Setapak Dulu

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Patah Hati
Lolos moderasi pada: 29 March 2017

Langit masih bersarang mendung, berubah kelam raksasa bak selimut tebal di atas sana. Aku duduk di cafe kecil pinggir jalan. Jendela kaca besar Tampilkan rerintik yang mulai hinggap, dan dimensi khas pandangan luar jendela.

“Cindrella, kau meninggalkan sepatu kacamu di sini” ia mengangkat sepatu itu di depan wajahku. Alisku bertaut kesal. Apalagi ini!
“Oh ayolah Zio, ini sudah yang keberapa kali. Kau tidak baca naskah dengan benar! Lusa kita akan tampil!” seorang wanita paruh baya maju mendekatinya.
Aku hanya diam dengan gaun yang mempersulit langkahku.
“Baiklah, latihan kita sambung besok” wanita itu, bu maria.
“Dan Sha, kau ajari dia mimik” sambungnya. Aku mengangguk pelan.
Semua orang pergi meninggalkan ruangan itu.

“Tak bisakah kau konsentrasi sedikit saja?” aku angkat bicara.
“Ini semua karena cinderella” ucapnya pelan.
“Cinderella?”
“Mengapa kau harus jadi Cinderella? Mengapa bukan ibu tirinya saja?”
Sedang tak ingin berdebat, aku membalikan badan darinya.
“Sha aku serius. Mungkin kau harus jadi Cinderella yang jahat”. Aku melangkah tak peduli.
“Sha, aku serius! Senyummu mengganggu konsentrasiku”. Ia menaikan suaranya. Hampir saja aku berhenti melangkah.
“Sha! Aku menyukaimu” kali ia pakai pengeras suara. Langkahku benar-benar berhenti.

Aku menyimpan sendu di dasar tawa. Setiap kali kenangan itu muncul bersama rindu dan rasa sakit. Aku masih berdiri dalam angin yang terus siulkan namamu, dan hujan yang selalu siarkan filter hitam putih kita. Rinduku masih saja rindu, tak menjelma benci atau bosan saat lelah rapuhkan hati juga hari-hari sunyi yang kulalui setelah kita terpisah.
Menjadi sendiri dari kita, setelah waktu mempertemukan hingga menjadi utuh dari seorang yang tak saling kenal. Lalu waktu berpentas kembali, pisahkan dua hati yang kita percaya jadi satu.

“Sya, Kau suka ice cream?”
“Ya, suka” aku menjawab singkat
“Baiklah, kita akan makan ice cream”.
“Tapi Jangan senyum” sambungnya. Aku ingin tertawa. Ia memutar bola matanya.
“Karena senyummu lebih menarik ketimbang ice cream di zamannya sekalipun, aku takut jika toko ice cream itu kebahisan pembeli sebab mereka juga tertarik pada senyummu. Dan aku punya banyak saingan”. Tawa mengudara seketika.
Aku kadang masih bertanya bagaimana bisa seorang menyebalkan ini menjadi penyebab tawa.

Suasana sore di taman itu masih sunyi, terlebih hujan yang mengguyur setelah memberi kode pada angin dingin yang mendarat di kulit. Kita sibuk beranjak setelah jaket berhasil kau topang di atas kepala kita. Aku memperhatikan wajahmu, menambah rona di pipiku. Tampa peduli seberapa besar hujan menyerang dengan pasukannya.
Aku jatuh cinta.

ADVERTISEMENT

Kala itu rinduku masih tentang kamu.
“Sya..” suaranya sedikit berbeda.
“Kau bahagia selama kita bersama?”
“Tentu. Mengapa?” aku menangkap kejanggalan.
“Aku mencintai orang lain”
Degggg…

Sejak itu aku tau. Cinta tak mungkin kembali pada jiwa yang membukakan pintu lebar untuk satu hati meninggalkannya. Aku beranjak saat itu juga. Dari bangku, taman, dan kisah kita. Satu hal lagi. Mungkin mudah bagimu, melangkah menuju hati lain setelah tawa yang melekat dan hantui hari-hariku.

Aku merindukan banyak cara dari kita, cara yang mengantarkanku ke jalan sebenarnya. Jalan antara kita dimana cinta tak dapat melaluinya lagi. Baiklah, aku berusaha untuk tidak melupakan point pentingnya, yaitu kita sudah lama berpisah.

Ya, bukankah bertahun berlalu setelah pertemuan pertama kita? Dan sekarang bertahun telah berlalu dalam sepi hati yang kau tinggal pergi.

Kurasa hujan sudah cukup reda untuk kembali pulang. Udara di sini begitu menyesakan. Meninggalkan cafe dan segala kenangan di sini,
Mengubur luka dalam usang hiasan waktu. Aku sudah tanamkan dalam hati dan hari yang kian gelap bahwa aku tak akan kembali. Ya, tak akan.

“Sya…”. Aku menoleh.

Sontak wajah itu tepat di depanku sekarang. Tak berubah, masih sama.
Aku diam. Berbalik halus dan pergi meninggalkannya seperti pintanya bertahun lalu.

Mengapa datang lagi? Bukankah cukup jelas, aku telah membunuh paksa setiap harapan yang bisa kau ambil kembali. Dan sekarang tak ada gunanya pulang, sebab kau tak akan membawa apapun, hatiku telah habis dibantai luka.

“Sya, ku mohon jangan pergi lagi”. Suaranya berat akan penyesalan.
“Aku sudah berjanji pada hati yang sedang yang kuobati sendiri. Pada luka yang kau buat tampa segan. Aku tak akan kembali. Pergilah. Hatiku bukan tempat lagi untukmu pulang” ucapku datar. Kuharap kau sadar dan segera pergi. Itu akan lebih membantu.
“Aku memilihmu Sya. Ribuan hari berlalu setelah pengkhianatan dan kesalahanku. Aku memilih kembali, memohon maaf sedalam mana aku telah menjatuhkan hatiku padamu”
Tak peduli. Aku menatapnya datar. Hambar.
“Pergilah, aku sudah memaafkanmu, jika kau sungguh-sungguh jangan ikuti aku lagi”. Aku berlalu membelakanginya.

Semoga setiap luka yang bersarang tak jadi hati yang membentuk benci. Aku juga memilih bahagia dengan melepaskan segala perih terbang dalam malam. Tak lagi berujung tangis. Saat yang kucinta mencintai orang lain. Saat aku memilihmu dan kau memilihnya. Bisa kau bayangkan betapa tajam cinta menyerang hati pemiliknya? Membenturkanku pada kenyataan bahwa kau tak peduli.

Aku juga pernah mendengar janji, meluapkan dan menjatuhkan hati sejatuh jatuhnya. Meski tau hari berlalu tampa mengerti, meninggalkan aku yang masih saja di sana. Menunggumu menepati janji. Aku tau sakit. Namun selalu, menghibur diri dengan kenangan yang kugenggam erat terasa menyejukan meski habis melukai tangan. Kala itu sakitnya merenggut separuh hidupku, hancurkan separuh fikiran normalku. Kau tentu tau sebab kala itu kau melihat asli tajamnya kenyataan menghujam setelah janji dan impian yang hampir sampai digandeng waktu. Membantai banyak harapan hingga aku memilih menenggelamkanmu bersama rindu dan kenangan juga setiap cerita yang membekas hebat, kuharap pergilah sejauh yang kau ingin aku meninggalkanmu, jangan muncul ke permukaan lagi sebab aku lelah kau juga lelah jika terus kembali dan pergi lagi.

Saat kau memintaku untuk ikhlas apa mungkin cinta akan kembali pada kita? Lalu saat tinta pengkhianatan tumpah membasahi kertas pada kisah kita hingga tak ada satu cerita pun yang dapat dibaca. Siapa yang bisa kita salahkan? Kisah kita memang indah, tak ada cerita yang dipaksakan.

Aku menoleh setelah beberapa langkah terasa berat. Menyunggingkan senyum hingga mengalir ikhlas ke dasar jiwa.
Kau diam. Itu masalahmu. Kuharap tak sesakit yang ku rasa. Kembalilah ke hati yang kau pilih saat meninggalkanku. Jangan singgahi hati ini lagi, kau hanya seorang asing yang harus kukenal lagi dari nol walau pada akhirnya tak bisa kubohongi hati yang sudah terluka parah ini bahwa kaulah penyebabnya.

Cerpen Karangan: Suci Ariani
Facebook: Sucy Ariani

Cerpen Setapak Dulu merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


SKZ Friend

Oleh:
Suasana pagi ini terasa sangat berbeda. Jarang sekali turun kabut di kota ini. Jalan raya pun masih sangat sepi dan lapangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota juga nampaknya belum

Hanya Terlukis Pedih

Oleh:
Berawal dari tempat kerja, kami memulai komunikasi ini, komunikasi awal yang masih jelas tersimpan dalam ingatanku adalah saat dia meminta tolong padaku untuk menemaninya pergi merujuk pasien ke rumah

Embun Fajar

Oleh:
Saat libur sekolah tiba. aku biasanya menghabiskan liburan di rumah ompung. Aku rajin shalat berjamaah di mushalla ujung kampung. Dulu bangunannya masih belum selesai, lantainya juga masih semen kasar.

Demam LGBT

Oleh:
Sederet tulisan di layar laptopku itu membuatku makin gelisah. Berita hari ini penuh dengan singkatan menakutkan yang menghantui kehidupanku akhir-akhir ini. Aku berusaha mengacuhkannya namun tidak semudah kelihatannya. Cemas

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *