Cinderella’s After Story
Cerpen Karangan: NinaKategori: Cerpen Cinta Romantis, Cerpen Cinta Segitiga, Cerpen Penyesalan
Lolos moderasi pada: 20 February 2016
Orang berkata cinta akan tumbuh seiringnya waktu tapi apakah itu benar? Mungkinkah cinta akan tumbuh di hatinya untukku? Aku hanya bisa memandanginya saat dia tidur seperti ini, memperhatikan matanya yang tertutup, hidungnya yang mancung dan bibirnya yang tipis sungguh ciptaan Tuhan yang luar biasa itulah yang selalu ada di pikiranku ketika melihatnya. Pria yang sedang ada di hadapanku adalah suamiku terhitung sejak 3 bulan lalu. Suamiku bernama Almar dia seorang pengusaha sukses berusia 31 tahun sedangkan aku hanya seorang guru les bahasa inggris di sebuah lembaga les di ibukota berusia 23 tahun dengan penampilan biasa saja. Semua orang pasti bertanya kok bisa kami menikah? dan jawabannya adalah karena kami berjodoh, setidaknya itu yang aku yakini tapi aku juga tak tahu apa yang dia pikirkan tentangku.
Pertemuan kami memang murni sebuah ketidaksengajaan saat itu aku hendak berangkat mengajar tiba-tiba saja seorang pria berlutut di hadapanku dengan sebuah buket bunga dan cincin. Aku hanya menatapnya heran tapi orang itu tak peduli dengan keherananku dan menyatakan cintanya dengan cara yang menurutku begitu alay. Aku berusaha mundur tapi dengan seenaknya orang itu menarik tanganku. Aku mengenali pria itu sebagai salah satu orangtua dari muridku tapi aku juga tak tahu kenapa pria ini tiba-tiba saja menyatakan cinta padaku.
Aku berusaha melepaskan tanganku dari tangan pria itu tapi pria itu malah mempererat pegangannya, aku berusaha berteriak tapi orang-orang berpakaian serba hitam di sekelilingku menatapku garang. Pria yang menyatakan cinta di hadapanku langsung meminta aku menjawabnya dan tentu saja aku menolaknya, gila aja di siang bolong tiba-tiba orang yang tidak aku kenal melamarku yah tentu saja jawabannya pasti tidak. Tapi sepertinya pria itu tidak bisa menerima penolakan dariku, wajah pria itu langsung mengeras dan wajah tidak bersahabat dia tunjukkan padaku.
Aku mundur perlahan tapi pria itu langsung menarik lenganku dan memaksaku untuk ikut dengannya. Aku meronta dan berteriak minta dilepaskan tapi orang itu tak peduli dan malah menyeretku. Tuhan sepertinya masih sayang padaku karena ternyata masih ada orang yang mau menolongku. Seorang pria berteriak minta orang itu melepaskanku dengan gagah berani. Melihatnya aku langsung terpesona dan ketika orang yang memegang lenganku lengah, aku langsung berlindung di belakang pria itu. Pria itu menggenggam tanganku dan anehnya meskipun dia orang asing tapi aku merasa nyaman berada di genggamannya. Orang-orang yang berbaju hitam terlihat geram dan siap untuk menghajar pria itu. Pria itu menggenggam tanganku erat dan membisikkanku untuk berlari dalam hitungan tiga.
Sambil masih berpegangan tangan kami berlari menghindari orang-orang yang mengejar kami. Kami bersembunyi di kerumunan orang yang sedang berkumpul dan mengantre dua barisan. Pria itu mengajakku untuk bergabung dengan barisan orang-orang yang memakai kostum daerah dan gaun pernikahan. Aku dapat melihat orang-orang berbaju hitam masih ada di sekeliling kami dan mencari kami. Antrean orang yang memakai kostum terus maju dan sampailah kami di depan meja panitia dan mereka meminta KTP kami. Aku duduk di depan seorang bapak-bapak yang berpakaian ustadz dan dia menanyai kami.
“Sofia dan Almar kalian siap untuk ijab kobul?” tanya bapak itu sambil meminta tangan pria asing yang bernama Almar itu.
Aku bingung dengan pertanyaan si bapak tadi dan buru-buru menggeleng. Almar menarikku untuk bangun tapi ketika hendak berbalik orang yang mengejar kami ternyata masih menunggu kami. Entah apa yang ada di pikiran Almar dia malah menyutujui untuk melakukan ijab kobul pernikahan. Setelah membeli peralatan salat dan al-quran yang memang disediakan oleh panitia acara nikah masal ini. Aku hanya bisa mematung saking syoknya, bagaimana bisa aku bertemu dengannya dalam hitungan menit saja dan sekarang dia berstatus sebagai suamiku. Yah itulah cerita pertemuan kami, hari itu entah apa yang ku impikan malamnya sehingga dalam satu hari aku dilamar dan menikah dengan laki-laku berbeda dalam kurun waktu beberapa jam saja. Setelah menikah dengan Almar tentu saja hidupku berubah dari seorang guru les biasa menjadi nyonya kaya.
Cinderella mungkin itulah kata yang cocok menggambarkan hidupku saat itu. Dari Sofia gadis desa yang merantau demi uang untuk keluarga menjadi istri pengusaha sukses di bidang furniture bahkan orangtuanya yang asalnya membuka warung makan sekarang jadi pemilik restoran mewah. Tapi lalu bagaimana hidupku setelah menjadi Cinderella? ternyata itu jauh sekali dari ekspektasiku. Kadang aku bertanya bagaimana nasib Cinderella yang asli setelah menikahi prince charming? apakah masih indahkah? Atau sama saja denganku saat ini.
Rumah tanggaku dengan Almar jauh dari kata bahagia. Meskipun kami sudah resmi menikah tapi Almar hanya menganggapku sekedar teman serumah saja. Dia bilang dia menikahiku hanya agar orangtuanya berhenti menjodohkannya dengan anak teman mereka. Almar hanya bersikap sebagai suamiku jika orangtuaku atau orangtuanya datang ke rumah mewah miliknya. Sebagai seorang perempuan tentu saja pasti merasa ingin dicintai apalagi oleh suami sendiri tapi apa boleh dikata jika takdir menggariskan aku harus menikah dengan orang yang tidak mencintaiku sama sekali.
Pernah suatu hari ibu mertuaku bercerita jika Almar pernah ditinggal meninggal oleh wanita yang dicintainya hingga dia tak mau berhubungan dengan wanita lain. Ibu mertuaku sangat menyayangiku karena dia menganggap aku sebagai malaikat yang turun dari langit untuk menemani putranya yang kesepian. Pada kenyataannya akulah yang merasa kedatangan malaikat di hidupku, meskipun Almar tidak mencintaiku tapi harus ku akui aku sudah jatuh cinta padanya saat pertama kalinya bertemu dan bisa melihat sekaligus menatapnya setiap pagi seperti ini saja membuatku bahagia.
Aku terus menandangi setiap jengkal wajah Almar dan tak menyadari Almar juga sedang balas menatapku. Aku langsung memalingkan wajah karena malu dan dengan gugup aku menyuruhnya untuk segera makan. Hening itulah suasana yang tercipta di antara kami, Almar orang yang jarang bicara dan jika aku ajak bicara diam saja malah dia nenyuruhku untuk menuliskan apa saja yang ingin aku sampaikan dan menaruhnya di ruangannya. Ruang kerja Almar adalah ruangan yang paling tak ingin aku masuki karena di ruangan itu penuh dengan foto almarhum pacarnya yang harus ku akui berwajah cantik.
Selama 3 bulan menikah komunikasiku dengan Almar bisa dihitung jari selebihnya dia selalu mengabaikanku. Almar melarangku bekerja di tempat les lagi jadinya aku membuat les sendiri di rumah untuk anak-anak si sekitar kompleks rumah Almar. Setelah menikah dengan Almar aku jarang sekali ke luar rumah kecuali ke supermarket atau menghadiri acara-acara Almar yang selalu membawaku jika diharuskan membawa pasangan.
Hari minggu aku putuskan untuk pergi ke supermarket karena hari minggu Almar ada di rumah jadi jika kami terus bersama rasanya jadi canggung. Aku membeli perlengkapan mandi, dapur dan juga cemilan, setelah selesai belanja dan hendak pulang seseorang menarik lenganku. Aku berbalik ke arah orang itu dan ternyata dia adalah pria gila yang melamarku tempo hari, pria itu menyeringrai meremehkanku dia mengataiku murahan karena mau dinikahi orang yang baru saja dikenal beberapa jam. Dia terus menghinaku sampai kupingku sakit tapi aku tak berani melawan karena takut.
Seorang pria berdehem dan mendekat ke arahku dan membalas perkataan pria gila itu. Si pria gila itu hendak marah tapi tidak jadi karena petugas keamanan menghampiri kami. Aku berbalik ke arah pria itu dan mengucapkan terima kasih. Aku menatap wajah pria itu yang tak asing di mataku, pria itu tersenyum kepadaku.
“Apa kabar princess?” tanyanya sambil tersenyum. Aku menatap pria itu tak mengerti tapi setelah aku perhatikan ternyata pria itu adalah Ian pacar sekaligus cinta pertamaku saat SMA. Aku menutup mulutku tak percaya oh my god akhirnya aku bisa bertemu lagi dengan orang yang mengisi memori indah dalam album hidupku. Kami berbincang bersama dan berakhir dengan makan siang.
Ian menceritakan kisah hidupnya dan juga alasannya meninggalkan aku dulu. Aku hanya diam menatapnya, aku tak tahu mungkinkah aku masih mencintainya atau cintaku sudah ku serahkan semua pada Almar? memandangi Ian membuat jantungku berdebar bukan karena adanya Ian tapi lebih kepada ketakutanku ada orang yang melihatku berduaan dengan Ian. Walau bagaimanapun aku seorang istri sekarang dan sungguh bukan hal baik jika berduaan dengan pria lain. Aku melirik sekeliling dan Ian bergantian hingga aku tak bisa terlalu fokus mendengar cerita Ian.
“Sofia, aku masih mencintaimu.”
Deg, deg, deg jantungku berpacu kencang mendengar pernyataaan cinta Ian. Aku menatap ke arahnya mencari kebohongan dari ucapannya tapi yang ku lihat hanya sebuah ketulusan tergambar jelas di matanya. Aku tak bisa berkata apa pun, di satu sisi aku sangat bahagia mengetahui masih ada seseorang yang mencintaiku, di sisi lain aku sudah berstatus istri dari seseorang dan meskipun orang itu tidak mencintaiku tapi aku sudah memberikan cintaku untuknya. Ian tidak meminta jawaban apa pun dariku tapi dia hanya meminta aku memberinya waktu untuk kita bisa melewati hari-hari bersama dalam waktu sebulan karena dia akan tinggal di kota ini selama sebulan dan dia yakin bahwa waktu yang akan kami lewati mampu membangkitkan rasa cinta yang lebih dalam di hati kami. Aku hendak membantah dan mengatakan keadaanku tapi Ian tak memberi aku kesempatan untuk bicara dan mengatakan dia akan menungguku di tempat ini besok hingga aku datang.
Aku bingung harus melakukan apa, Ian tak pernah ingkari janji dia pasti datang ke tempat itu dan menungguku, haruskah aku datang? Aku melirik Almar yang asyik dengan laptopnya tanpa mempedulikan aku yang berada di hadapannya sejak tadi. Meskipun aku mencintainya tapi selalu diabaikan seperti ini lama-lama membuatku lelah juga. Waktu kebersamaan kami menginjak bulan keempat tapi aku merasa waktu yang ku lalui begitu lambat dan melelahkan.
Entah setan apa yang berbisik di telingaku hingga sekarang aku berdiri di samping Ian dan menerima uluran tangannya untuk menggenggam tanganku. Aku tidak tahu ini sebuah perselingkuhan atau bukan tapi di samping Ian aku merasa menjadi wanita paling bahagia di dunia. Ian membawaku ke tempat wisata dan sepanjang jalan kami berpegangan tangan mengingat kembali masa SMA yang kami lewati bersama dalam jalinan kasih percintaan. Waktu yang ku habiskan bersama Ian membuatku lupa kalau aku wanita yang sudah bersuami. Seperti permintaan Ian setiap hari kami bertemu dan menghabiskan waktu bersama seperti sepasang kekasih. Menjelang malam Ian mengantarku sampai depan kompleks perumahan milik Almar, dengan berbagai alasan aku menolak jika Ian mau berkunjung ke rumahku, yah tentu saja aku belum gila membawa kekasihku ke rumah suamiku apa kata orang nanti kalau aku melakukannya.
Setiap hari aku keluar rumah untuk bertemu dengan Ian bahkan di akhir pekan saat Almar ada di rumah. Almar sama sekali tidak peduli padaku dan sibuk dengan dunianya sendiri. Aku sadar mungkin ini salah, seharusnya aku mengakhiri pernikahanku dulu baru mulai berkencan bukan seperti ini tapi apa mau dikata ini sudah terlanjur terjadi tapi aku mungkin akan menyelesaikan ikatanku dengan Almar setelah Ian pergi dan aku yakin Ianlah jodohku.
Hari itu Ian mengajakku menghadiri pernikahan teman kami waktu SMA, pestanya memang di malam hari dan karena keasyikan ngobrol sana-sini dengan teman masa SMA aku jadi lupa waktu. Jam sudah menunjuklan pukul 10 malam ketika kami pulang dari pesta itu, aku beruntung tak ada satu pun temanku yang tahu statusku sebenarnya dan malah mendoakan aku segera menikah dengan Ian. Karena hari sudah sangat gelap Ian memaksaku untuk mengantar hingga depan rumahku.
Aku tidak bisa menolak dan mengiyakan saja, di dalam hati aku terus berdoa semoga Almar sudah tidur hingga tak perlu bertemu dengan Ian dan aku. Sampai depan rumah ternyata doaku tak terkabul karena ternyata Almar sudah berdiri tegak di depan pintu dengan sorot mata tajam. Aku menarik napas panjang dan ke luar perlahan dari mobil Ian. Ian berdiri di hadapanku dan wajahnya semakin dekat denganku tapi tiba-tiba saja seseorang menarikku menjauh.
“Apa yang akan kau lakukan pada istri orang?” tanya Almar marah.
Ian terlihat menatap Almar bingung. “Wanita yang baru saja kau antar pulang adalah wanita bersuami dan aku suaminya.”
Ian melotot tak percaya dan melihat ke arahku, aku mencoba menjelaskannya tapi Almar langsung menarikku untuk masuk ke rumah. Aku hanya bisa menatap Ian berharap Ian mengerti arti tatapanku. Aku bisa melihat sorot mata terluka di mata Ian dan dia langsung masuk ke mobilnya tanpa mendengar panggilan dariku. Aku menghempaskan tangan Almar yang dari tadi menuntunku, aku mencari handphone dalam tasku untuk menghubungi Ian dan menjelaskan semuanya tapi Almar malah membanting handphoneku hingga tak terbentuk. Aku melotot kaget atas tindakannya dan akhirnya kemarahanku tak dapat ku bendung lagi dan akhirnya aku mengeluarkan segala kemarahanku padanya dengan isakan tangis. Almar tidak menanggapiku dan malah mengurungku di kamar. Aku masih marah-marah dan menggedor pintu tapi Almar seakan tuli dan tak menghiaraukanku akhirnya aku hanya bisa menangis.
Berhari-hari aku habiskan untuk menangis dan marah-marah tapi Almar seakan tak peduli dan malah sekarang dia berani menciumku ketika dia berangkat dan pulang dari kantor.
Hari ini hari kepulangan Ian, aku harus menemuinya dan menjekaskan semuanya sebelum dia pergi. Meskipun Almar melarangku untuk ke luar rumah tapi aku nekat untuk ke luar dan menemui Ian.
Di stasiun ternyata kereta yang membawa Ian sudah berangkat dan aku hanya bisa melihat Ian dengan sorot mata terlukanya sekilas dari jendela kereta.
Aku hanya bisa menangis meratapinya. Di dunia ini mungkin hanya Ian pria yang mencintaiku tapi aku justru menyia-nyiakannya karena keegoisan dan kebohonganku. Seseorang memelukku dari belakang dan membisikkan kata maaf berulang kali padaku. Aku berbalik dan melihat Almar tersenyum padaku. Aku melepaskan pelukannya dan berjalan menjauh darinya, Almar terus mengikutiku dan mengucapkan kata maaf berulang kali dan mengatakan dia tak bisa melihat aku bersama pria lain karena dia juga mencintaiku, aku mengabaikan ucapannya tapi karena dia bersuara cukup keras jadi orang-orang di stasiun pun dapat mendengar ucapannya.
Semua orang melihat ke arah kami jadi mau tak mau aku mendekat padanya dan menyuruhnya berhenti bicara. Almar menatapku dan menyuruhku untuk melihat ke sekeliling stasiun yang ternyata penuh dengan permintaan maaf dan pernyataan cintanya padaku. Aku menutup mulutku tak percaya bagaimana mungkin Almar yang selalu bersikap datar dan dingin padaku melakukan hal sebesar ini hanya untukku. Semua orang di stasiun bersorak meminta aku memaafkan dan menerima cinta Almar. Aku menangis terharu dan mengangguk ke arah Almar, dia tersenyum dan membawaku ke pelukannya. Dia mengucapkan kata maaf dan cinta berulangkali ke telingaku dan membuatku menangis terharu. Semua orang bersorak menjadi saksi bersatunya cinta kami.
The End
Cerpen Karangan: Nina
Facebook: Min Hyu Na
Cerpen Cinderella’s After Story merupakan cerita pendek karangan Nina, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"
Share ke Facebook Twitter WhatsApp" Baca Juga Cerpen Lainnya! "
Cinta Setengah Sadar
Oleh: Fadhila Nur Indah SariAku termenung menyaksikan jutaan rintik hujan yang sedang turun mengguyur bumi, berharap hujan segera reda. aku terjebak di perpustakaan daerah oleh hujan yang dari tadi semakin deras. Namaku Zahra
Maafku Untuk Kakek Tua
Oleh: Siti Ulpa AdawiyahPagi itu aku tengah berjalan untuk pergi ke sekolah, dari jauh kulihat seorang kakek yang sedang meminta-minta. Aku pun membuka sakuku untuk mengambil handphone, lalu sibuk memainkannya, dan tak
Brother Complex (Part 4)
Oleh: Derisma PaulinaPagi hari di kantor “Nick!!! Jangan menggangguku! Ini masih pagi. Kembali keruanganmu dan lakukan pekerjaanmu.” “hey.. aku tidak mengganggumu. Aku hanya mengunjungimu. Apa itu salah?” “bagaimana kau bilang tidak
Empat Belas
Oleh: Neng Novi NuraisyahDesir angin mulai terasa dingin di sekitar tempatku berpijak. Dedaunan yang gugur, perlahan mengiringi Zian yang sudah bersiap untuk meninggalkan kampung halaman. Aku melambaikan tangan dan terus menatap di
Waktu Habis (Part 1)
Oleh: Winada AlfatihaTerik Sang matahari kian menyengat kulit putihnya. Tetesan keringat menunggu giliran masing-masing untuk berjatuhan. Tenaga hampir terkuras habis. Dahaga yang memenuhi inti tenggorokan. Jika diibaratkan sebuah mesin, maka kepalanya
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"
Isi ceritanya membuatku bertanya tentang judulnya. Kisah yang dramatis, tapi ada “Perselingkuhan” nya…
The best.
Aku suka banget ceritanya