Jas Impian

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Inspiratif, Cerpen Pendidikan
Lolos moderasi pada: 21 October 2014

Aku berdiri dengan ribuan bayangan, berisi impian ku setelah tamat SMA. Lahir dari keluarga orangtua hanya sebagai buruh tani. Mungkin Aku hanya bisa bermimpi bisa memakai sebuah Jas dan bisa berkumpul dengan teman dari belahan Nusantara. Dan bisa memilki seorang Dosen. Betapa bahagia bisa menuntut ilmu disana. Kalau Aku tidak bisa melanjutkan, setidaknya menginjakkan kaki ke kampus tidak apa. Walau hanya sekedar melihat. Selama ini hanya bisa melihat spanduk-spanduk yang mempromosikan PT masing-masing.

Lamunanku sudah kemana-mana, hingga kaget saat ibu memanggilKu. “Togar, ayo makan dulu”. “Inggih bu”. Jawabku yang lari dari lamunan. Selesei makan, Aku mencoba minta izin pada kedua orang yang Aku sayang untuk melanjutkan meraih ilmu di Perguruan Tinggi. Tapi lidah sepertinya berat untuk berkata, mengingat profesi mereka yang tidak mungkin bisa membiayai. Akhirnya Aku batalkan saja, meskipun dalam hati punya keinginan yang kuat. Tapi rasa kasihan, telah melebihi niatku untuk melanjutkan. Aku hanya bisa pasrah.

Keesokan hari Aku berangakat sekolah yang masih ditemani lamunan untuk melanjutkan. Sampai di sekoalah Aku hanya bisa mendengar teman-teman yang membicarakan kemana setelah lulus SMA. Dan Aku hanya bisa terdiam, dan sebagai pendengar setia. “Togar, kamu ingin melanjutkan kemana”, tanya salah seorang temanku. Aku kaget, Aku harus menjawab apa.
“Mungkin Aku tidak mencari Ilmu lagi teman, Aku mau mencari uang untuk membantu Adik sekolah”.
“lho, Togar kamu itu bintang kelas mengapa tidak mau melanjutkan?”
“Aku hanya kasihan dengan kedua orangtuaku, kita makan saja terkadang harus puasa apalagi untuk biaya kuliah. Mungkin itu hanya mimpi bagiku”.
“kata siapa hanya mimpi”. Aku kaget ketika mendengar suara tersebut, yang kemudian merangkul bahuku. “kalau ada kemauan pasti akan ada jalan kawan. Tak perlu sedih siapa saja boleh kuliah. Menuntut ilmu itu tidak hanya bagi orang yang berduit. Tapi adalah orang yang niat untuk belajar.” Tambah temanku.
Aku hanya bisa tersenyum, seakan semua itu akan terjadi padaku. Tapi mungkin atau tidak hanya bisa melihat nanti.
“Tadi Aku dapat infomasi dari BK, bahwa ada beasiswa selama kuliah yang diperuntukkan untuk anak yang bagus nilai ademiknya dan bersal dari keluarga tidak mampu”.
Mendengar pengumuman tersebut Aku sudah seperti menerima hadiah yang Aku harapkan. Seakan mimpi itu sudah bisa Aku raih, hati yang tadinya panas tersa disiram dengan air. “yang benar kamu, mad?!”.
Dia menganggukan kepala dengan penuh senyum seakan ingin Aku bisa ikut melanjutkan di Perguruan Tinggi.

Setelah mendengar pengumuman itu Aku langsung memastikan di ruang BK. Ternyata semua itu benar. Seras Aku sudah bisa bernafas lagi, tak ku hiraukan kedua orang yang Aku sayang mengizinkan atau tidak. Mendengar hal itu sudah menjadi obat bagiku.

Sesampai Aku di rumah, Aku sampaikan pengumuman itu kepada orangtuaku. Namun mereka sepertinya belum bisa mengizinkan Aku untuk melanjutkan. Dengan alasan, apakah pengumuman itu benar. Jangan-jangan setelah dua tahun kita yang membiayai sendiri. Mendengar hal itu seakan Aku menciut semakin kecil dan cahaya yang tadi terang kembali redup lagi. Karena Aku belum tahu info lengkapnya bagaimana, jadi Aku tidak bisa menjelaskannya secara detil. Aku ingin besok kembali ke BK untuk menanyakan hal itu kepada pak Jumadi guru BK di sekolahku.

Keesokan hari, setelah istirahat Aku mencoba mencari informasi tersebut. Serasa setengah jam saya di ruang BK untuk medengar penjelasan dari pak Jumadi mengenai beasiswa. Dan pak Jumadi sangat setuju kalau Aku ikut progarm beasiswa tersebut. Aku hanya bisa tersenyum.

Saat keluarga sudah berkumpul, Aku mencoba menjelasakan tentang beasiswa tersebut kepada orangtuaku. Diatas tikar yang ditemani lampu yang tidak begitu terang. Mendengar hal tersebut, mereka masih menyuruh menungguku untuk mendapat izin dari mereka berdua. Hati merasa tidak sabar mendengar apa yang ingin disampaikan kepadaKu. Apakah Aku diizinkan atau tidak.

Dua hari kemudian, setelah mereka pulang dari kerja di hutan yang letaknya sangat jauh dari rumah, ternyata memberi izin pada ku untuk mengikuti program beasiswa tersebut. Hatiku sudah tidak karuan, senangnya buak main. Langsung Aku mencium tangan mereka dan mengucapkan terima kasih disertai air mata dari kami. “Semoga kamu berhasil Le!”, tambah bapak sambil menepuk pundakku.

Tapi perjuangan ku tidak hanya sampai disini. Banyak yang tidak senang kalau Aku akan melanjutkan, yaitu tetangga kami yang merasa iri pada kami. Sampai suatu hari Aku mendengar sendiri, bahwa mereka mengatakan, “buat makan saja tidak ada mau kuliah, paling setelah lulus juga nganggur mending bantu kerja di hutan”. Setelah mendengar hal tersebut hati merasa teriris dengan pisau. Aku hanya bisa mencoba bersabar

Biarkan orang lain berkata seperti itu, mungkin ini adalah suatu ujian yang dihadapi oleh seoarang yang akan meraih kemengan. Di dalam ibadah malam yang hampir Aku lakukan setiap hari Aku selipkan sebuah doa, “Ya Allah hanya Engaku tempat Hamba meminta pertolongan. Buakakanlah hati mereka, agar tidak iri pada orang lain. Semoga dengan diterimanya Saya, bisa membuka hati mereka yang tertutup rapat dari cahaya. Amin”.

ADVERTISEMENT

Setelah mendapat izin dari kedua orangtua segera Aku mendaftarkan diri dan mengurus berbagai persyaratan. Pengumumannya tinggal minggu depan. Hati yang bergetar, terbayang pada tetangga yang selalu menggembosi agar Aku tidak melanjutkan kuliah. Aku ingin buktikan kepada dunia bahwa anak buruh tani juga bisa kuliah, bisa berprestasi.

Pengumuman tinggal besok, dan Aku harus ke ruang BK. Sebelum Aku berangkat sekolah, minta doa restu kepada kedua orang yang Aku sayang mudah-mudahan impian anaknya tercapai. Meskipun dari kalangan biasa tapi mencoba untuk menjadi luar biasa. Sambil mengayuh sepeda, kuucapkan zikir dan doa. Saat sampai di sekolah, saat melewati kantor BK, pak Jumadi memeberitahu Aku bahwa nanti pukul 11.00 siang untuk datang ke kantor BK melihat pengumuman beasiswa.

Mendengar hal itu, hatiku makin tak karuan apakah Aku bisa membahagiakan orang yang Aku sayangi, apakah Aku bisa memberi nama baik sekolah Ku. Pikiran sudah mulai campur aduk. Sambil menanti pengumuman Aku sibukkan diriku dengan berdiam di mushola sekolah. Aku berharap Tuhan berpihak kepadaKu. Kupasrahkan semuanya.

Jam sebelas sudah tiba, rasanya berat kaki untuk melangkah ke kantor BK. Apaligi saat tiba di depan pintu, jantung semakin berdebar. “Togar, silahkan duduk” kata pak Jumadi. Aku menganggukkan kepala disertai senyum manis dari bibirKu, dan mengambil tempat duduk yang paling nyaman. Di tengah-tengah aku menarik nafas, tiba-tiba pak Jumadi mengulurkan tangannya dan mengucapkan selamat padaKu. Aku tak menyangka, ternyata Aku bisa memakai jas impianKu. Dan bisa bertemu dengan teman-teman se-Nusantara serta memiliki dosen. Ayah ibu, alhamdulillah dapat duduk di bangku kuliah. Terima kasih.

Cerpen Karangan: Siti Nurjana
Blog: aryaniputri4.blogspot.com
Facebook: https://www.facebook.com/siti.nurjana.96

Cerpen Jas Impian merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Wireless Charging

Oleh:
Pada suatu malam yang dingin seorang mahasiswa bernama aji sedang berdiri di balkon rumahnya sambil menghisap asap rok*k sambil memikirkan nasib sahabatnya yang tadi pagi dimarahi oleh dosennya karena

Orang-Orang yang Mengusir Tuhan

Oleh:
Aku masih menyusuri Jalan Jenderal Sudirman di Palembang. Entah, sudah berapa perempatan jalan kutemui. Sejak keberangkatanku dari Kilometer 12, sampai simpang Rumah Sakit Charitas, aku tak sempat lagi menghitung

Buku

Oleh:
Namaku Romadhona, teman-teman biasa memanggilku Adho. Aku si cowok nakal, bandel dan paling anti dan tidak suka dengan benda persegi yang bernama buku, menurutku buku hanya tumpukan kertas yang

Asa Pada Savana dan Takdir di Bukit Punggur

Oleh:
Bermimpilah! Sungguh, Tuhan tak akan pernah alpa dengan mimpi-mimpimu. Rangkaian kata itu menggetarkan gendang telingaku. Rangkaian kata yang telah berhasil menyihir pikiran, perasaan dan tindakanku. Rangkaian kata itu yang

Mentari Nina Untuk Siska

Oleh:
Pagi ini aku berangkat dengan tergesa-gesa. Aku bangun kesiangan lagi. Dengan cepat, aku menghabiskan rotiku sarapan pagi ini. Aku memanggil ayahku untuk segera mengantarkanku ke sekolah. Sesampai di sekolah,

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *