. eh, ini kan adek yang kemaren?” Kata abang yang satunya lagi sambil menunjukku dengan pisau palsu properti silatnya.

Setelah itu mereka berdua berlalu pergi begitu saja, meninggalkan kami yang kebingungan. Aku benar-benar tidak tahu siapa abang itu, sampai aku sadar kalau ternyata itu adalah Bang Gio, ternyata aku memang telah melupakan rupa wajahnya. Sejak pertemuan tidak sengaja itu, aku jadi semakin sering berpapasan dengan Bang Gio di sekolah walau tidak saling berbicara, setidaknya aku selalu memulai untuk tersenyum lebih dulu padanya, yang kemudian akan dibalas juga dengan senyum atau hanya sekedar mengangkat alis mata. Pernah suatu sore saat pulang ekskul di sekolah, ternyata ayah belum menjemputku. Beberapa kali ku coba untuk menghubungi ayah tapi tak diangkat. Kemudian, aku teringat pada Bang Verza, mungkin abangku itu bisa menjemput.

Benar saja, abang mengiyakan untuk menjemput, abangku itu memang hampir tidak pernah menolak permintaanku, wajar saja karena kami hanya dua bersaudara sehingga ia amat sangat menyayangiku. Beberapa saat kemudian, datang Bang Gio, ia terlihat begitu keren dengan motornya yang membuatku sempat terpana dalam seper sekian detik namun sepertinya tidak disadari siapa pun termasuk teman-temanku. Dia berhenti tepat di depan gerbang sekolah, membuka kaca helmnya, menatapku dengan tatapan yang mengisyaratkan untuk segera naik ke motor. “Aku duluan ya guys, bye.” kataku sambil berjalan ke motor. Mungkin teman-temanku sedang kebingungan melihat apa yang baru saja mereka lihat, berbagai pertanyaan pasti bermunculan di benak mereka.

ADVERTISEMENT

Mereka tahu itu bukan Bang Verza, lantas siapa? Mereka pun tahu kalau aku tidak punya pacar, jangankan pacaran, dekat dengan cowok saja tidak pernah. Ya begitulah mereka mengenalku, gadis polos kutu buku yang tidak pernah mau menjalin hubungan dengan cowok lebih dari sekedar teman. Yang mereka tahu selama ini aku hanyalah gadis serius yang sangat perfeksionis dan benar-benar mementingkan pelajaran tanpa pernah mengambil pusing perihal cowok. Tapi, memang begitulah aku, aku seperti apa yang mereka lihat dan tidak ada yang pernah ku sembunyikan dari diriku.

Sepeda motor Bang Gio berjalan dengan kecepatan normal, selama perjalanan ke rumah kami sempat mengobrol beberapa hal tentang eksulku. Tidak terasa, tiba-tiba sudah sampai di depan rumah, jarak rumah ke sekolah memang sangat dekat kurang lebih hanya 10 menit perjalanan saja. Usai mengucapkan terima kasih, aku segera masuk ke rumah. Hari-hariku selanjutnya berjalan seperti biasa, sekarang aku tidak begitu sering berpapasan dengan Bang Gio. Sampai ku dengar kabar bahwa ia punya pacar baru, perasaanku saat itu sedikit tidak rela tapi aku sadar, aku ini bukan siapa-siapa. Lagi pula selama ini aku hanya menganggapnya sebagai abang dan tidak lebih dari itu. Semenjak dia punya pacar, hubungan kami semakin renggang.

Aku tidak pernah berharap akan dekat lagi dengannya. 3 bulan sudah berlalu, secara tidak sengaja aku membuka akun media social instagramnya dan mendapati bahwa foto-fotonya bersama pacarnya sudah tidak ada, itu artinya mereka sudah putus, walau merasa tidak peduli tapi aku tidak bisa membohongi diri bahwa ada perasaan bahagia di hati ini, entah mengapa aku pun tidak mengerti. Rabu, 20 Januari 2016, Kami mendapat tugas individu untuk membuat video jurus kreasi silat dan juga sebuah laporan tentunya, spontan aku langsung ingat pada Bang Gio. Hari itu ku coba untuk mengirim pesan padanya melalui media social line, dengan tujuan meminjam setelan baju silat. Aku tidak ingin berharap lebih, bahwa dia akan membantuku membuat video itu, aku hanya ingin meminjam bajunya, ya, hanya itu saja.

Tapi ternyata, dia bukan hanya meminjamkan baju silat itu tapi juga menawarkan bantuan untuk membuat videonya. Walau sempat ragu, tapi ku terima juga tawarannya itu. Singkatnya, ia benar-benar menepati janji dan datang ke rumah untuk membantuku. Mulai hari itu hubungan kami semakin dekat saja, bahkan lebih daripada hubungan kami yang dulu, kami jadi lebih sering chattingan dan tidak pernah kehabisan topik untuk dibicarakan, ia jadi lebih perhatian dan sering menemaniku belajar hingga larut malam. Kadang aku merasa ada sesuatu yang berbeda di antara kami, tapi ku tepis perasaan itu dengan pikiran bahwa kami hanya sebatas hubungan kakak-adik mungkin perlakuannya begitu seperti perlakuan kepada adiknya.

Dia sering mengajakku berangkat sekolah bersama, orangtuaku tentu mengizinkan karena Bang Gio adalah teman baik Bang Verza dan mereka percaya sepenuhnya pada pemuda itu untuk menjagaku selama di sekolah. Awalnya hanya berangkat sekolah bersama, tapi kemudian berlanjut jadi pulang sekolah bersama. Jadwal kelasku memang jauh lebih padat, sehingga kami bisa pulang lebih lama daripada kelas lainnya. Pernah beberapa kali ia mengajakku pulang bersamanya tapi aku menolak, karena tidak mungkin ku biarkan ia menungguiku. Kadang ia menurut untuk pulang lebih dulu, tapi tidak jarang ia mau menungguiku menyelesaikan tugas di sekolah lalu kemudian pulang bersamanya.

Aku benar-benar merasa nyaman dengannya. Di mataku, dia adalah pria baik yang sangat perhatian dan menyenangkan. Aku sadar akan rasa yang mulai timbul di hatiku, tapi sekuat tenaga ku yakinkan diriku bahwa mungkin itu adalah perasaan sayang yang sama seperti aku menyayangi abang kandungku, Bang Verza. Aku bingung, aku benar-benar belum pernah mengalami hal dan merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Selama di SMP, yang ku tahu hanyalah pelajaran dan belajar. Pernah sekali suka pada cowok, tapi hanya sebatas suka dan mengaguminya dari jauh, tanpa pernah dekat ataupun menjalin hubungan. Tapi sekarang, keadaan sangat jauh berbeda, aku dekat dengan Bang Gio dan jika ku pikirkan kembali, hubungan kami ini sudah selayaknya sepasang kekasih. Tapi, lagi-lagi aku berusaha untuk membuang jauh-jauh pikiran itu, aku tidak mau terlalu banyak berharap.

Rabu, 03 Februari 2016, hari itu aku pulang bersama Bang Gio dengan mobilnya, seperti biasanya aku tidak pernah lupa untuk mengucapkan ‘Terima kasih Bang’ padanya sebelum turun dari mobil. Setelah mengucapkannya aku pun masuk ke rumah dan langsung mengecek hp-ku yang ternyata ada sms darinya, “Ohh, he said ‘hi’ to me,” kataku sambil tersenyum. Obrolan kami berlanjut hingga malam, saat pesanku tidak juga dibalasnya aku mengambil kesimpulan bahwa mungkin ia sudah tidur, sehingga aku pun memilih untuk tidur juga. Kira-kira pukul 10.30 malam, dia membalas pesanku, tapi ku biarkan karena aku sangat mengantuk, tapi kemudian dia meneleponku, ia meneleponku berkali-kali hingga telepon itu ku jawab dan ku dengarkan suaranya. Suaranya begitu pelan dan lembut, aku belum pernah mendengar suaranya yang sepelan dan selembut itu sebelumnya.

Setelah telepon terputus, ia mengirimiku sms yang mengatakan bahwa sebenarnya ia menyukaiku semenjak semester lalu. Saat itu aku merasa kaget dan belum percaya dengan perkataannya walaupun tidak bisa ku pungkiri ada perasaan bahagia di hati ini. Setelah hari itu, hubungan kami semkain dekat saja, hampir setiap hari kami berangkat bersama. Suatu pagi, saat mobil berhenti karena lampu merah, untuk pertama kalinya ia menggenggam tanganku dan mengucapkan ‘I Love You’. Dialah laki-laki pertama yang melakukan itu padaku, selain ayah tentunya. Saat itu aku hanya bisa tersenyum malu, tanpa bisa membalas perkataannya ataupun menggenggam tangannya. Ku biarkan ia menggenggam tanganku, ia menggenggamku erat lalu melepasnya saat mobil harus segera jalan.

Hari-hari berikutnya, ia akan menggenggam tanganku di sepanjang perjalanan kami menuju sekolah, awalnya aku hanya akan membiarkan dia menggenggam tanganku dan tidak balas menggenggam tangannya tapi kemudian aku merasa harus membalasnya, aku pun tak tahu mengapa aku berpikir demikian. Lama-lama aku sadar kalau ternyata dia adalah orang sangat romantis, ia tidak hanya menggenggam tanganku di sepanjang perjalanan, tapi juga akan selalu mencium punggung tanganku dengan penuh kasih sayang dan tidak bosannya mengucapkan kata yang sama setiap hari yaitu ‘Gi, I love you’.

Butuh waktu untuk bisa percaya pada Bang Gio, karena aku begitu takut. Aku takut jika ia hanya mempermainkanku atau justru aku yang terlalu banyak berharap. Tapi, sikapnya terus meyakinkanku, membuatku kemudian percaya sepenuhnya bahwa ia sungguh-sungguh serius atas ucapannya selama ini. Aku percaya padanya. Aku mulai menyukainya. Aku mulai menyayanginya. Aku tidak ingin kehilangannya. Aku senang berada di dekatnya. Aku tenang saat dia menggenggam tanganku. Dan aku tidak tahu mengapa ini bisa terjadi, rasa ini muncul begitu saja, tanpa pernah ku undang kehadirannya. Kisah ini akan menjadi kisah cinta pertamaku dan ku harap semuanya baik-baik saja.

Sudah kurang lebih sebulan, hubungan kami masih baik-baik saja. Sebenarnya aku tidak tahu hubungan apa yang ada di antara kami saat itu. Aku tidak begitu peduli dengan status kami, karena yang ku inginkan adalah ia selalu bersamaku dan tetap mengutamakanku, itu saja. Namun, beberapa hari menjelang UAS kelas 12 sikapnya berubah, aku hanya berusaha selalu berpikir positif. Yah, mungkin saja ia sibuk belajar mempersiapkan ujiannya. Selama seminggu-an kami tidak ada komunikasi, sakit rasanya harus memendam rasa rindu yang begitu mendalam. Ya, aku sangat-sangat merindukannya, seperti akan meledak karena begitu meluapnya rinduku padanya. Selama seminggu itu pula aku tak dapat konsentrasi belajar dan mengerjakan pekerjaan rumahku, aku benar-benar hanya memikirkannya saja.

Hari terakhir ujian mereka, aku berharap dia akan meng-chatku terlebih dahulu. Dan, benar juga, malam harinya dia membuka pembicaraan, betapa lega dan senangnya hatiku. Aku merasa hubungan kami kembali seperti biasa, namun hanya saja aku tidak begitu menyadari sikapnya yang agak sedikit berubah. Ia tidak begitu perhatian lagi seperti dulu. Ah, tapi lagi-lagi aku berusaha berpikir positif, mungkin saja ia lelah karena baru saja menghadapi ujian sekolah. Jum’at, 11 maret 2016, sepulang sekolah aku melihatnya di dekat gerbang sekolah, dia seperti sedang menunggu seseorang sambil mengobrol dengan temannya. Aku tak tahu apakah ia melihatku juga atau tidak, atau bahkan pura-pura tidak melihatku. Aku heran saja, kenapa ia tidak menawariku pulang bersamanya, ia bahkan hanya terus mengobrol dengan temannya seperti tidak melihatku sama sekali. Ah, biarlah, lagi pula sebentar lagi ayah akan jemput, pikirku saat itu. Setelah itu aku pergi ke kantin dengan temanku. Tak ku sangka, aku bertemu teman lamaku saat akan kembali dari kantin.

“Gia, mau nanya deh, Bang Gio itu siapanya kamu sih? Dia lagi deket sama si Lyla loh, mereka beberapa hari ini sering pulang bareng, kadang juga dijemput untuk berangkat bareng.” Aku sangat kaget dan seketika lemas mendengar perkataannya, “Masa sih yang bener aja? Kamu jangan ngarang deh,” kataku, berusaha tenang.
“Iya, beneran deh, si Lylanya sendiri yang cerita sama aku.” Kata temanku itu.
“Oh, oke deh, makasih ya infonya.” kataku, sambil tersenyum terpaksa.

Setelah itu, hatiku benar-benar hancur, aku benar-benar syok dengan apa yang baru saja ku dengar itu. Aku sulit untuk percaya dengan semua hal itu. Tapi, tidak mungkin temanku bisa berkata seperti itu jika hal itu tak benar-benar terjadi. Hatiku sungguh hancur, saat itulah pertama kalinya aku merasakan bagaimana perihnya sakit hati. Air mataku rasanya akan menetes saat ayah sudah menungguku di dekat gerbang sekolah, tapi sekuat tenaga ku tahan agar ayah tidak bertanya-tanya. Tapi akhirnya, aku tidak dapat lagi menahannya, dan air mata itu menetes begitu saja di sepanjang perjalanan pulang. Untung saja, ayah tidak menyadarinya.

Sesampainya di rumah, setelah membersihkan diri, aku segera masuk ke kamar dan mengunci pintu. Hatiku benar-benar sakit, pikiranku tidak karuan lagi, aku merasa sangat bodoh selama ini telah percaya padanya padahal ia hanya mempermainkanku saja. Aku benar-benar tulus sayang padanya, bahkan aku sangat mempercayainya. Tapi apa? Ia mengkhianatiku, mengkhianati kepercayaan dan ketulusannku. Saat itu aku benar-benar merasakan sakit yang amat sangat menyiksa, sakit itu menjalari seluruh tubuh membuatku lemas dan tidak dapat berpikir tentang apa pun kecuali menyesali kebodohanku yang terlanjur menyayanginya dan terlalu mempercayainya. Tidak ada yang bisa ku perbuat selain menangis, menurutku itulah cara terbaik untuk bisa sedikit menenangkan diri.

Keesokkan harinya, keadaanku tidak lebih baik dari kemarin bahkan bisa dibilang lebih berantakan. Hari ini, aku mendapat kabar yang sebenarnya tidak ingin ku dengar, walau suka tidak suka kabar ini pasti akan ku dengar juga pada akhirnya. Temanku yang kemarin, mengatakan bahwa Bang Gio dan Lyla sudah berpacaran. Mendengar kabar itu, aku kembali syok tapi kali ini disertai perasaan marah dan kesal. Ya, aku kesal pada Bang Gio yang dengan seenaknya saja datang padaku, mempermainkan hati ini dan pergi begitu saja tanpa ada alasan yang jelas. Seingatku, terakhir kalinya kami komunikasi masih baik-baik saja, tidak ada perkelahian antara kami atau hal apa pun yang bisa menjadi alasan ia melakukan itu padaku.

Aku sadar, aku memang bukan siapa-siapa, tidak ada ikatan apa pun di antara kami. Lantas, aku hanya tidak mengerti dia anggap apa kedekatan kami selama ini. Bukankah itu sama saja telah memberikanku sebuah harapan palsu? Semua itu sama saja ia telah mempermainku. Ia bukan hanya telah mengkhianatiku, bahkan ia telah mengkhianati Bang Verza dan kedua orangtuaku yang telah mempercayakanku padanya. Bukannya menjaga dan melindungiku, sebaliknya ia justru menyakitiku dengan menciptakan luka yang amat sangat dalam dihati ini.

Selama seminggu kedepan, aku harus mengikuti ujian tengah semester genap. Aku merasa sangat kacau dan tidak siap. Pikiranku masih belum bisa diajak berkompromi dan luka di hati ini benar-benar membuatku tidak fokus belajar. Dia benar-benar telah menghancurkanku, menjadikanku merasa amat bodoh dan mengganggu pelajaranku. Tapi aku tahu, tidak bijak jika aku terus larut dalam kegundahan apalagi harus sampai mengorbankan nilai ujianku. Aku merasa harus melupakannya, aku harus bangkit, aku percaya Allah tahu yang terbaik untukku dan Allah tahu bahwa Bang Gio tidak baik untukku, maka Dia jauhkan orang itu dariku. Malam sebelum ujian tengah semester dimulai, ku sempatkan diri menulis di buku diary yang telah lama tidak ku jamah karena menulis bukanlah hobiku. Tapi malam itu, tiba-tiba ada keinginan untuk menulis yang begitu saja timbul dalam benakku.

“Allah tahu yang terbaik. Allah sayang sama Gia, Dia berikan Gia pelajaran. Dia jauhkan Gia dari dosa. Dia biarkan Gia mengetahui bagaimana rasanya cinta. Dan bagaimana kejamnya cinta di jalan yang salah. Allah telah siapkan jalan yang benar dan lurus buat Gia, Dia punya rencana yang indah untuk Gia, Dia tak mau Gia salah jalan. Maka Dia tegur dan ingatkan Gia. Karena Allah sayang Gia. Gia selalu minta yang terbaik pada-Nya. Maka, Allah berikan yang terbaik pada Gia dengan cara-Nya. Tidak seharusnya Gia bersedih. Bersyukurlah dan tetap tawakal kepada-Nya.”

Itulah tulisan yang ku buat di buku diaryku, kata-kata yang mengalir begitu saja ke luar dari pikiranku dan membuatku merasa lega juga lebih tenang. Kemudian ku tutup buku diaryku dan segera pergi tidur.

Sekarang, tidak akan ada lagi kesempatan kami berangkat bersama atau punya hubungan seperti dulu. Aku sudah melupakannya. Usai sarapan, aku segera berangkat ke sekolah diantar ayah. Tepat saat aku memasuki gerbang sekolah, bel tanda masuk berbunyi, aku buru-buru menuju kelas dan siap memulai pelajaran.

Cerpen Karangan: Kerin Irawan
Facebook: Kerin Irawan
Kerin Irawan, Ig: kerinirawan. Alhamdulillah ini cerpen yang kedua. Yang pertama udah lama banget, kira-kira 2 tahun yang lalu.

Cerpen First Love First Hurt merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Shiori dan Bunko

Oleh:
Langit Kyoto tergulung kelam birunya tak lagi mewarnai sudut-sudut jumantara, kakiku masih berdiri di depan toko dekat sekolah SMA. Tubuh menggigil satu per satu rintik hujan berjatuhan mirip gerimis.

Kita

Oleh:
Aku duduk termenung di atas sebuah kursi di teras kamarku. Menatap bintang dan bulan, berharap mereka mengerti perasaanku yang tak menentu. Ya, sangat tak menentu. Beberapa bulan lalu aku

Kesetiaanku di Balas Dengan Penghianatan

Oleh:
Hanya lantunan lagu melow yang menemani setiap malamku mengingat kisah cintaku yang menyakitkan setiap aku mengingatnya dan hampir setiap malam aku selalu menetaskan air mata ketika aku kembali mengingat

Cinta di Ujung Jalan

Oleh:
Siska pada waktu itu menjadi siswi baru di sekolah harapan bangsa. Pada hari pertama siska mendapatkan teman-teman baru dan kakak kelas baru. Di hari pertamanya dia sekolah di SMA

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *