Aku Sudah Lulus

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Dalam Hati (Terpendam), Cerpen Perpisahan, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 16 October 2016

Pekik kegirangan membahana di tiap sudut sekolahku. Aku hanya bisa melihat kebahagiaan dalam tiap jengkalnya. Tawa dan peluk yang akrab ada dimana-mana.
Jadi, hari ini memang hari kelulusan kami! Iya, kami! Murid-murid kelas tiga sekolah ini!

Aku mengawali langkahku dari pintu kelasku. Dengan tangan yang memegang spidol dan mata yang mencari-cari, aku mulai mengelilingi pekarangan sekolah dimana sekarang semua murid kelas tiga tumpah ruah dengan keceriaan anak TK. Soalnya ini kan hari pertama dan terakhir kita mencorat-coret baju teman tanpa takut dia akan memarahimu, ini benar-benar kesempatan yang luar biasa.

Mataku mengawasi, aku memang sedang mencari seseorang. Ada orang yang harus kutemui untuk terakhir kali. Kalau tidak, aku mungkin akan menyesalinya terus-menerus.
Tapi baru beberapa saat kaki ini melangkah, tiba-tiba seorang teman akrab mencegatku. Dia menabrak dan memelukku.
“Kita bakal pisah,” rengeknya. Aku sembunyikan sedihku dalam senyum kecil dan pelukan untuknya.
“Jangan ngomongin mau pisah dong. Kita kan cuma boleh bahagia hari ini.” Teman-teman akrab yang lain menghampiri kami. Aku memperhatikan satu per satu wajah dengan teliti. Mereka ini, sosok teman-teman yang hanya akan kutemui sekali seumur hidupku, teman-temanku yang paling berharga, tempat sepenuhnya berbagi suka dan duka.

Sekolah Menengah Pertama itu adalah tempat seceria taman bermain. Disitulah aku mengenal banyak hal-hal menakjubkan. Ada impian, cita-cita, persahabatan dan topik yang tidak pernah tinggal itu, cinta!
Semua hal-hal menyenangkan itu membuatku merasa seperti sedang menaiki sebuah roller coaster. Aku diajak untuk takut, tertawa, puas dan lega.

“Selamat ya untuk kita!” Aku dan teman-temanku berteriak, berpelukan dan saling menghujani kemeja dengan pilox warna-warni. Tidak ketinggalan juga ritual anak TK itu, mencoret-coret kemeja yang tadinya masih putih bersih, saling mengabadikan nama satu sama lain. Banyak juga teman lain yang ikut bergabung bersama kami, bahkan beberapa orang yang hanya kukenal namanya saja.

Di tengah serunya keramaian itu, di tengah tawa dan kebahagiaan, aku masih mencari. Orang yang paling ingin kujumpai terakhir kali itu justru belum menunjukkan batang hidungnya.
Orang itu adalah orang yang selama ini telah mengindahkan masa SMP ku. Orang yang hanya pernah sekali meminjamkan jaketnya padaku ketika aku kedinginan, yang hanya pernah sekali melindungiku di tengah kerumunan konser, yang hanya cukup berjalan di hadapanku untuk membuat aku teramat suka melihat punggungnya. Bahkan yang pernah membuat pikiranku kacau berhari-hari hanya karena sebuah status di jejaring sosialnya. Juga, yang membuatku tertawa terbahak-bahak meskipun sebenarnya leluconnya terkadang tidak lucu. Sesungguhnya dia, hanya sesederhana orang yang membuatku jatuh cinta.

Airmataku mulai menggenang. Aku paksakan mengenyahkan kesedihan.
Ini saat yang bahagia. Aku tidak boleh dan tidak perlu menangis.
“Entah siapa yang bakal nyebar undangan nikah duluan nantinya,” gumamku. Aku paksakan bibirku melengkungkan senyum. Teman-teman tertawa. Aku mengikuti.
“Entah siapa yang bakal duluan bawa istri atau suami buat check up di klinikku,” kata seorang teman yang ingin menjadi dokter kandungan. Kami tertawa lagi.
Dan saat tawaku kembali berderai itulah, mataku menangkap pantulan dirinya. Iya, dia disana. Tidak jauh dariku. Mungkin hanya terpisah delapan meter. Aku terdiam cukup lama. Meresapi kekagumanku pada dirinya. Ah, sebentar lagi akan berpisah.

Seorang teman akrab menangkap gelagatku.
“Samperin sana.” Dia menyenggol bahuku. Aku terkejut, kemudian meliriknya.
“Semangat!” Teman itu mengepalkan tangannya, menunjukkan dukungan padaku. Aku mengangguk sambil tersenyum kaku, gugup sekali rasanya.
Maka aku pun berjalan ke arah orang itu, berdoa dalam hati agar nanti tidak melakukan atau mengucapkan hal-hal bodoh. Aku bahkan menggenggam spidolku dengan erat sekali sampai buku-buku jariku memutih.

Akhirnya aku berhenti melangkah setelah berdiri di dekat dia. Dia sedang tertawa, orang itu.
“Hai!” sapaku agak keras. Dia berpaling kepadaku, masih sambil tertawa.
“Hai kamu!” Dia ceria melihatku. Syukurlah dia tidak merasa terganggu.
“Tanda tangan?” Suaraku agak bergetar.
“Boleh. Tapi dimana? Baju kamu penuh banget loh.” Dia tertawa melihat kemejaku yang tadinya putih bersih kini sudah dipenuhi bermacam-macam hal.
Aku tersenyum, lalu membalikkan badanku. Kukumpul rambut panjangku yang sedikit menutupi bagian atas punggungku. Kusampirkan rambutku ke bahu kanan, lalu kutunjukkan bagian kemeja yang masih putih itu karena sejak tadi tertutup rambut.
“Aku selalu nyiapin tempat khusus buat kamu,” kataku kalem.
Aku dapat merasakan senyumannya. Aku tidak peduli lagi dia mengerti maksud ucapanku atau tidak, dia GR atau bagaimana, yang aku mengerti hanya bisa saja kata-kataku tadi itu benar.

Dia mengambil spidol yang kusodorkan, lalu mulai mencoretkan sesuatu di punggungku. Aku memejamkan mata. Hanya ingin sekedar menikmati momen ini sendirian dalam diam. Biar hatiku berpesta pora sejenak, sebelum ditikam sedihnya perpisahan.

ADVERTISEMENT

Detik-detik dia mengabadikan namanya dalam seragam SMPku adalah detik-detik yang paling menyenangkan. Bagaimana dia berdiri di belakangku, dan aku bisa merasakan bagaimana dia menggoreskan spidol itu.
“Nah, selesai.”
Pesta di hatiku sekejap berhenti. Spidol kembali terulur padaku. Dan aku paksakan diriku tersenyum.
Aku berbalik.
“Makasih.” Aku berkata. Sebenarnya belum sepenuhnya rela.
“Tanda tangan juga dong?” Tanpa kuharapkan, dia berkata.
“Ah iya, dimana? Baju kamu juga penuh banget.”
Dia menepuk bahu kirinya dua kali, dan mengucapkan kembali kata-kataku tadi, “Aku juga selalu punya tempat khusus buat kamu.”
Aku tertawa. Saking bahagianya, aku malah jadi ingin menangis.
“Kau tinggi sekali! Harus sedikit menengadah supaya aku bisa menandatangani bahumu itu.” Aku memegang kedua bahunya, lalu memaksa badannya sedikit tertekuk agar dapat kuraih.

Saat membuka tutup spidol itu, aku harus menggigit bibirku sendiri untuk mencegah airmataku mengalir. Aku benar-benar sedih sekali akan berpisah dari orang ini. Memang dia hanya akan selalu menjadi sekedar teman sekelasku. Namun di hatiku, dia selalu lebih dari itu. Selalu lebih dari sekedar teman sekelasku.
Tapi setidaknya, aku punya kesempatan untuk menunjukkan aku pernah ada di satu masa hidupnya, aku dapat mengabadikan namaku di atas seragamnya. Aku memang harus merasa cukup dengan hal itu.

“Selesai.” Aku menutup spidolku.
Dia tersenyum padaku entah untuk keberapa kalinya. Senyum yang selalu menjadi favoritku. Akan kusimpan baik-baik senyum terakhir ini.
Dia mengulurkan tangan, “Semoga sukses!”
Aku membalas uluran tangannya, genggaman tangan terakhir, “Ya, kamu juga. Semoga sukses.”
Kedua tangan pun berpisah. Dengan hati berantakan, aku berbalik membelakanginya.
Tapi kepada angin kuberitahukan, sudah kulepaskan perasaan ini.
Tidak hanya lulus dari bangku SMP, aku juga sudah lulus dari cinta diam-diam ini.

Cerpen Karangan: Syadiatul Jannah
Blog: syadiatul-jannah.blogspot.com

Cerpen Aku Sudah Lulus merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Cerita Cinta Anak Remaja (Part 2)

Oleh:
Di perjalanan ke sekolah Karin melihat Yoga bersepeda ke sekolah. Apa sekolah? “Dia mau pergi kemana?” Tanya Karin melihat Yoga berbelok ke lain arah. “Pak kejar orang itu!” ucap

Janji Tinggalah Janji

Oleh:
Sore itu begitu hangat dengan sinar matahari yang mulai redup di arah barat. Semenjak kakiku mulai bisa bergerak normal aku sering duduk di balkon ini. Pagi maupun sore. Dulu

Dibalik Ruang 26

Oleh:
Di pagi yang cerah, kusambut mentari yang indah dengan nyanyian dari kicauan burung. Namaku Keynestica. Aku bersekolah di Smpn 4 Klari dan singgah di Grade IX K. Dengan hati

Maaf Pak, Salah Sasaran

Oleh:
Hehehe. Aku selalu senyum-senyum sendiri jika mengingat kejadian dulu saat aku SMP, saat itu kami sedang mengikuti mata pelajaran pertanian. Tak perlu waktu yang lama, Pak guru pun berkata,

Janji Senja Sepotong Cokelat

Oleh:
Senja ini. Seharusnya aku menutup jendela kamarku karena gerimis yang melanda sejak siang mendinginkan suhu kamarku. Tapi senja ini.. Membuatku teringat 10 tahun yang lalu… — Dia di sana.

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *