Penantianku Berujung Penyesalan

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Patah Hati, Cerpen Penantian
Lolos moderasi pada: 14 October 2022

Pagi buta diterjang fajar, di celah tirai jendela menembus kamar. Membangunkanku disaat mimpi masih tertatih dalam imajinasi. Tak sedikit pun suara kudengar, sepertinya alam memilih membisu dari semestanya.

Sedikit kecewa ketika mimpi pagiku diterjang. Berharap disambung dengan episode baru, dan masih tentang tema yang sama. Tapi sudahlah, semuanya hanya sebatas gambaran belaka.

Masih seperti hari-hari sebelumnya, memasak air untuk menyeduh kopi. Sepertinya kopi sudah menjadi tradisi tersendiri bagiku. Sudah ada sejak dahulu, dan tak memudar dimakan waktu.

Sembari menunggu air mendidih, perlahan kubuka tirai jendela itu. Tanpa sedikitpun mengganggu waktunya pintu yang masih membeku. Kupandangi fajar pagi yang cerah dan sempat pula berkat di depan kaca jendela.
“Kehadiranmu fajar kunantikan tanpa memikirkan hal yang terjadi jika engkau datang, namun kehadiran gadis cantik rupawan yang masih kuragukan. Aku belum tahu itu. Karena aku masih merana atas penantian kedatangannya.”

Sekitar 30 menit berlalu dan airnya sudah mendidih. Aku seduh secangkir kopi di pagi itu. Kunikmati tanpa henti sambil memandangi fajar pagi yang merona. Setengah dari kopi itu sudah mengkroyok ingatanku. Ingatan yang tidak pernah kuharap untuk datang. Namun, kopi pagi mengundangnya begitu saja. Mungkin terlalu pagi untuk merindu, terlalu pagi untuk bertemu. Tapi hanya lewat ingatan Aku dapat menembus bayangannya. Teringat Aku pada gadis itu, gadis yang setiap saat kudamba dan gadis yang tak henti kunantikan. Karena minum sambil melamun, kopi memperingatkan Aku dengan panasnya. Dia membuat bibirku memar memerah. Tapi tak apalah, karena jika Aku marah padanya, entah siapa lagi yang menemani penantianku kali ini.

Setelah tirai jendela kamar terbuka, selanjutnya giliran pintu untuk Kubuka. Sepertinya fajar di pagi buta perlahan digantikan. Sedikit terasa panas dan mencekam segala sesuatu dalam tubuhku.
Bukan lagi hal baru, panas terik matahari itu seperti santapan siang di kamar sempit itu. Kerap kali Aku berteduh tanpa ragu, bersandar kepalaku pada ranting pertama dari sebuah pohon di teras kamar sempit itu. Berharap bukan pohon lagi nanti yang menjadi sandaran ternyamanku dan semoga gadis itu bisa menggantikan pohonnya. Karena menurutku, satu-satunya yang dapat menggantikan posisinya pohon hanyalah gadis yang selalu kunantikan.
“Aku sudah berusaha atas penantian, semoga engkau tak membuat aku kecewa hingga berujung penyesalan.”

Penantian bukanlah hal yang mudah, apalagi jika seseorang memberikan waktu yang cukup lama untuk menerima rasa di dalam benak jiwa yang membara.
Seperti orang gila yang berbicara tanpa ada orang disisinya. Namun apalah daya, hanya itu yang mampu kulakukan seutuhnya.

Hari pun berlalu disambut petang. Malam juga tak diam, tak memendam segala kesedihan dan tak menolak segala kehampaan. Terlalu sunyi tanpa bunyi, rasanya hampa menikamku di ruang sempit itu. Namun, dengan tangan kosong aku ambil secarik kertas usang dengan tinta pena tua sisa kenangan kakeku dulu.

Yang kutulis bukan lagi tentang masa laluku. Apalagi tentang masa lalumu. Namun, yang pasti aku menuliskan segala tentang aku dan dirimu. Dirimu yang memberikan waktu untuk kunantikan dan aku yang tersiksa dengan itu semua. Waktu yang kau berikan untukku mungkin terlalu panjang, sudah lama terjebak atas penantian dan menunggu bagaimana selanjutnya.

Malam semakin larut, di sepertiga malamku engkau datang dengan notif pesan yang suara nada deringnya berirama.
“Selamat malam kak. Maaf baru aktif lagi WhatsApp-Nya saya.”
“Selamat malam juga gadis manisku. Sudah hampir satu bulan tidak kasih kabar, ada apa ya?”
“Maaf kak, terlalu banyak kesibukan.”
“Baiklah. Aku sudah terlalu lama menantimu. Bagaimana dengan pintaku di waktu itu?”
“Oh iya kak. Hampir lupa lagi.”
“Tidak apa-apa. Tapi apakah engkau sudah ada waktu untuk menjawabnya. Sudah terlalu lama aku terjebak dalam penantian ini?”
“Iya kak. Maaf jika membuatmu harus menunggu bersama waktu. Dan aku juga minta maaf untuk semuanya. Terlalu banyak memberikan harapan untukmu, sehingga membuatmu harus menunggu. Malam ini, di balik rembulan ku menyatakan segalanya. Maaf, aku tak bisa menitik hati untukmu kak.”

ADVERTISEMENT

Penantian selama ini sia-sia saja. Tak sempat lagi ku menjawabnya malam itu. Rembulan yang awalnya bersinar kini kembali redup. Begitu juga dengan asaku. Terlarut dalam penantian hingga lupa untuk pulang melihat dan menatap kembali fajar pagi di sisi tirai. Ternyata benar, seharusnya dari awal kusadari. Bahwa yang kunantikan seharusnya bukan dirimu lagi. Namun aku terlena dengan semuanya.

“Berusaha aku menantimu. Dari fajar hingga petang, dari malam hingga kelam, yang kudapatkan hanylah deretan penyesalan.”

Cerpen Karangan: Ronaldus Heldaganas
Blog / Facebook: Ronaldus
Penulis merupakan Mahasiswa Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng.

Cerpen Penantianku Berujung Penyesalan merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Bagai Hujan

Oleh:
Bagai hujan, ucapnya. Na melongo menatap surat kusam berwarna kecoklatan ditangannya. Rasa yang tertinggal, dulu. Menyeruak begitu saja tanpa pintanya. Sosok itu. Kenangan itu. Membuka segel yang telah ia

Friend Zone Forever

Oleh:
Ini adalah kisah hidupku yang menceritakan dua insan muda dengan agama berbeda yang saling mencintai, dua insan ini dipertemukan ketika berada di TK hingga kini berlanjut ke jenjang SMP,

Anonim Kemustahilan Cinta

Oleh:
Aku berjingkrak ketika dia datang. Gadis itu, sudah lama aku tidak melihatnya sejak ia putus dengan -yang orang bilang- kekasihnya. Ia tampak sehat, meski gurat sedih masih nampak jelas

Just Friendship

Oleh:
Antara Cinta dan Persahabatan. Mungkin itulah permasalahan yang saat ini lagi ada di fikiranku. Aku cinta dia, tapi dia adalah sahabatku. Aaaa… Aku galau tingkat dewa. Namaku Andien. Aku

Ulfiani Rahmi Si Anggrek Besi

Oleh:
Malam itu aku menyeruput kopi kesukaanku, Cappuccino namanya, kopi yang tidak terlalu pahit dan “keras,” namun cukup nikmatlah menemani kesepian, ditambah lagi cafe ini mulai dipenuhi pasangan muda-mudi yang

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *