Remember When

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Persahabatan
Lolos moderasi pada: 29 April 2016

Pagi itu suara azan membangunkanku dari tidurku di sebuah dipan kecil yang tersusun berderet dan berjenjang-jenjang di sebuah asrama. Tidur panjang yang menghantarkan aku bermimpi dengan suatu kehidupan yang mungkin atau tidak akan terjadi untuk sebuah masa depan yang harus ku alami. Aku sekarang duduk di bangku kelas 3 madrasah, sekolah agama yang orang bilang sangat terkenal MAN 1 Padang Panjang. Tapi bagiku itu hanyalah hal yang biasa karena tak ada yang spesial sampai aku sadar kalau banyak orang yang menginginkan posisiku di MAN kobar ini, posisi sebagai siswa.

Sedikit banyak aku merasakan semuanya sudah terjadi perubahan untuk hidupku ini aku yang hadir dari SMP sekolah umum tanpa bekal bahasa arab nekat masuk pada suatu instansi persekolahan yang begitu banyak mempelajari hal-hal seperti itu. Namun siapa yang bisa bilang aku ini orang yang bodoh? Oh.. Tidak kawan. Tidak sama sekali karena alhamdulillah aku bisa berjuang juga di sini bersama orang-orang yang sudah dibekali ilmu agama itu sebelumnya. Awalnya masuk sekolahan ini hanyalah ikut-ikutan teman namun sekarang sudah berubah. Hatiku telah bercampur dengan tempat yang diberinama kampus 1000 kenangan ini dan bila siapa saja yang telah sampai di posisi akhir sepertiku ini pasti dia akan merasakan hal yang begitu memusingkan dan menyibukkan diri karena hari-hari kami para senior hanyalah, “Belajar. Tugas. Pr. Setoran ayat. Dan prites,”

Tapi so fun so good guys kuncinya hanyalah nikmati dan jalani entah mungkin karena aku merasa hidup itu seperti air atau bagaimana tapi semuanya itu sungguhlah sangat indah jika Allah selalu ada di hati dan begitulah yang selalu aku rasakan hingga tak perlulah unsur yang lain mencampuri kehidupanku lagi. Seperti pada saat yang tak aku pikirkan tiba-tiba ada hati yang mau untuk berkasih dengan hatiku ini namun rasa cinta dari keluarga dan orang-orang yang ku sayang saja rasanya sudah cukup bagiku dan tidak naif juga aku juga punya yang namanya rasa simpati pada lawan jenis. Dan mungkin bukan untuk aku ungkapkan dan ku tuangkan dengan saling berbalas kasih dan bermadu sayang.

Sedikit cerita tentang dia. Dia yang aku kagumi. Namanya adalah Muvrohdi Fikri orang yang pendiam dan tak banyak omongnya mau diketawain mau dijahilin jawabnya hanyalkah simpel dan tak lebih, “Apa lah ni, ada-ada saja,” perkataan itulah yang selalu ia ucapkan untuk tak memperpanjang katanya dengan orang lain. Carzy first love? I think, “No,” aku tak tahu kenapa perasaan itu tiba-tiba berubah begitu saja tanpa arus yang lurus dan tak seharusnya untuk aku tempuh dia pintar bernyanyi. Dia pintar dalam belajar, dia pintar dalam bermain gitar, juga pintar dalam berolah raga, dan lebihnya lagi dia juga pintar dalam bertuturkata yang sopan dan tidak menyakiti hati orang yang ada di dekatnya.

Itulah nilai plus yang buat aku menyukai laki-laki berkacamata dan taat agama ini walau aku tahu dia memiliki orang lain yang juga dia suka mungkin sayang atau mungkin kagumi seperti aku yang juga mengaguminya. Padaku dia tak sungkan untuk menceritakan apa yang sedang ia alami. Entah mungkin karena aku anak yang bawel, usil, dan nyinyir. Entahlah yang penting bagiku aku tahu bagaimana dia dan bagaimana ceritanya. Lalu apa aku cemburu? Oh, tidak bukan hidup namanya jika aku harus lakukan itu untuk menyakiti hatiku sendiri walau terkadang tak dapat ku pungkiri melihatnya bersama dengan teman-teman perempuannya itu juga buat aku merasa jeles dan ketika ia harus menelepon dengan orang lain yang aku tak tahu itu siapa juga tak jarang buat aku merasa sakit hati juga sendiri. Hahaha.

Hati yang lucu dan terkadang sungguh aneh hingga tak jarang buat aku menertawai hatiku sendiri dan bertekad dalam dalam di lubuknya aku tak akan pernah ungkapkan rasa ini walau sampaikan pun dan aku tak akan lukai hati orang yang sudah ditakdirkan Tuhan bagiku esok. Karena sungguh ku percaya takdir Tuhan itu sangatlah indah pada umatnya yang ia cinta. Itulah sedikit banyak tentang orang yang aku kagumi. Beralih dari itu ini adalah tentang orang yang mengagumiku sedikit saja tentangnya aku tak akan simpan rasa lebih ini baginya ia bernama Puja Anggara.

Anaknya sopan dan baik. Tuturkatanya lembut dan taat juga pada agama. Dia pinta belajar aktif organisasi dan baik. Aku sudah lama mengenalnya, sungguh sudah lama sekali karena selama aku di MAN ini aku selalu satu kelas dengannya. Entah kenapa dan apa yang dia lihat dariku orang yang biasa ini. Hanya cara yang sederhana dan gaya yang sederhana namun tiba-tiba ia ungkapkan kalau dia menyukaiku. Ungkapan itu tak dapat ku terima dengan begitu saja bukan aku merasa tidak senang namun bagiku berteman itu sungguh jauh sangat lebih baik dari pada apa pun yang akan dijadikan alasan baginya.

Aku tidak suka? Mungkin sangat benar karena nama yang lain sudah dulu masuk padaku pada hatiku. Aku tidak menerimanya. Namun, bukan berarti aku putuskan pertemananku dengannya. Toh, sampai saat ini kita masih berteman dan tak jarang kadang dia juga sering menggodaku dengan kata yang agak membuatku benci kepadanya, “Aku akan tungguin kamu sampai kapan pun kamu mau terima aku menjadi orang yang bisa selalu ada di hati kamu,” Itu kata-katanya. Dan aku hanya tersenyum dan senyumku itu bukan mengartikan aku suka dengan kata-kata yang dia ucapkan tapi aku hanya hargai perasaannya yang tak jarang buat aku merasa bertambah benci padanya.

Terlebih jika teman-teman mengejek dan menertawakanku dan hanyalah senyum kecil yang dapat ku berikan dan itu buka berarti aku marah. Hanya saja aku tak suka dengan semuanya dengan apa yang mereka tertawakan karena yang aku mau hanyalah mencintai Tuhanku Allah SWT. Dan orang-orang yang berarti untuk hidupku ini. Maka dari itu aku menolaknya dan hanya menganggapnya sebagai teman. Ya teman dan tak inginkan hal yang lebih dari itu. Tapi ceritaku saat ini bukanlah tentang mereka tapi tentang mimpi panjangku tentang sahabat masa kecilku yang ku kenal hanya dalam satu tahun kurang dan menghilang entah ke mana bahkan di mana dia sekarang? Entahlah aku tak tahu akan hal itu semuanya berawal dari masa kecil itu.

“Baju merah putih.. Hore!! Hore!!! Aku udah make baju merah putih loh Bu. Cantik kan akunya? Gimana menurut Ibu?” Seruku saat itu dengan begitu girang.
“Wah bajunya bagus ya. Cocok sekali denganmu sayang,” jawab ibu sambil tersenyum padaku.
“Ciee!!! Anak Papa udah besar ya sekarang, udah masuk SD,” kata papa yang menghampiriku.

ADVERTISEMENT

Aku peluk papa dan tersenyum dengan senyuman dua tujuhku.
“Berarti Papa nggak perlu lagi dong ya harus anterin kamu dan jemput kamu dari sekolah kayak TK dulu,”
“Ya nggak dong Pa, kan sekarang Velina udah gede dan lagian sekolahnya juga di belakang rumah gitu kok, Velina berani tahu Pa, kan Velina anak yang pintar,” jawabku saat itu dengan segala sifat kekanak-kanakanku.

“Iya dong kan anak siapa dulu,” Sahut Uniku yang dari tadi melihatku sambil tersenyum-senyum.
“Anak Papa dong Uni,” lalu aku digendong papa dan memang jiwa anak-anak itu kental aku cibirkan Uniku yang meliahatku digendong papa. Tapi inilah Uniku dia hanya diam dan tersenyum tanpa membalas yang telah aku lakukan padanya. Sebenarnya aku punya adik juga namun terpaut umur yang jauh denganku jarak kami 8 tahun dan di waktu aku sekecil itu adik bungsuku yang manis ini belumlah lahir ke dunia, maka dari itu aku tak ceritakan tentang dia.

“Hari senin”. Itu adalah hari yang ku nanti-nanti untuk dua minggu yang lewat karena pada saat itulah hari dimana aku harus masuk sekolah untuk pertama kalinya. Rasa bahagia yang begitu amat besar ada di hatiku saat ini. Kebetulan ibuku adalah seorang guru SD dan aku juga bersekolah di SD tempat ibu mengajar sekalian saja aku berangkat bersama-sama dengan ibu. Dan papa? Papaku adalah seorang kuli bangunan yang mempekerjakan dan menggaji orang. Papa memang kuli bangunan, tapi papa begitu banyak membantu orang lain, mengajari karyawannya dan jarang sekali untuk marah pada karyawannya yang tak pandai dalam bekerja. Begitulah orangtuaku dan itulah yang membuatku begitu bangga menjadi anak dari kedua orang hebat ini.

Beranjak dari itu, setibanya aku di sekolah baruku tak satu pun orang yang aku kenali karena aku tak temui teman TK-ku satu pun di SD ini. Ya mau tak mau hanya dengan sepilah aku berteman dan sesekali aku berbicara dengan orang yang bertanya dan mengajakku untuk berbicara. Dua minggu sudah kejadian itu berlalu tak lama aku melihat seorang perempuan dia memang satu kelas denganku. Dan dia juga tak punya teman sama sepertiku jadi dia juga sering sendiri dan bahkan selalu sendiri lalu aku coba dekati dia dengan maksud ingin menjadi temannya.

“Hei.. Namaku Velina,” ucapku sambil menjulurkan tangan kananku.
“Asri,” jawabnya singkat.
“Asri nggak main sama teman-teman yang lain?”
“Nggak Veli.. Cy di sini aja. Veli sendi nggak ikutan main?” Tanyanya lagi.
“Nggak juga ah Cy mereka mainnya kasar,” jawabku sambil tersenyum.
“Ya bener tuh,” sambung Asri dengan jawabanku tadi.

Dari ucapan singkat itulah menjadi awal bagi kami untuk semakin menjadi dekat dan selalu bersama. Dan entah dari mana datangnya aku pun tak lama juga dekat dengan seorang anak laki-laki namanya adalah Roki Anggara. Kita bertiga sering bermain kotak pos dan permainan itu tak pernah jemu untuk kami lakukan berulang-ulang. Hingga seorang anak yang baru pindah ke sekolahku juga menjadi dekat dengan kami bertiga anak itu bernama Faidil Saputra. Ia adalah anak yang lahir dari keluarga yang selalu berpindah-pindah kota. Karena pekerjaan papanya yang mengharuskan untuk itu. Jadilah kami dalam satu tim kotak pos dan permainan itu yang menjadikan kami begitu sangat akrab bahkan dalam setiap waktu istirahat tak pernah sedikit pun tertinggal bagi kami untuk permainan itu. Semakin hari pertemanan kami semakin dekat bahkan ke mana-mana saja kami selalu berempat terlebih karena rumahku yang dekat dengan sekolah. Tak jarang membuat kami bermain di sana di waktu jam istirahat.

Pada hari itu aku sangatlah ingat, “Rabu jadwal kami untuk anak kelas 1 SD olah raga,” kebetulan di rumahku ada pohon saus atau sao bahasa indonesianya yang berbuah masak sangat begitu banyak jadi papa buatkan aku bekal atas permintaanku untuk dibawa ke sekolah. Dan setelah jam istirahat pertanda kami semua harus ganti baju maka bersiaplah aku dan para sahabatku. Kami menjadi orang yang pertama selesai dalam urusan yang berhubungan dengan olah raga ini karena memang kami berempat suka dengan olah raga karena dalam olah raga itu kami juga bisa bermain kotak pos sepuasnya namun berbeda sekali dengan hari ini. Ai dan Roki tidak mau untuk bermain mereka malah mengajak untuk duduk di kelas saja. Dan kami pun hanya duduk di dalam kelas tak lama berbincang-bincang aku baru teringat kalau aku punya bekal.

“Tunggu sebentar aku punya sesuatu nih buat kalian,” ucapku.
“Apaan Veli?” sahut Asri.
“Ya.. Apaan sih?” sahut Roki dan Ai menambahkan.
“Sabar… Sabar…. Nah ini dia,” kataku sambil menghidangkan bekalku yang dibuatkan papa.

Awalnya sangat kecewa sekali ku rasakan karena tak satu pun dari mereka yang mau mengambil sedikit pun dari apa yang sudah aku siapkan dari rumah yang terpikir hanyalah mungkin mereka tak suka dengan yang aku bawa ini. Lalu tak lama kemudian Asri mengambilnya satu. “Veli aku ambil satu ya!!”
“Iya ambil aja,” jawabku dari belakang karena aku sedang meletakkan uang di tasku. Lalu mereka yang cowok juga berkata demikian. Dari satu buah awalnya lalu aku tertawa melihat Ai dan Roki yang mula jaim-jaim akhirnya malah mereka yang menghabiskan sendiri. Terlebih si Ai cowok berparas ganteng dan manis yang tadinya sok jaim eh malah dia yang semakin menjadi-jadi dan mengeringkan buah itu dari kotak bekalku.

“Hahahaha,” tawaku dan Asri pecah seketika melihat kelakuan Ai dan Roki yang saling berebutan dan saling menyimpan kotak bekalku dan seketika semuanya lenyap.
“Tadi gayanya pada nggak suka, giliran sekarang eh malah berebutan..”
“Ya, tadi kan kita sok jaim dulu Veli,” sahut Ai dengan wajah agak merona di bagian pipinya. Dan kami pun sama-sama tertawa karena mengingat kelakuan yang sebentar ini kami lakukan. Begitulah hari-hari kita berempat penuh dengan keceriaan, kegirangan, dan segala kebahagiaan..,” aku sangat senang punya sahabat seperti mereka.

Hari demi hari terus berlalu dan jam dinding selalu berputar mengodekan keadaan yang penuh isyarat ini. Dari semua kejadian yang aku alami bersama dengan mereka ada satu hal yang tak akan pernah ku lupa hingga sampai saat ini. Waktu itu setelah kami bermain hal yang biasa dilakukan, “Kotak Pos,” kami pun pergi dan duduk di dekat taman sekolahku dan entah kenapa pada saat itu nuansa dan suasana yang terjadi tiba-tiba saja menjadi haru dan membara di setiap hati kami.

“Guys kalian ada rencana mau pindah sekolah nggak?” ucap Ai memulai perkataannya.
“Kok kamu ngomongnya gitu?” Jawabku.
“Iya nih Ai kok malah ngomong kayak gitu sih?” Asri pun menambahkan.
“Nggak apa-apa Ai kan cuma nanya aja,” jawabnya lagi.
“Aku mah insya Allah di sini aja Ai, bersama-sama kalian,” jawab Roki merespon.
“Kita juga bakalan di sini aja, ya kan Cy?” ucapku pada Asri.
“Iya Veli,” sahut Asri.

Dan kami pun saling berpegangan tangan dan merasakan betapa kuatnya persahabatan yang kami jalani saat ini. Namun ada yang aneh dengan Ai, wajahnya agak sedikit murung, terlihat sedih, dan bimbang lalu aku luncurkan pertanyaan yang memang dari tadi aku katakan.
“Ai, memangnya kamu bakal pindah ya? Terus nggak sampe kelas 6 SD dong berarti di sini?” ucapku pada Ai yang duduk di sebelahku dengan tampang agak bengong.
“Hmm, nggak lah kita kan bakal sama-sama terus,” genggamannya pada tanganku yang duduk di sebelahnya semakin terasa sangat kuat.

“Ya kita akan sama-sama sampai kelas 2 nanti ataupun sampai kita tamat dari sini,” sambungnya lagi.
“Bener ya kita bakal sama-sama kayak gini?” ucapku meminta keyakinan.
“Iya dong… Kan kita sahabat,” Asri dan Roki meyakinkan.
“Kalian janji?” ucapku kembali.
Dan serempak mereka pun berkata bersama, “Janji,”

Begitulah persahabatan itu berjalan. Pada hari senin berikutnya di dalam kelas kami Ai tak datang. Aku mengira dia mungkin sakit dan begitu pun dengan teman-teman kami hanya menanti dia agar bisa cepat sembuh dan mendoakannya dari jauh. Tapi aneh sudah 2 minggu berlalu namun Ai tak kunjung datang dan pergi ke sekolah. Sontak saja aku dan teman-teman merasakan panik dan mulai bertanya-tanya pada orang yang tinggal di dekatnya. Dan ternyata aku baru tahu mengapa ia berkata seperti itu pada kami dua minggu yang lalu. Kata seorang teman yang dekat rumah dengannya ia berkata, “Ai kan udah pindah kemaren. Papanya udah pindah kerja lagi,” ucap Niken.

“Pindah? Maksudnya apa ya Ken?” ucapku.
“Iya pindah. Pindah rumah dan pindah sekolah.”
“Lah memangnya kenapa Ken?
“Ya kan emang sering kayak gitu dianya Velina. Papanya itu orang yang sibuk begitu kata Mamaku kerjanya Mah pindah kota terus..”
“Lalu kenapa Ai juga ikut Ken?
“Ya kan Ai anak satu-satunya Veli, ya manja gitu deh,”
“Oh gitu ya. Ya udah makasih ya Ken..”
Setelah bertanya aku pun merasakan kehilangan yang begitu sangat membuatku sedih hingga air mataku tak terbendung lagi karena Ai adalah teman yang paling dekat denganku di antara kami bertiga. “Oh, god tak pernah ku bayangkan semua ini terjadi,”

Setelah naik kelas 2 kami pun terpecah Asri dan Roki masuk kelas yang berbeda denganku dan kami tak lagi bersama-sama sejak janji itu dilanggar oleh Ai. Hatiku sangatlah begitu sedih persahabatan yang indah itu hanyalah satu tahun. Indah… Indah… Dan begitu sangat indah. Tak pernah lagi ku rasakan manisnya persahabatan yang seperti itu. Tangisanku hanya dapat tersimpan di dalam hati yang paling dalam ini. Entah mungkin ini hanya mimpi tak ada lagi persahabatan antara kami dan terakhir ku dengar Niken cerita dengan teman-temannya, “Eh tahu nggak? Ai tuh dah makin ganteng aja loh kemaren dia pulang ke sini tapi sayang cuma sebentar,” itulah kata terakhir yang ku dengar tentang kabar Ai.

Dan tak tahu kenapa aku ingin sekali rasanya bertemu lagi dan berkumpul bersama-sama di waktu kita sudah sebesar ini semuanya berkumpul seperti dulu di rumahku. Buah sao itu pun kembali berbuah mereka mengambilnya dan membuka nya sendiri. Sekarang kita suda besar kita sudah berpikir dengan dewasa tapi persahabat itu tetap abadi tumbuh sebagai remaja yang baik, remaja yang tahu akan apa itu larangan dan apa yang dibolehkan. Remaja yang mengerti akan agama. Tapi sayang, itu hanyalah mimpiku saja mimpi indah yang ingin sekali menjadi nyata untuk hidupku. Kumandang azan semakin terdengar jelas di telingaku dan aku pun mulai duduk bangun dari dipan kecil asramaku saat ini untuk menunaikan ibadah salat yang rutinitas kami lakukan dan di dalam doalah hanya dapat aku tumpahkan segala keluh kesah ini.

“Tuhan aku sayang dengan mereka. Aku sungguh menyayanginya. Tak adalagi persahabatan yang indah itu aku miliki. Tak ada lagi rasa cinta dalam persahabatan yang tulus itu aku rasakan. Walau hanya satu tahun saja cinta itu tumbuh antara kami tapi. Aku bahagia tuhan.. Aku bahagia. Insan tulus telah pernah kau hadirkan padaku. Tulus tanpa ada kebohongan yang mengganggu persahabatan kami. Mereka berbeda.. Sunggu berbeda. Mereka tak seperti orang lain yang hanya menginginkanku saat bahagia saja. Tapi, juga saat sedihku. Jaga mereka Tuhan walau aku tak akan pernah lagi bertemu dengannya,”

Hari-hari pun berlalu dan menyadarkanku pertemuan itu hanyalah mimpi karena sampai sekarang saat ai memutuskan pergi kita tidak pernah lagi ngumpul bersama. Dan hanya keajaiban yang ku harapkan agar suatu saat nanti Tuhan dapat pertemukan kami dengan semua kebahagiaan seperti dulu. Itulah cerita masa kecilku yang akan ku jadikan memori terdalam bagi hidupku ini hingga semuanya kembali menjadi nyata seperti dulu dan sekarang yang aku pikirkan hanyalah bagaimana caraku bisa wujudkan masa depanku. Bisa wujudkan apa yang aku inginkan dan mungkin juga masa depan yang dapat pertemukan persahabatan kami kembali.

Cerpen Karangan: Yelia Syamsul
Facebook: YeLia S D’ryliiz
Wasalam

Cerpen Remember When merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Tentang Kita

Oleh:
Tutt tuuttt, suara kereta menandakan hendak berangkat ke tujuan. Gue dan sahabat gue duduk di gerbong ke tiga. Temen gue yang satu ini cukup the best. Kalau aja rumah

Taplak Meja Persahabatan

Oleh:
“Mulai Senin depan, tepatnya tanggal 21 maret sampai dengan tanggal 26 maret kalian akan melaksanakan Ujian Praktik, persiapkan dengan benar-benar sehingga mendapatkan hasil yang maksimal,” tutur Mr. Smith selaku

Kado Natal Yang Terindah

Oleh:
Hari ini suasana sangat ramai. Semua orang sibuk dengan aktivitasnya. Yandri terus menunggu dengan sabar jemputannya ke kampus. Meski berasal dari keluarga yang berkecukupan, Yandri lebih memilih naik bus

This Is My Life (Part 2)

Oleh:
Sampainya di rumah, aku mencari Risa yang tadi berada di kamar Ibu. Ibu dan Risa masih sama, hidung yang mengalir darah segar dan tangan yang berlumuran darah, tampak seperti

Kopi, Pagi dan Matahari (Part 2)

Oleh:
Radita Hari ini senin, hari yang sama saat pertama kali ia bertemu Gio, dia memasuki kampus dengan enggan, ditemani seorang lelaki yang sedari tadi memperlakukannya bak ratu : Favian.

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *