1 Jam Saja

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Sedih, Cerpen Penyesalan
Lolos moderasi pada: 21 November 2013

Bersama jaket berbulu putih ini ku rasakan sunyi yang menyelimuti malam ini, bulan yang terang benderang seakan menyapaku di kesepian ini, di temani dengan sejuta bintang dengan cahaya cantiknya. Januari yang kelabu mengikuti hari-hari ku yang galau ini tampaknya. Sepucuk kertas yang ku genggam di tanganku dengan erat, berisi sajak-sajak cantik dari seorang lelaki yang belum pernah ku kenal sebelumnya ketika tak sengaja bertemu di sebuah pameran buku.

Kejadian yang tak bisa lepas dari benakku, yang tak sengaja lelaki misterius itu memegang tanganku dengan kepalan tangannya yang begitu hangat di musim hujan tahun lalu, dan yang ku ingat hanya matanya yang tajam menatap wajahku “Oh sorry, ku kira temanku” hanya kata itu yang dia lontarkan saat kita bertemu, dan hanya selembar kertas yang ia tinggalkan ketika jatuh dari saku celananya. Saat itu aku baru sadar, tatapan yang membuatku damai dan selamat datang untuk dunia cinta remajaku. “oh tuhan, beri aku kesempatan untuk melihat kedamaian itu lagi” lamunku, sambil meletakkan selembar kertas misterius itu di dadaku selagi merasakannya. “Alen, ayo bangun sayang” lagi-lagi teriakan mamaku yang begitu khas menyambut pagiku. “iya ma, Alen bangun” sambil segera beranjak bangun dari tempat tidurku dan ku tendang selimut yang menghalangi tubuhku untuk segera bangkit.

Pagi yang tak begitu cerah dengan suasana ramai di ruang makan rumahku, aku kehilangan kacamata. Papa, mama, dan bibi pun mencari-cari dimana kacamata ku berada. 3 menit pun berlalu dan oh my god! aku baru mengingatnya bahwa kacamataku semalam ku tinggalkan di kursi tidur pojok kamarku, ampun deh lagi-lagi kepikunanku pun muncul. Dengan dua lembar roti dengan selai nanas yang melekat di tengah roti ku sambar dan berlari menuju mobil yang selalu mengantarkanku ke sekolah. “Mini, berangkat bareng yuk?” sapaku di samping Mini yang sedang berjalan kaki menuju ke sekolah. “Mmm.. iya deh” dengan kepolosannya dia pun mau untuk berangkat sekolah bersamaku. Mini adalah sahabat terbaikku selama aku menginjak SMA, sosoknya yang polos dan logat jawanya membuatku tertarik untuk berteman dengannya, bahkan sampai sahabatan di bangku kelas X1 IPA ini. Kemanapun aku pergi Mini selalu di sampingku, entahlah aku merasa cocok dengannya. Dia sangat baik, baik banget.

Belum sampai di depan gerbang sekolah aku pun menyuruh si Mamang sopirku untuk berhenti dan membiarkan ku dan Mini jalan kaki sambil sedikit olahraga. Hari di sekolah sama dengan yang di rasakan oleh semua murid, tidak semuanya sih. Apalagi pagi ini tepat pelajaran pertama yaitu fisika, dengan rumus yang menurutku membuat kepalaku ingin pecah rasanya. Setiap kali pelajaran yang tak kusuka pastinya selalu saja mataku ingin melirik jam dinding selagi mengeluh kapan pulangnya, jam ini kok lamban yah..

“Teeett… teeett… Teeettt” bel pun berbunyi dan hal inilah yang ku tunggu-tunggu dan membuat mukaku yang kusut menjadi ceria kembali. Siang menjelang sore ini aku ingin mengajak Mini kembali ke pameran buku yang waktu itu, untuk bertemu si Misterius itu yang membayang-bayangiku setiap malam. Siapa tahu kita ketemu lagi. Rak demi rak buku ku telusuri sambil was-was kanan kiri depan belakang, sosok itu tak muncul. “oh ya tuhan, kemana dia? Jangan kau biarkan hambamu ini pulang dengan kekecewaan” tanyaku dalam hati sambil celingak-celinguk gak jelas banget. “kenapa kamu Len, kamu nyari siapa?” Tanya Mini yang sontak membuatku kaget. “oh ini, aku nyari buku yang kemarin mau ku beli. Tapi kok nggak ketemu yah? Dimana sih?” jawabku dengan nada tergopoh-gopoh. Tampaknya Mini mulai mencurigaiku.
“ah sudahlah kamu ndak usah bohong sama aku, aku tahu kamu bohong. Iya kan, cerita sama aku ada apa sebenarnya?” bujuk Mini sambil menepuk-nepuk bahuku.

Mungkin memang saatnya aku cerita sama Mini kalau aku jatuh cinta sama cowok yang belum ku kenal sama sekali, konyol bukan? baru kali ini ada cowok yang membuatku seperti ini. Setelah aku cerita semuanya Mini pun tertawa kecil dan menyembunyikan tawanya dariku. “kamu kok ketawa sih? Emang apaan yang lucu?” kata ku sambil mengerutkan jidatku, kesal. “kamu itu lho, kok lucu ya. Baru ketemu udah cinta padahal masih ndak tau sifat kepribadiannya lho. Lucu deh lucu”. Kata-kata Mini tak ngefek bagiku, juga tak menurunkan semangatku dan keyakinanku bahwa suatu hari nanti aku pasti ketemu cowok itu. Kenapa aku yakin benget yah? Tapi aku selalu berharap untuk bertemu dia suatu saat nanti.

Hari telah berganti, ku jalani seperti biasanya. Tak ada istimewanya hari-hari ku tetap saja seperti ini. Datar-datar saja, membosankan. Dengan menggenggam kertas misterius, aku berjalan menyusuri koridor sekolah sambil sedikit melamun, dan akhirnya seseorang menabrakku dari belakang yang sontak membuatku terjatuh dan tepat di depan kelas senior-seniorku yang sedang menertawakanku. Seragamku basah semua, rambutku terasa manis ketika seseorang menabrakku sambil membawa minuman yang pas tumpah di badanku. Sial banget hari ini, aku benar-benar malu.

Sebuah langkah yang berlagu serasa menghampiriku yang tak sempat bangkit dari kejadian ini, sosok lelaki yang gagah membantuku bangun dan ketika aku menatapnya, dia adalah si damai hatiku, pemilik kertas misterius ini. Dia menggandeng tanganku sambil membawaku untuk meninggalkan tempat keramaian orang yang sedang menertawakanku. “kamu…” tanyaku sambil menunjuk muka seorang cowok yang manis ini, masih dengan nada suaraku yang kebingungan dan amat terpesona. “kamu yang waktu itu di pameran buku ya?” lanjutku, tak lepas memandangnya. “iya, kamu nggak kenapa-napa kan?” ujarnya khawatir padaku. Aku tetap saja memandang wajahnya tanpa menghiraukan apapun, yang pasti hari ini adalah hari yang kunanti-nanti. Dimana aku bertemu dengan sosok misterius yang akhir-akhir ini mengganggu konsentrasi belajarku.
“hei, kamu nggak kenapa-napa kan?” ujarnya sambil melambaikan tangannya di depan wajahku yang sedang melamun. “oh nggak kenapa-napa kok. Eh aku mau ngembalikan ini, ini milikmu kan?” aku pun menyodorkan kertas yang bersajak yang jatuh dari sakunya waktu di pameran buku. “nah, ini yang ku cari. Terimakasih ya” begitu dia langsung menyambar kertas itu dan segera pergi meniggalkanku. “hei tunggu, kamu anak SMA sini ya? Kok aku gak pernah liat kamu?” tanyaku, mencegahnya pergi. “kenalin, aku Bayu Rangga Putra anak X11 IPA-3” oh my god! dia menyodorkan tangannya untuk mengajakku berkenalan. Betapa bahagianya aku saat ini. Nggak sia-sia lamunanku selama ini hanya untuk seorang Bayu. “Mmm.. aku Alen. Alena Pusparini Anak X1 IPA-2” betapa berbunga-bunganya hatiku. Namun setelah itu dia langsung pergi. Tampaknya dia sedang terburu-buru, tapi ya sudahlah yang penting aku sudah tau namanya dan tempat dia berada. Hal ini membuatku rajin dan makin semangat untuk pergi ke sekolah.

Hari ini adalah hari senin dan hari ulang tahun sekolahku. Aku dan Mini tak sabar untuk melihat pensi yang meramaikan hari jadi sekolahku. Hari ini memang tak biasa untukku ketika aku mengenal si Bayu dan ketika dia melontarkan senyuman saat kita nggak sengaja bertemu di jalan saat aku pulang dari rumah Mini. Ya ampun, dunia serasa indah ketika cinta memihak kita, semoga tak ada rintangan dan halangan untuk kedepannya aku pede-kate dengannya. Tampaknya sih, dia juga punya perasaan yang sama denganku. Hehe pe-de amat yah! tapi mudah-mudahan saja. Pagi ini pun aku berangkat sekolah dengan papa, karena si Mamang lagi pulang kampung.

“Alen, Len!” suara yang meneriakkanku dari belakang membuatku memutar badan. Dan ternyata, itu si Bayu yang sedang memanggilku entah ada urusan apa. Dengan nafas terengah-engah dan keringat yang bercucuran dari jidat sampai dagu, Tak tega aku melihatnya. Sampai segitunya dia mengejarku dari tadi mencariku. Ini membuatku Ge-Er. “ada apa Bay?” tanyaku sambil menenangkannya yang tampaknya amat kelelahan. “aku mau nanya aja, tadi aku lihat di daftar ada namamu tercantum mengikuti lomba Novel Remaja 2013? Apakah kamu benar-benar ikut lomba itu?” Tanya Bayu serius. Ya ampun, aku benar-benar nggak ngerti yang dia omongin. Aku nggak ikut lomba itu, tapi aku memang ingin melombakan novelku yang iseng-iseng ku buat dan kebetulan tema-nya sama dengan lomba saat ini. Mungkin ini kerjaan Mini yang sering-sering maksa aku untuk ikut lomba itu. Hm.. benar-bernar Mini kurang kerjaan. Tapi ada apa ya Bayu Tanya tentang lomba itu sampai di bela-belain keringetan kayak gini. “iya Bay, emang kenapa?” jawabku dengan penuh keraguan. “tak apa, kebetulan aku ikut juga dalam lomba itu dan aku masih belum tahu alamatnya. Bisa kita barengan dan menunggu pengumuman lomba itu juga? Kalau nggak keberatan”. Ucapnya dengan menunjukkan lesung di pipi kirinya yang makin membuat jantungku berdegub amat kencang.

ADVERTISEMENT

Akhirnya aku dan Bayu meluncur ke acara lomba itu dengan motor sederhananya yang menurutku ini moment yang romantis. Dengan membelah jalan, kami berbincang cukup jauh dan semakin akrab saja, semakin ku mengenal sosoknya yang sederhana apa adanya. Sampai di tempat yang kami tujupun kita barengan dan pada hari pengumuman pun sama. Tetapi aku dan Bayu tak memenangkan lomba itu, tampaknya Bayu sangat tertarik dengan dunia sastra. Bukan hanya itu, bahkan kami mampir ke sebuah restoran klasik dan makan berdua layaknya sepasang kekasih. Lambat laun kita semakin dekat saja dan Mini pun tampaknya mendukung atas hal ini. Sore ini dia mengajakku ke pantai, namun aku tak sempat minta ijin ke mama papa, aku takut tidak dapat ijin. Alasannya Mini lagi, alias ngerjain tugas di rumah Mini. Maafin aku ma, pa?

Langit sore di tepi pantai dengan sepoi-sepoi angin di bawah pohon kelapa, kita duduk bersantai-santai ria menikmati indahnya hari ini. “Bay, tumben kamu ngajakin aku ke tempat kayak gini. Biasanya hanya nongkrong di restoran klasik itu. Ada apa?” tanyaku penasaran dengan tujuan Bayu mengajakku ke pantai ini. “Mmm.. emang kenapa? Kamu nggak suka ya?” jawabnya dengan memandang wajahku yang tepat di sampingnya. “loh, kok malah nanya balik? Aku suka kok Kemana aja, mmmm.. asal sama kamu” ucapku yang ku rasa ini benar-benar keceplosan!
Dengan ekspresi wajah yang malu dan mengalihkan pandangan ke ujung pantai, tiba-tiba posisi Bayu yang makin menepatkan pandangannya ke arahku yang membuatku makin tak karuan dan salah tingkah seketika. Perlahan tangannya menyentuh tanganku yang membuatku kembali memandangnya secara spontan.
“Alen, sebenarnya aku tak pantas mengatakan ini. Karena kita masih baru kenal dua bulan, tapi aku tak kuat menahan semua ini sendiri. Aku hanya ingin kamu tau bahwa aku… Aku suka sama kamu sejak pertama kita berkenalan. Kalau memang aku tak pantas, kamu tak perlu bilang apa-apa sekarang, yang penting kamu tahu semua yang ku rasakan ini” ucapnya dengan sayu dan serius, sungguh aku tak menyangka dia akan melakukan ini. “Bay cukup, aku akan menjawabnya sekarang agar kamu juga tahu. Bahwa aku, aku memang tak pantas dan tak bisa membohongi diriku sendiri bahwa aku juga menyukaimu. Bahkan sejak pertama kita tak sengaja jumpa di pameran buku waktu itu” jelasku sambil merapatkan genggaman tangan Bayu yang mendamaikan suasana.

Ketika itu kita punya hubungan spesial dan 4 bulan berjalan aku pun belum pernah memperkenalkannya kepada mama papa. Ku beranikan diri untuk melakukannya saat ini. Harus saat ini. Aku pun jujur ketika aku pergi ke pantai dengan Bayu dan bukan mengerjakan tugas bersama Mini, aku berharap mama papa ngerti. Namun apa yang terjadi, mama papa sudah mengetahui hal ini waktu mama menelvon Mini dan Mini dengan kepolosannya menjawab yang sebenarnya. Aku takut mereka marah, dan Bayu pun tahu kalau aku tak ijin dulu kepada orangtuaku waktu kita jalan-jalan ke pantai.

“Sudahlah Len, mama tahu semuanya. Tentang kalian berdua, mama papa sengaja tak menegurmu walaupun kami tahu yang sebenarnya karena mama ingin tahu kejujuran darimu. Tapi maafkan mama, mama sudah pernah bilang sama kamu jangan pernah bohong sama orangtua apapun itu, dan pilihlah pendamping yang bisa membahagiakanmu. Namun bukan dari jurusan sastra yang belum jelas masa depannya yang hanya penulis novel” ucap mama sontak membuatku tak kuasa menahan semua ini. Bagai tersambar petir di gurun pasir ketika aku mengingat ucapan mama saat itu, mama melarangku untuk bertemu dengan Bayu, sedangkan papa hanya bisa diam. Tampaknya papa tak tega melihatku tersiksa dengan keputusan mama. Ya benar, aku sangat tersiksa dengan semua ini. Berbagai penjelasan yang telah Bayu lontarkan dan mamapun tak dapat mengubah keputusannya. Ampun deh.

Hari demi hariku kini tak menyangkut tentang Bayu. Tapi ketika mama tak tahu pun aku masih sering ketemu Bayu, mau gimana lagi rasa kangen sudah menggebu-gebu rasanya. Suatu hari ketika aku dan Bayu lagi jalan menuju ke restoran klasik biasa kita ketemuan mama tahu dan akhirnya mama ngirim mata-mata buat ngawasin aku dan Bayu. Ini sungguh terlalu.

Malam ini di hari istimewa ulangtahun ku tepatnya, aku berharap Bayu datang walaupun mama tak mengijinkan ku untuk mengundangnya. Namun apa yang terjadi? Mama mengusir bayu dengan sebuah bingkisan imut yang dia bawa jauh-jauh dari rumahnya. Segitunya mama membenci Bayu? Sakit banget rasanya, Bayu maafkan aku atas semua ini, ini salahku.

Berhari-hari aku tak saling sapa dengan mama, hatiku terlalu hancur. Hanya karena kebohongan yang ku buat sehingga Bayu jadi korbannya, dan hanya karena dia memilih jurusan sastra mama tidak mau menerimanya. “Len, kenapa kamu nggak mau ngomong sama mama? Mama hanya melakukan yang terbaik buat kamu. Coba kamu berpikir positif tentang larangan mama, turutin semua apa kata mama. Mama yakin hidupmu akan indah nak”.

Sarapan pun aku tak makan sepucuk roti karena mama benar-benar ingin aku tahu tujuan mama melakukan ini semua. Mama menjelaskannya padaku, tapi tetap saja mama tak pernah ngertiin pisisi ku. Dan aku pun tak kuat lagi. “Ma, mama mikirin perasaan aku nggak sih? Selama ini aku nggak pernah minta apa-apa sama mama, aku tak pernah membantah mama. Tapi tidak untuk kali ini, maafin Alen ma. Alen mencintai Bayu. Kita akan buktiin sama mama, sastrawan tak seburuk dan sekecil yang mama kira, Alen pergi dulu”.

Menyusuri lorong sekolah dengan langkah yang tak meyakinkan, sedikit lamunan tentang kata-kata mama tadi yang terus menghantui dan membuatku tambah ingin membuktikan sebuah kenyataan yang harus di ketahui oleh mama. Tiba-tiba Mini menyambarku dan berhasil mengkaburkan lamunanku. “Apaan sih pagi-pagi udah kayak ayam, main samber aja” ucapku sedikit kesal.
“Ciyee yang lagi galau. Uwislah Alen ku yang manis, aku punya kabar gembira untuk sahabatku tersayang. Mau denger gak?” goda Mini dengan gaya logat jawa-nya. “Apaan coba?” tanyaku, ketus.
“tau nggak, Bayu menang lomba dengan novelnya dan kini dia sedang persiapin surprise buat kamu nduk ayu, dengan launching novelnya ntar malam” jelas Mini dengan penuh keyakinan. “iya kah? Kamu nggak bohong kan?” sahutku dengan wajah yang cerah ceria seketika.

Terik matahari siang ini pun tak mematahkan wajah ceriaku saat melewati gerbang sekolah. Dan dengan semangat aku pulang dengan mobil jemputan yang biasanya nganterin aku kemanapun. Membelah jalan dengan pacuan mobil yang serasa membuatku terbayang terbang bersama Bayu. Dengan langkah kaki dan semangat, aku menghampiri mama papa, tampaknya mereka terheran-heran melihat wajahku kembali ceria. “lihat saja nanti” pikirku dalam hati sambil senyam-senyun nggak jelas di hadapan mama papa. Ku rebahkan tubuh rampingku sejenak di tempat tidurku, dan “kring… kring…” suara telepon rumah tersengar dari kamarku, segera ku melonjak dan kepo banget siapa yang telepon itu, apakah dari Bayu?
“halloo, iya benar ada apa?” mama bercakap-cakap di telepon itu dan suaranya nggak begitu jelas. Mama berekspresi biasa saja, aku pun memonyongkan bibirku tanda kecewa. Ku pikir dari Bayu. Ketika aku hendak membalikkan badan, mama menjelaskan pada papa, dan ternyata itu dari karyawan hotel yang mengundang orangtuaku ke sebuah acara di hotel indah sentosa malam nanti, dan seluruh keluarga harus di ajak. Oh my god, itu pangeranku. Itu acara pangeranku. Tak jelas ku menari-nari kegirangan selagi merayakan hari itu.

Sebuah pesta yang tak kuduga sebegitu meriahnya dengan kerlip lampu-lampu yang menyilaukan dan menambah keindahan di seberang danau. Apakah benar semua ini adalah acara Bayu, bagaimana bisa dia membuat pesta semewah ini. “cek.. cek.. ehmm.. terimakasih kepada semua undangan yang telah hadir pada malam hari ini. Di acara launching novel yang Alhamdulillah berhasil menembus harapan saya. Dan semua karya tulis saya.
Disamping itu saya ucapkan banyak terimakasih kepada Ayah dan ibu yang telah hadir dan tante om dengan seseorang yang telah menginspirasi novel ini, Alenn…”. waow surprize banget, kata-kata yang terlontarkan dari mulut Bayu membuatku membeku seperti patung. Mama, papa dengan raut wajah yang terpesona seakan-akan tak percaya dengan semua ini, dengan kesuksesan Bayu.
“Om, Tante. Ijinkan saya untuk bersama puteri anda yang telah memikat hatiku sekarang dan selamanya” ujar Bayu di depan orangtuaku dengan menggengam sebuah microphone yang terdengar sayu oleh semua orang yang hadir malam ini. “iya benar, anak kami sudah lama mencintai anak anda. Tolong ijinkan anak kami untuk tetap dan terus bersama puteri anda?” permohonan orangtua Bayu yang makin mendukung suasana. “kami minta maaf atas pandangan saya dan isteri saya tentang Bayu selama ini. Dan sekali lagi, saya tidak bisa. Saya tidak bisa jika melarang mereka berdua untuk bersatu, dan saya merestui hubungan kalian. Maafkan mama mu ya nak?” jawab papa yang cukup mewakili mama.

Saat itu juga kami berdansa, selagi merasakan kebahagiaan ini yang tak terduga. Rasanya benar-benar jadi orang paling istimewa malam ini. Setelah sejam kemudian, denting jam telah menunjukkan pukul 21.00 dan aku baru ingat, bahwa hari ini aku ada acara reuni teman-teman SMP yang telah menungguku sejak sejam yang lalu. Aku pun bergegas meminta ijin kepada orangtuaku dan orangtua Bayu untuk segera beranjak ke sebuah restoran dengan di dampingi Bayu. Tepat di depan tempat yang kami tuju, Bayu tak ingin ikut kedalam untuk menemaniku, alsannya karena ini acaraku, acara pribadiku dengan teman lama ku. Dengan paksaan pun Bayu tetap tak ingin menemaniku ke dalam, akhirnya aku sendirian dengan Baju pesta yang masih ku kenakan dari perayaan pesta Bayu.

Sekian lama Bayu menugguku di seberang jalan dengan suasana malam yang dingin menggigit. Aku tak melihat sms dari Bayu dengan keadaan hp ku yang ter-silent. Dua jam aku keasyikan mengobrol dengan teman lama yang dua tahun tak bertemu, aku baru ingat Bayu menugguku di luar. Beranjak ku segera berlari mencari dimana Bayu, ternyata dia sudah tidak ada. Aku berpikir dia sudah pulang dan akhirnya aku tak enak hati lalu meyakinkan pikiranku bahwa Bayu sudah pulang dengan memastikan untuk ke rumah Bayu.

Dan ternyata apa, rumah bayu dikerumuni orang banyak. Yang aku tak tahu apa yang sedang terjadi? Dan dengan tubuhku yang ramping aku menyerobot kerumunan orang. Aku melihat sebuah ambulance dengan pintunya yang terbuka. Betapa kagetnya aku bagaikan tersambar kereta api yang berlaju kencang saat melihat sesosok Bayu yang sedang berbaring dengan tangan kirinya yang berlumuran darah akibat tusukan para preman. “Bayuuu…” Gumamku tak percaya dengan semua ini. “BAYYUUU… Kenapa kamu pergi!! kita baru merayakan semua ini hanya satu jam… Bayuu, bangun!!!” teriakku dengan menangis tak karuan.
Mama papa segera meraihku dan memelukku. “Alen sudah ya? Jangan sedih terus. Ikhlaskan Bayu. Dia juga nggak mau lihat kamu sedih dan menangis seperti ini!” kata mama menyeka air matanya lalu mengusap air mataku.

Setelah lama menagis aku pun melihat handphone ku, dan ku lihat 8 pesan dari Bayu.

“Alen, sudah malam..

Belum selesai acaranya?

Kok nggak di balas?

Sibuk banget ya?

Ya sudah aku akan nunggu kamu disini.

Aku pergi sebentar ya, ada orang yang ngelihatin mulu daritadi

Aku sayang Alen, sayang banget. I love you sayang.

Kalau sudah balas sms ku ya?”

Aku makin teriak dengan suaraku yang mulai hilang. Betapa bodohnya aku dengan kepikunanku bahwa Bayu sedang menungguku sendirian di saat malam yang hening. Baru satu jam kita mendapat restu dari mama papa. Baru sajam kita merayakan hari bahagia ini. Kenapa Bayu ninggalin aku secepat ini.

Hari-hariku kini hampa, tak ada yang mengajakku ke restoran klasik lagi. Tak ada yang membelikanku jagung bakar di kala hujan lebat, dan tak ada yang mengantarkanku ke pameran buku lagi. Bayu, walaupun kamu telah tiada dan bahagia di surga sana, kamu akan tetap selalu ada di dalam lubuk hati ini. Kamu akan selalu ada di setia lembaran diaryku dan karya-karya novel kita yang belum sempat kita selesaikan. “semoga kamu tenang dan bahagia disana. Aku selalu merindukanmu Bayu, dengan semua kenangan kita yang hanya se-jam itu. I LOVE YOU MORE BAYU…”

Cerpen Karangan: Asih Pusparini
Facebook: Asih Pusparini

Nama : Asih Pusparini
Alamat : Kota Lumajang, jatim
facebook : Asih Pusparini
Twitter : @pusparinisun
sekolah : SMAN Kunir

Cerpen 1 Jam Saja merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Perempuan Penunggu Embun

Oleh:
Malam itu, cuaca di luar begitu dingin. Sedangkan pikiranku masih saja berotasi tentang seseorang di pagi hari, berotasi dan semakin berotasi. Sampai akhirnya denting jam pun berbunyi. Sudah pukul

Second Chance

Oleh:
Rintik hujan selalu menggodaku untuk terlarut di sebuah tempat berona hitam putih. Dengan titik-titik air menggelincir di atas kepalaku hingga ujung kakiku. Rasa kekosongan pikiran, rasa kesendirian. Tubuhku mungkin

Buat Mantan

Oleh:
Dear Anto, 13 November 2011 Pada saat itu kamu datang di inbox fb ku. Awalnya aku risih dengan kehadiran mu yang tiba-tiba mengajak ku berkenalan. Tapi entah mengapa aku

Hadiah Terakhir

Oleh:
Sejak aku berumur 8 tahun ayahku meninggal dunia dan sejak saat itu juga aku dibesarkan oleh ibu seorang diri. Namaku Refiska Ayu biasa aku biasa dipanggil Fiska, kata ibuku

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *