Thank You For All

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Sedih, Cerpen Penyesalan
Lolos moderasi pada: 17 September 2016

Ia menghela napas. Lagi-lagi Ia melihat ke ruangan yang tepat ada di hadapannya itu. Sudah beberapa menit Ia menunggu seseorang yang keluar dari ruangan itu. Namun sampai saat ini, seseorang yang Ia tunggu belum juga keluar. Ia berharap tidak ada masalah yang terjadi dengan seseorang Ia tunggu itu.
Ia terkejut ketika seseorang yang Ia tunggu akhirnya keluar. Ia berdiri dan langsung menghampiri seseorang yang keluar dari ruang BP itu.

“Rio, kenapa?” tanyanya cemas kepada seseorang yang bernama Rio itu.
“Aku diskors.”
“Diskors? Emangnya kamu kenapa? Kamu ada masalah?”
“Aku bolos lagi.”
“Bolos? Kapan?”
“K-”
“Oke! Aku tahu. Kemarin?”
Laki-laki yang bertubuh tinggi itu pun mengangguk.
“Jadi waktu aku minta kamu nganterin aku pulang, dan kamu bilang kamu nggak bisa, itu karena kamu bolos?”
“Iya.”
“Rio, kamu sadar nggak sih apa yang kamu lakuin itu salah? Kamu tuh udah beberapa kali dipanggil ke ruang BP tahu, nggak!”
“Udah stop, Yuna! Aku cape dengerin kamu ngomong ini, ngomong itu! Aku tuh butuh waktu! Aku butuh waktu buat menghadapi semuanya!”
“Kamu pikir aku nggak cape? Setiap hari aku nasihati kamu, ngomel-ngomelin kamu, marah-marahin kamu, kamu pikir aku nggak cape, hah? Aku cape, Rio! Aku cuma pengen kamu itu berubah!”
“Berubah? Maksud kamu?”
“Aku pengen kamu itu sadar! Sadar bahwa apa yang kamu lakuin itu salah! Dan aku juga pengen kamu ninggalin kebiasaan kamu yang suka nongkrong dan balapan liar!”
“Aku nggak bisa.”
“Kamu pasti bisa.”
“Aku nggak bisa ninggalin itu semua, Yuna! Itu kehidupan aku!”
“Aku bener-bener kecewa sama kamu, Rio.” Ia berlari sambil berusaha menghapus air mata yang mulai jatuh di pipinya. Ia benar-benar kecewa kepada laki-laki bernama Rio itu, seseorang yang telah menemaninya satu tahun ini. Seseorang yang selalu menjadi penyemangatnya. Seseorang yang selalu ada di sampingnya ketika Ia sedang sedih. Namun semua peristiwa itu telah berlalu. Rio telah berubah. Berubah menjadi sosok yang sangat keras dan tidak peduli. Dan Ia akui, seseorang yang Ia cintai itu berubah semenjak kedua orangtuanya bercerai.

Dengan tak sadar, Yuna menabrak seseorang. Ia terjatuh dan seorang perempuan yang Ia tabrak membantu dirinya untuk berdiri.
“Yuna?! Kamu kenapa?” Yuna terkejut ketika melihat seseorang yang Ia tabrak.
“Vita?”
“Iya, aku Vita. Kamu kenapa sih? Kamu kok nangis? Ada apa?” Yuna menatap sahabatnya itu. Kemudian Ia memeluknya dengan air mata yang masih membasahi pipinya.
“Kamu kenapa sih, Na? Cerita dong!” ucap sahabatnya dengan penasaran.
“Rio, Ta.”
Vita mengernyitkan kening, “Rio? Rio kenapa?”
“Dia berubah, Ta. Dia nggak kayak dulu lagi.” Vita melepaskan pelukan sahabatnya itu. Kemudian dia mengajak Yuna duduk di kursi yang ada di sebelah mereka.
Ketika mereka duduk, Vita terkejut dengan darah yang mengalir di kedua hidung Yuna. Ia langsung menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dengan sahabatnya itu.
“Yuna, kamu sakit? Ada darah di hidung kamu.”
“Hah? Darah?” Yuna langsung memegang hidungnya. Dan apa yang dikatakan sahabatnya itu benar, hidungnya mengeluarkan darah.
“Kita ke UKS, oke?” ucap Vita seraya memegang tangan Yuna agar segera pergi ke UKS. Namun Yuna menarik tangan Vita. Ia menggelengkan kepalanya, lalu berkata, “Nggak usah, Ta. Aku pengen di sini aja.”
“Nggak! Pokoknya kita harus ke UKS! Nanti darah kamu makin banyak! Ayo!”
“Please, Ta. Aku tuh pengen di sini. Aku nggak papa, kok.”
“Kamu tuh sering mimisan kayak gini deh. Emangnya kenapa sih, Na?”
“Aku nggak papa kok, Ta. Mungkin aku cuma kecapean aja.”
“Beneran?”
“Beneran, Vita! Udah ah! Kamu nanya-nanya terus deh!”
“Lagian sih kamu! Bikin aku khawatir aja!” Tiba-tiba perhatian mereka teralih ketika banyak teman-teman mereka yang berlari ke luar sekolah.
“Yogi! Ada apa sih? Kok anak-anak pada lari-lari gitu?” tanya Vita kepada salah satu temannya yang kebetulan melewati mereka.
“Nggak tahu tuh! Katanya sih ada balapan gitu! Ada yang bilang anaknya dari sekolah kita. Makanya gue pengen lihat!” Kemudian laki-laki bernama Yogi itu berlari menyusul teman-temannya yang telah lebih dulu ke luar sekolah.
“Sekolah kita?! Siapa ya, Na?” ucap Vita sambil melirik ke arah sahabatnya yang ternyata sedang memikirkan sesuatu.
“Na?! Yuna!”
Yuna tersentak kaget ketika Vita memanggil-manggil namanya.
“Hah? Apa, Ta?”
“Kamu kenapa sih?”
“Perasaan aku nggak enak, Ta. Kita lihat aja yuk!” Vita mengangguk dan mereka berdua langsung berlari ke luar sekolah.

Ketika mereka sampai di gerbang, Yuna terlihat keheranan karena di depan sekolah mereka tidak ada apa-apa.
“Mana sih, Na? Katanya di sini ada balapan liar!” Yuna melirik ke arah sahabatnya yang mulai kebingungan.
“Ayo! Ayo!” Dari kejauhan Yuna mendengar suara keramaian. Kemudian Ia melihat ke sebelah kanan yang memang di sana ada sebuah jalanan kecil yang tidak terlalu ramai.
“Kayaknya balapannya di sana deh, Ta. Kita ke sana yuk!” ajak Yuna.
“Kamu yakin, Na, mau ke sana? Bentar lagi bel masuk, lho!” jawab Vita seraya melihat jam tangan yang ada di tangan kirinya.
“Oke! Aku ke sana, kamu masuk ke kelas. Gimana?”
“Tapi kamu?”
“Nggak papa, aku sendiri aja. Aku berani kok!” Vita menganggukkan kepalanya dan Ia langsung berbalik menuju kelasnya. Sedangkan Yuna, Ia berlari secepat mungkin karena khawatir jika balapan liar itu sudah dimulai. Dan perkiraannya benar. Di sana sudah banyak kerumunan orang-orang bahkan siswa-siswa yang masih memakai seragam. Ia langsung menyelinap di antara kerumunan orang-orang, dan melihat siapa yang akan mengikuti balapan tersebut.

“Stop! Berhenti!” Suara teriakan orang-orang yang sedang menyemangati para idola mereka seketika berhenti ketika di tengah-tengah mereka ada seorang siswi yang memakai seragam putih abu dengan rambut terurai panjang.
“Yuna?!” Rio terkejut ketika melihat Yuna ada di hadapannya. Kemudian Ia melepaskan helmnya, lalu berkata, “Yuna! Ngapain kamu di sini?” Ia bicara dengan teriak karena suara mesin motor yang mulai menggerung-gerung.
“Aku mau kamu turun!” ucap Yuna.
“Aku nggak bisa!” jawab Rio. Yuna mulai berkaca-kaca ketika Rio memakai helmnya kembali. Kemudian Ia melirik ke arah lawannya dan mengangguk sebagai tanda bahwa Ia sudah siap bertarung. Ketika dua motor yang ada di hadapannya mulai melaju, pandangan Yuna mulai gelap, dan akhirnya tubuhnya pun ambruk.

Matanya mulai berkaca-kaca ketika melihat seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya sudah tak bernyawa lagi. Ia duduk di kursi yang ada di sebelahnya, kemudian Ia memegang tangan orang yang sangat disayangi itu.
“Na, bangun, Na. Aku di sini. Aku ada di sebelah kamu.” Entah apa yang dipikirkan Rio saat itu, Ia terus memanggil-manggil nama Yuna, meskipun dokter sudah memberitahu bahwa Yuna sudah meninggal dunia akibat kanker otak yang dideritanya. Ia terus memegang erat tangan Yuna dengan air mata yang terus mengalir di pipinya. Sedangkan Vita, Ia hanya mengusap-ngusap punggung mamanya Yuna agar tenang dengan kejadian yang telah menimpa putrinya.
“Maafin aku, Yuna. Aku tahu aku salah. Selama ini aku nggak pernah mendengarkan apa yang kamu katakan. Tapi kenapa kamu nggak pernah cerita tentang penyakit kamu? Kenapa kamu nggak pernah cerita bahwa kamu sakit? Apa aku ini nggak berarti dalam hidup kamu?”
“Udah, Rio. Perawat udah nungguin kamu dari tadi.” ucap Vita. Kemudian Ia melirik ke perawat-perawat yang akan mengalihkan Yuna ke ruang jenazah dan mengangguk. Perawat-perawat tersebut mengerti apa yang dimaksud Vita dan mereka langsung membawa Yuna ke luar ruangan.

Rio dan Vita ke luar ruangan. Mereka berdua duduk di ruang tunggu, sedangkan orangtua Yuna mengikuti perawat-perawat rumah sakit untuk memindahkan Yuna.
“Mulai hari ini, nggak akan ada lagi orang yang selalu menemani hari-hari aku, Ta. Nggak akan ada lagi orang yang memarahi aku, mengomel-ngomeliku, menyemangatiku ketika aku sedang ada masalah.”
Vita melirik ke arah Rio, lalu Ia berkata, “Dan mulai hari ini juga, nggak akan ada lagi orang yang mendengarkan curhatku, nggak akan ada lagi orang yang selalu menyanyikan lagu untukku, dan nggak akan ada lagi orang selalu membuatku tersenyum setiap hari.” Kemudian Vita beranjak dari tempat duduknya dan berlalu meninggalkan Rio yang masih duduk di ruang tunggu.

Rio termenung. Ia memikirkan apa yang telah Ia lakukan kepada Yuna, tidak ada apa-apanya dibanding apa yang telah dilakukan Yuna untuknya. Ia menyesali apa yang telah dilakukannya saat ini. Dan mulai sekarang, Ia berjanji. Ia tidak akan nongkrong dan balapan liar lagi seperti yang telah dilakukannya selama ini. Ia akan menuruti yang apa yang dikatakan Yuna untuk terakhir kalinya. Yaitu meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruknya itu.
“Makasih, Yuna. Makasih karena selama ini kamu telah menjadi sosok yang sangat berarti dalam hidupku. Makasih karena kamu selalu menjadi sosok penyemangatku. Dan terima kasih, untuk semua yang telah kamu lakukan padaku.” Ia beranjak dari tempat duduknya dan kemudian berjalan meninggalkan rumah sakit.

Cerpen Karangan: Mita Miftahul Jannah
Facebook: Mita Miftahul
Terima kasih sudah membaca, semoga bermanfaat 🙂

Cerpen Thank You For All merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


My Brother My Lover (Part 1)

Oleh:
Kini semuanya menjadi sulit. Saat tanpa sengaja hati kami saling terpadu dan berpilin menjadi satu. Sebuah ikatan status yang membelenggu kami, membuat hubungan kami berlabuh pada satu jalan yaitu

Maafku Pada Sahabatku

Oleh:
Sedih rasanya ketika kebahagiaan ku bersama sahabatku direngut paksa oleh ego dari diri kita masing-masing, masalah ini bermula pada saat temanku menanyakan sesuatu, tetapi aku menjawabnya dengan kebohongan bukan

Penyesalan Datang Belakangan

Oleh:
Ada seorang gadis bernama Intan Indari Putri, sering dipanggil Ndari. Dia gadis yang Rajin dan pitar bahkan dia selalu menjadi Juara kelas. Sekarang Ndari kelas 8. Di kelasnya ada

Aku Menyusulmu Sahabat

Oleh:
Dear my best friend, Nayla Nay, mungkin kamu sudah melupakan aku yang sudah menjadi sahabatmu. Tapi aku tidak akan pernah melupakan kamu, sahabat. Aku tau, dengan kehadiranku disini, hanya

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *