Glimmer of Hope

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Dalam Hati (Terpendam), Cerpen Patah Hati
Lolos moderasi pada: 14 February 2016

Cadillac Escalade memasuki parkiran Caffe Duomo’s yang terletak di Kota Florence, Italia. Elana Jenny yang memakai gaun model gipsy berwarna merah oranye itu ke luar dari mobilnya tersebut, dan berjalan memasuki caffe yang bernuansa indah dan romantis ini. Elana duduk di bar caffe dan memesan segelas chiv*s dingin. Senyumnya sedari tadi terus mengembang, mengingat ia ke caffe ini akan bertemu siapa. Dengan ditemani segelas chiv*s yang sudah ada di hadapannya, Elana terus berpikir bagaimana nanti ia akan berhadapan dengan pria yang ia tunggu itu, kata seperti apa yang harus ia lontarkan. Karena bagi Elana, pria itu sangat spesial dalam hidupnya.

“Pertemanan yang sudah kita bina sudah sangat lama, apakah kamu tidak merasakan rasa yang sama seperti yang ku rasakan? Aku mencintaimu.” Elana kembali meneguk chiv*s-nya. Senyumnya semakin mengembang. Kata itulah yang akan Elana katakan pada pria spesialnya. “Sudah berapa lama kau di sini?” terdengar suara Andy di telinga Elana, pria yang sejak tadi ditunggunya itu.

Elana menengok ke arah di mana Andy berada. Ia tersenyum saat melihat pria itu datang dengan wajah cerahnya. Terpesona akan penampilan wajahnya yang eksotis, berbadan atletis, rambut tidak beraturan, serta dipadu dengan kaus hitam yang dibalut jaket kulit, juga celana jeans. “Tidak terlalu lama, tapi sudah ku habiskan beberapa gelas chiv*s.” Andy terkekeh dengan jawaban Elana. Pria itu pun menepuk bahu Elana dan memposisikan dirinya dengan duduk di samping Elana.

“Maafkan aku. Aku ada keperluan lain sebelum bertemu denganmu.” kata Andy dengan senyuman.
Ternyata seperti itu, dengan serangkaian penampilan yang membuat Elana terpesona itu bukan untuknya, melainkan untuk seseorang yang lain, yang telah dulu Andy temui sebelum Elana.
Elana tetap tersenyum, dan berkata, “Tidak apa. Itu bukan masalah.” katanya.
“Kau mau menambah minumanmu lagi?” tawar Andy. Kedua matanya melirik ke arah gelas Elana yang sudah tidak berisi itu. “Tidak, terima kasih. Tenggorokanku sudah sangat kering rasanya.” jemari Elana bergerak memutari bibir gelas itu. Sorot matanya yang tiba-tiba redup, terus terarah ke gelas yang sedang ia mainkan.

Cincin peraknya bertuliskan Candy Gracia. Elana tersadar. Candy Gracia wanita yang tempo hari itu Andy ceritakan. Bahkan semua orang pun tahu apa makna dari cincin tersebut. Elana tersenyum getir mengingat itu. Andy melambai memanggil pelayan caffe dan memesan minuman yang sama dengan wanita yang ada di sampingnya itu. “Aku tidak percaya, hanya dengan beberapa gelas chiv*s tenggorokanmu itu bisa kering.” katanya bercanda.

Mendengar itu, Elana tersenyum. “Kau masih saja tidak percaya setelah kau mendengar suaraku yang sudah serak ini?” Elana menatap Andy, “tidak tahu siapa yang telat dan siapa yang terus menunggu, suaraku tidak akan seperti ini karena air yang hambar.” Chiv*s yang dipesannya datang dan Andy meneguknya. “Aku merasa tidak enak. Maafkan aku.” Rasa sesak melintas di hati Elana. Elana berusaha tenang dan memberikan senyuman hangat pada Andy. “Aku bilang tidak apa-apa.”

Elana memalingkan pandangannya ke arah lain, tidak lagi menatap hangat Andy, tidak lagi ada senyuman manis yang diberikannya untuk Andy. Percuma saja Elana memasang raut wajah ceria tetapi hatinya sulit diajak tenang. Perasaannya semakin sesak saat melihat Andy terus tersenyum sambil menatap jari manis kanannya itu. Bagi Elana, tidak ada pertemanan di antara pria dan wanita. Pasti salah satunya akan ada yang merasakan rasa yang lebih dari kata teman. Elana merasakan itu, kedekatannya dengan Andy berubah menjadi perasaan yang konyol. Wanita itu pun menghela napas berat.

“Kau baik-baik saja?” tanya Andy.
“Ya. Maaf.” Elana kembali menghadap Andy, sedikit senang karena ada seseorang yang ia sukai menemani malamnya.
Andy meneruskan, “Kau tahu, Elana. Berkat kau, aku berhasil memiliki Diamond yang selama ini aku impikan.” Andy tersenyum dan menunjukkan jari manis yang bersematkan sebuah cincin perak itu kepada Elana. Garis wajahnya terlihat sangat bahagia saat mengungkapkan hal itu, dan tentu Elana tidak akan menodainya.

“Setelah kau memberikan saran padaku kemarin itu, aku mulai percaya diri, bahwa aku harus mendapatkan apa yang ku mau. Termasuk Diamond-ku itu.” Andy menengadah, menatap langit-langit bar yang yang dihiasi lampu dinding keemasan. Senyumannya semakin merekah, semakin membuat Elana sesak.
“Dan cincin ini, bukti adanya kami telah tercipta. Pengorbananku yang harus menunggunya lama, mengaguminya setiap saat, terbalas dengan rasa kepuasan. Ini semua berkat kau, Elana.” Andy melirik ke arah Elana yang sedang menatapnya sendu itu. Tersadar, Elana langsung tersenyum kecil.
“Bukan karena aku, aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan. Bukankah itu tugas seorang teman?” Elana menghela napas, “itu berkat kau sendiri.”
“Seperti itukah? Tapi aku berpikir, karena kaulah aku bisa memiliki Candy Gracia.” katanya.

Perasaan yang selama ini Elana pendam seorang diri, kini hancur begitu saja karena sebuah cincin yang tersemat di jari manis Andy. Tidak ada lagi harapan, kebahagian, dan senyuman yang bisa dimiliki Elana. Andy merogoh kantung celana jeans-nya itu setelah ia mendengar suara panggilan dari handphone-nya. Nama Candy Gracia tertera di sana. Elana mengangguk saat Andy menatapnya bermaksud untuk mengangkat panggilan itu. “Sebentar, ya.” kata Andy, Elana kembali mengangguk. Posisi duduk Elana pun kini tidak senyaman sebelum ia mendengar penuturan Andy mengenai hubungannya dengan Candy Gracia. Elana kembali memesan segelas chiv*s dan meneguknya untuk kesekian kali. Meminum itu, sedikit menghilangkan rasa kecewa dalam dirinya. Wanita itu pun menengok ke sampingnya, Andy sudah kembali tanpa ia sadari.

ADVERTISEMENT

“Aku mau pergi menemui Candy. Apakah aku orang yang selalu dirindukan sampai-sampai Candy memintaku kembali menemuinya padahal baru 1 jam ini aku meninggalkannya.” Andy tertawa saat mengatakan itu. “Kau mau ikut? Aku kenalkan langsung kau dengan Diamond-ku itu.” tawarnya. Elana tersenyum, dan menggeleng lemah. “Aku teman yang tidak tahu diri mengganggu temannya yang sedang berkencan.”
“Baiklah. Aku pergi, ya.” Elana mengangguk, pandangannya terus melihat kepergian Andy.

Apa yang sudah direncanakannya sejak awal saat datang ke caffe ini musnah begitu saja. Perasaan itu cukup Elana yang tahu. Cukup diam dan melihat. Melihat kedepannya nanti. Elana percaya akan satu hal, sesuatu yang tidak bisa diraih mungkin memang bukan untuk miliknya. Andy beruntung dapat memilik impiannya, tetapi Elana tidak seberuntung Andy. “Pertemanan kita memang sudah lama, tapi mungkin kita hanya cocok menjadi teman. Aku harap kita tetap seperti ini. Aku selalu mencintaimu, Sayang.”

Cerpen Karangan: Nayla Ari
Facebook: Nayla Ari
Panggil saja saya Nay. Penulis kelahiran Tangerang, 27 Me 1996 memulai menulis di umur 17 tahun. Kritik dan saran bisa disampaikan di akun Facebook-nya: Nilla Sari.

Cerpen Glimmer of Hope merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Duhai Khalqillah

Oleh:
Cinta tak pernah aku cari. Bahkan aku tak pernah berfikir untuk mencintai insan Allah selain ibu. Ia malaikatku. Cintaku padanya adalah cinta yang tak pernah kuberikan pada orang lain.

My First Love My First Hurt

Oleh:
Gue menatap hamparan lautan luas di depan gue. Ya Ini yang gue lakuin kalau gue lagi butuh ketenangan. Kalau lagi frustasi gini kalau gue gak lihat laut maybe I’ll

Memang Diriku Ini Siapa

Oleh:
“Ini tidak seperti yang kamu pikiran Sonia! Semuanya bohong, semuanya khayalan. Tidak, tidak, tidak, tidak! Aku tidak boleh seperti ini,” rutuk Sonia pada dirinya sendiri dalam hati. Bagaimanapun Sonia

November

Oleh:
Dimas hanya bisa terdiam, pandangannya lurus ke depan dengan tatapan yang kosong. Pikirannya melayang entah ke mana. Ia teringat akan kejadian dua tahun yang lalu, dimana masa-masa indah itu

Cinta Tak Terbalas

Oleh:
Semua berawal dari ketidaksengajaan. Aku mencintainya karena ketidaksengajaan dan bukan karena keinginanku. Apakah aku benar-benar mencintainya? Aku pun tak tahu. Yang kutahu ini adalah takdir yang telah ditulis tuhan

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *