Sahabat Pena Miraj

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Persahabatan
Lolos moderasi pada: 11 August 2017

Saat langit tak mampu bersua dalam lirih jerit tawa yang lara. Tetap saja sedekat apapun waktu, aku takkan pernah bisa kembali memutarnya. Masa yang telah lalu menjadi kenangan. Tak pernah sedikitpun kulihat wajahmu dalam suka maupun duka, tak sepercikpun kulihat air mata menetes di balik binar matamu. Apa yang pernah kau bayangkan? Mengenal tanpa bertemu, memuja tanpa waktu! Seberkas cahaya datang bahkan aku tak sedikitpun melihatnya. Engkau yang jauh di sana, bisakah kita bertemu? Walau dalam anganku.

Miraj, kau masih ingat sebuah cerita yang kau sampaikan padaku? Sepotong senja untuk pacar. Bahkan kau tak pernah tanyakan apa aku sangat menyukai senja? Kau hanya bertanya apakah aku menyukai jalan ceritanya? Seperti kebanyakan orang aku suka sekali kepada senja yang tak pernah sama sekali kulihat. Bodoh memang, menyukai hanya karena mereka membicarakannya. Mereka bilang, senja itu indah miraj. Aku pernah sekali membayangkan duduk di antara desiran pasir, melihat ombak menerpa kelembutannya. Sesekali menghirup udara yang semakin dingin. Angin yang lirih menerpa wajahku seakan mengatakan “Lihatlah Ke langit” Saat itu cahaya keemasan beserta jingga mencuat di langit. “Itukah yang bernama senja?” seperti yang pernah kubayangkan. Aku berteriak lantas burung-burung pergi bersama senja itu. “Aku akan kembali dan melihatnya lagi”. Miraj, masih ingatkah? Waktu pertama kali kita saling mengenal? Sampai saat ini kita tak pernah bertemu. Lucu bukan? Bahkan tak pernah saling bertukar nomer telepon. Bagaimana aku bisa menghubungimu? Miraj, tolong katakan sampai kapan kita akan bersahabat dibalik pena?

Sepotong senja untuk pacar…
Aku sampai membayangkan bagaimana senja itu terdapat lubang sebesar kartu pos. Cerita itu mengajarkanku banyak hal, cinta yang membawa petaka ketika seseorang hanya berpikir mencintai tanpa ingin dicintai. Berjuang sendiri, Sukab yang malang tak pernah benar-benar bertanya apakah alina yang manis juga mencintainya? Pernah kau berpikir miraj? Betapa sakitnya saat kau berjuang untuknya dengan derita panjang yang kau alami, Ia hanya mengatakan “Kau bodoh, seharusnya kau menyadari bahwa aku tidak pernah mencintaimu” Bahkan saat kau berusaha meyakinkan hatimu bahwa semua ini salah, alina yang manis tak pernah menghargai sukab yang malang atas usahanya yang telah mengirim sepotong senja untuknya. Merelakan petaka kematian, menghamburkan segenap jiwanya. Alina yang tak pernah tahu bahwa surat berkilau yang disampaikan sukab berisi sepotong senja itu membukanya tanpa ragu. Semua orang pun akan tertegun miraj, bagaimana bisa isi dibalik amplop itu adalah sepotong senja lengkap dengan pantai dan desir ombak yang mengayun-ayun bahkan mencuat keluar hingga menyebabkan bencana. Cahaya keemasan yang indah kini menjadi kegelapan. Begitupun juga cinta, yang akan sakit jika telah terluka.

Aku suka sekali menulis, bagiku menghasilkan sebuah karangan bernama cerita itu suatu hal yang dinamakan kebahagiaan. Berawal dari situs web, setiap hari aku selalu mengirim sebuah cerita untuk dipublikasikan. Membuat sebuah blog dan lain sebagainya. Pertama kali aku mengenal miraj saat tak sengaja aku menulis sebuah catatan di sosial media. Waktu itu, pertama kalinya cerpen yang kubuat gagal moderasi. Miraj bertanya padaku apa aku seorang penulis? Aku menjawabnya dengan singkat “Iya”. Dulu aku seorang penulis CTR amatir hingga akhirnya menjadi author di cerpenmu dan dearcerpen. Karena tak cukup sampai di sana, aku seringkali mengirim sebuah cerpen di koran-koran. Pernah sesekali membuat novel dan menerbitkannya menjadi sebuah buku. Hanya dengan apresiasi kecil yang miraj berikan, aku banyak cerita padanya. Tentang hasil karyaku dan sepertinya kami terlihat sangat cocok. Membayangkan wajahnya sesekali, kira-kira usianya lebih tua dariku. Lama-lama aku tahu miraj pandai membuat sebuah puisi. Pernah aku dan miraj menghasilkan sebuah karya perpaduan antara prosa dan cerpen. Sepertinya miraj juga suka sekali seni. Akhirnya kami menjalin persahabatan. Miraj bercerita banyak padaku begitupun juga sebaliknya. Kami berhubungan lewat app messanger. Karena sekalipun aku tak pernah menghubungi miraj, mendengar suaranya pun tak pernah. Bahkan wajahnya pun aku sama sekali tak pernah melihat, lewat sebuah photo aku sedikit bisa membayangkan wajahnya. Bagiku miraj bukan sekedar teman tapi lebih dari itu. Kami menghabiskan waktu dengan bercerita soal seni. Miraj seringkali membantuku membuat cerpen ketika aku sama sekali tak punya inspirasi. Menurutku ia juga pandai berimajinasi.

Tak seperti kebanyakan laki-laki. Ia yang pertama kali menarik perhatian, bicaranya sopan dan tulus. Tak sedikitpun pernah miraj merayu dan menanyakan hal pribadi padaku. Tak ada yang mencurigakan dari miraj. Akhirnya kuberanikan diri untuk tetap dekat dengannya. Sering kami bercerita masalah masing-masing hingga sesekali kita pernah merencanakan pertemuan, namun semuanya selalu gagal hingga aku memutuskan untuk merencanakan pernikahan. Aku sangat berharap miraj datang ke pesta pernikahanku, namun sesuatu hal telah terjadi di sana. Salah seorang keluarga miraj telah meninggal saat pesta pernikahanku berlangsung. Aku tak pernah ingin membahasnya apalagi mengucap kesedihan saat hatiku sedang bahagia. Aku tahu di sana miraj tengah berduka dan akhirnya semua itu lewat begitu saja hingga saat ini.

Ketika langit tertahan di antara mega yang bersatu bersama bintang-bintang yang membawa bulan. Semua yang ada di langit menyatu menghampiri pelangi nan indah. Tertawa bersama dengan ria. Air laut yang mengayun-ayun membentangkan ombak. Begitu banyak yang telah kami lewati. Begitupun miraj, aku tak pernah tahu bagaimana ia menjalani hidup. Kuharap miraj menemukan sosok perempuan yang selalu kuceritakan dalam cerpen yang indah. Pernah miraj bertanya padaku! Apakah ada di zaman ini perempuan seperti itu? Aku tak pernah ingin mempertanggung jawabkan jawabanku pada miraj. Bagaimana jika sosok perempuan yang menjadi imajinasiku benar-benar tiada! Sungguh aku kecewa pada kehidupan yang tak seindah cerita. Selalu berakhir dengan kebahagiaan. Orang-orang selalu berkata indah pada waktunya. Aku tahu miraj tak pernah ingin mendengar kisah hidup yang dibuat-buat. Aku selalu ingin membuat cerita yang pahit, bahkan tragis dan endingnya mungkin akan sangat buruk. Bagaimana cerita itu bisa menarik dalam sampul yang indah. Aku tak pernah berharap cerita yang banyak disukai. Ada yang mau membacanya saja aku sudah sangat bahagia tanpa harus berkata “Wah ceritanya bagus”. Menyadari kemampuan diri sendiri, aku tak begitu pandai membuat sebuah karangan yang luar biasa tapi miraj selalu berkata “Wah hebat”. Saat itu aku selalu ingin tersenyum seraya terbang mengitari antariksa. Mengayun sebuah sepeda di sana sambil sesekali membawa secuil bulan. Akan kuberikan semua itu pada miraj. Seseorang yang selalu memberi semangat dalam setiap ceritaku. Bahkan jika nanti aku mempunyai seorang bayi mungil aku akan berkata “Jadilah seperti miraj” Nama miraj menjadi kesukaan tersendiri. Di dalam setiap cerita aku mengambil nama miraj untuk dijadikan tokoh yang paling kusukai. Miraj, andai saat ini kau menatap ke arah langit. Terbanglah ke sana, gapai jarak yang jauh itu dalam sebuah mimpi. Jadikannya sebuah angan yang indah. Langit pun menyemburkan setitik air yang banyak hingga menurunkan sebuah warna-warni yang indah. Embun-embun yang membasahi rerumputan menyampaikan padamu. “Jadilah sahabatku selalu miraj”.

Apa yang kau sukai miraj? Tak pernah sekalipun aku menanyakan hal semacam itu padamu. Kita tak pernah berlari di rumput ilalang yang abigail dan jibril sukai miraj, memetik bunga matahari sambil tertawa ria. Atau juga kau tak pernah mengajakku walau hanya sekedar makan bakso di tepi jalan seperti kau bersama dewi. Apa kau pernah mengalami hal seperti nugi dan tita, saat kau menaffiki rasamu pada seseorang yang kau puja. Bahkan kau tak menyadari bahwa kau telah mencintainya lalu menganggap semua itu adalah kesalahanmu. Masih ingatkah saat kuceritakan mimpimu? Miraj sang penyair yang mengembara demi seorang perempuan. Miraj yang tak pernah membayangkan dirinya seburuk itu! Masih ingatkah semua kisah yang kuceritakan padamu miraj? Yang mana yang paling kau sukai? Kita bahkan tak pernah mengalami semua kejadian itu. Ini tak adil untukku yang adalah sahabatmu miraj. Tak bisakah kita memulai percakapan walau hanya sebait puisi? Mengobrol dibalik dinding rapuh yang warnanya mulai kusam. Tertawa dengan gema yang mengikutinya. “Hahahaha, miraj. Kau bahkan tega tidak menanyakan apakah aku tengah baik-baik saja”.

Miraj, aku sungguh tidak sabar. Saat kutulis cerita ini. Apa yang akan kau katakan? Apa kau akan sedikit menceritakan kisah hidupmu yang rumit atau bahagia? Memberiku sebuah nomor telepon lengkap dengan alamatnya. Miraj, katakan yang ingin kau katakan padaku! Semuanya miraj. Masih ingatkah namaku miraj? Aku masih dhea yang kau kenal sampai kapanpun. Saat aku bekerja di sebuah siaran radio flamboyan, sering kusebut namamu di sana! Apa kau mendengarnya? Sesering mungkin kuputar lagu untukmu dari sebuah band yang dulunya peterpan, masih lagu yang lama berjudul “Sahabat”. Mana yang kau bilang mau mengirim sebuah CD milikmu? Padahal aku sudah tak sabar mendengarnya miraj. Ingat saat kau memberiku sebuah ide cerita? Pertama kalinya seseorang minta dibuatkan cerita yang tak pernah kubayangkan. Kau yang memberinya judul “Fobbiden Love Miraj” Itu cerita yang sangat lucu. Bagaimana kau menjadi laki-laki semacam itu? Saat ceritanya berakhir menyedihkan seperti yang kau mau. Penyesalan yang indah bukan? Seharusnya kau jujur pada hatimu bahwa kau sungguh menyayangkan cerita itu tak seindah yang kau bayangkan. Saat kau membuat sebuah prosa tentang “Musafir”. Jujur aku sangat bingung miraj, Membuat sebuah cerita berdasarkan prosa yang kau berikan. Aku sangat takut jika jalan ceritanya tidak nyambung dengan yang milikmu. Aku membuatnya seakan itu terjadi padamu. Saat kau bermimpi berpaling dari tuhan demi al-lail, saat kau terbangun dan menyadari bahwa kau masih miraj sipenyair. Apa kau menyukainya miraj? Tak banyak kisah yang bisa kuceritakan disaat kita belum pernah bertemu.

Aku suka sekali membacanya. Setiap hari bahkan tak satupun terlewatkan. Membaca sebuah cerita merupakan hal yang wajib ketika itu kau bisa lebih belajar banyak dari yang kau ketahui. “Webtoon” sampai sesekali aku melupakan segala yang ada di sekitarku. Asik berkutat dengan ponsel yang setiap hari menyala tanpa beristirahat. “Bisa kau bayangkan miraj, saat handphone milikmu berbicara “Tolong aku pun ingin beristirahat” betapa teganya kau saat itu miraj”. Saat kau bertanya akhir dari cerita eggnoid. Aku sebenarnya hanya menjawab ngasal. Aku pun tidak pernah tahu akhir dari ceritanya jika saja penulisnya mengubah bentuk ceritanya. Bisa saja cerita yang tadinya berakhir indah menjadi sangat menyedihkan. Lalu kau membicarakan kisahmu yang pilu. Terkadang kau menjadi sangat lucu miraj! Kau membicarakan seorang perempuan dijaman sekarang! Mana ada perempuan cantik berbalut kain indah menutupi kepalanya yang menyukai dirimu. Bahkan yang dekatpun tiada! Kau selalu berdebat masalah perempuan miraj, kau tak pernah berpikir aku ini apa? Kau bicara seolah aku pun sama dengan mereka. Kau bilang kau bodoh, mana ada yang mau dengan laki-laki bodoh? Aku menjawabnya dengan lantang “Ada”. Eggy yang bodoh juga banyak disukai, kau bilang dia tampan. Jelas saja laki-laki bodoh banyak disukai, selain tak pandai berbohong laki-laki itu tak mampu menyakiti. Bagaimana bisa ia tetap bertahan diantara perempuan tangguh yang memperdayai kaumnya. Dibilang bodoh saja mau! Apalagi tertipu dan terjerat pada cinta yang membuatnya semakin terlihat bodoh. Aku menampilkan sosok pembunuh dalam cerita bastard. Dimana laki-laki yang terlihat bodoh itu dicintai seorang perempuan. Tubuhnya cacat namun sangatlah kuat, kau tahu dibalik kebodohannya ternyata ia adalah seorang pembunuh. Cerita tentang misteri aku menyukainya hingga kau bilang kau sedang menyukai cerita surealisme. Kau mengirimku sebuah cerita panjang tentang senja. Sepotong senja yang pernah kuceritakan sejak awal.

Hingga saat kubuat cerita ini, awalnya kita membacakan tentang diri masing-masing. Kau bilang aku tak seperti kebanyakan teman perempuanmu yang senang berbelanja. Aku pun sebenarnya sama miraj, namun yang membedakan aku sedikit menyembunyikan kebiasaan burukku. Aku tak pernah ingin seseorang mengetahui kelemahanku bahkan ketika mereka telah menjadi seseorang yang sedekat sahabat. Seperti yang pernah kukatakan, yang membedakanmu dengan yang lain. Kau orang yang tulus miraj. Meski kau bilang kau tak pandai merayu, aku yakin kau pernah merasakan mencintai. Apa setiap kau jatuh cinta! Kau akan merayunya dengan buaian kebohongan? Mereka tak perlu itu miraj, Perempuan menyukai ketulusan. Seperti yang kulihat, kau laki-laki baik yang pantas mendapatkan perempuan yang kau mau. Meski tak sempurna, hargailah perjuanganmu. Susul aku, duduklah di pelaminan miraj. Kau selalu bilang ingin memiliki perempuan kecil yang selalu kau gendong. Bermain dengannya dan ia berteriak memanggilmu “Ayah”. Doakan aku miraj, agar aku selalu kuat menjalani hidup yang setengah pahit. Saat roda-roda berhenti berputar pada porosnya. Saat langit-langit semakin menua dan dunia mengambang di atas kematian. Tak ada seberkas cahaya yang jatuh, semuanya diselimuti kegelapan. “Distant sky” Gapailah langit yang jauh. Jarak yang memisahkan antara kegelapan dan langit yang biru.

ADVERTISEMENT

Miraj, saat kita menceritakan kisah hidup masing-masing. Haruskah kita saling berbohong dengan mengatakan hal pahit yang kita alami? Haruskah kita berbohong pada kebahagiaan yang tak pernah datang? Aku pernah menceritakan kisah dari novelku yang gagal terbit karena sampul yang kurang menarik. Disana kau selalu mengatakan hal yang sama hanya karena semuanya menyangkut perempuan. Percayalah akan ada yang mencintai dengan segenap hatinya. Berjuanglah bersama miraj, jangan kau jadikan kepahitan masa lalu membuatmu berpikir tak ada perempuan baik lagi di dunia ini. Meski aku sering menyadari semua yang kau katakan mungkin benar. Tapi percayalah pada tuhanmu! Aku selalu mendoakanmu miraj, tak perlu kuucap doa apa yang kupanjatkan untukmu. Kepada jingga yang berkilau di ujung tombak langit yang indah. Bawalah serta kepahitan hidupmu miraj. Janganlah bersedih seraya berkata “Hidup ini tak adil” Karena langit mendengar. Dimana aku harus duduk termenung menatap langit senja saat tak seorangpun mengajakku melihatnya. Tak bisakah aku melihatnya di atas bukit miraj? Haruskah kulihat desiran ombak yang datang dengan badai hingga kapal yang berlayar terbalik memakan sang korban. Sampai pada kisah ini dibuat. Aku selalu ingin menceritakanmu pada semua orang, siapakah miraj yang sering kubicarakan? Siapakah miraj yang selalu menjadi tokoh dalam cerpenku? Kisah yang ingin kubuat menjadi sebuah cerpen berjudul “Sahabat Pena”, semua ini nyata bukan miraj? Hanya saja aku menghadirkan semua kata-kata indah yang menjadikan kisah ini lebih manis. Miraj, katakan dengan jujur. Aku ini seperti apa? Aku ingin mendengar kata pahit dari sahabat yang selalu berkata “Memuja tanpa waktu” Selalu kubayangkan bagaimana aku mengenalmu tanpa bertemu. Semua itu seperti kisah pangeran yang tak pernah bertemu sang puteri yang malang. Bagaimana jika sang puteri itu tak seperti apa yang dibayangkannya? Apakah pangeran akan tetap mencintainya apapun yang terjadi? Akankah tetap mengaguminya bahkan setelah tak akan pernah bertemu? Apa yang kau bayangkan miraj? Menjadi sahabatku yang malang, mendengarkan setiap celotehku. Apa kau tak pernah bosan miraj hingga kau menjauh setelah tahu kekuranganku? Apa kau juga seperti mereka? Membicarakan keburukanku dibelakang? Menghinaku dengan tawa kecilmu? Bagaimana bisa aku percaya padamu miraj? Yang tak pernah sama sekali kutemui.

Pada kisah yang sepi, pada hati yang terpahat rapi. Kutitipkan salam padamu beserta bulir-bulir titik putih yang menggores tinta hitam dibalik kertas. Jika semuanya kuceritakan. Ini takkan pernah berakhir seperti rasa sayang yang telah kita tanamkan miraj. Seperti kebanyakan kisah persahabatan yang berakhir dengan saling mencintai, menikah lalu hidup abadi. Aku dan miraj hanya sebatas sahabat baik, takkan kugores itu dengan kebencian yang hanya sedikit saja. Cinta bukan berarti saling memiliki, bukan berarti harus saling merekat. Seperti bintang, miraj adalah bulan yang menemaniku. Takkan pernah menjadi bagian hidupku yang paling menepi. Tak pernah menjadi planet dimana semua orang bergantung padanya. Miraj akan menjadi dirinya sendiri. Dan aku selalu berharap kisah hidupnya seperti cerita indah yang sering dibacanya.

Suatu saat aku akan menceritakan miraj ke semua perempuan kecil yang aku milikki. Miraj yang baik, miraj yang tulus. Kuceritakan dongeng yang indah tentang sahabat. Tentang laki-laki dan perempuan. Kuharap sesekali saja kita memulai percakapan di bawah pohon rindang, di depan danau yang kulihat bayang wajahmu. Melemparkan batu menimbulkan cipratan air hingga membasahi ke mejamu. Atau sesekali saja kita bertemu dan makan bersama, menggigit sesuatu yang manis. Berharap kau dan aku saling menatap menyimpan harap. Semoga persahabatan ini akan selalu kau simpan indah di ponselmu miraj. Jangan pernah lupakan semua yang telah lalu. Saat pertama kali kita saling mengenal sampai pada akhirnya kuceritakan kisah ini. Sampai jumpa lagi miraj, semoga kita bertemu di waktu yang akan menanti seperti pertemuan atau bahkan kau kemari bersama isterimu kelak. Membawa perempuan kecil yang menyapaku dengan senyum manisnya. Lalu kau mengenalkanku padanya. “Dia ini sahabatku”. Atau seperti jifa yang menulisnya di sebuah catatan harian, tersampul dengan manis. Setelang usang, rapuh dimakan rayap. Kata-katanya yang tak mampu lagi dicerna, debu yang menempel hingga warnanya yang telah kusam membuatmu tak sekalipun takut membuka jilidnya. Seperti ibumu, aku ini sahabat yang sangat berharga. Di sana tertulis lagi miraj, namaku yang tertera “Sahabat Pena”.

The End

Cerpen Karangan: Dheea Octa
Facebook: Octavhianie Dheea

Cerpen Sahabat Pena Miraj merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Memandang Lewat Matamu

Oleh:
Aku bisa merasakan betapa dingin tangannya. Aku juga bisa mendengar alat pendeteksi detak jantung dengan nada putus putus di sampingnya. Entah di samping mana. Kiri atau kanannya aku tidak

Keanehan Aldi

Oleh:
Di pertama Aldi masuk kelas, sifatnya tampak berubah. Tidak seperti biasanya. Dia lebih senang menyendiri. Apalagi saat melihat Rifan, sahabatnya dari kecil. Wajahnya diselimuti kekesalan. Apa yang terjadi dengan

Foto Bertiga

Oleh: ,
Sebuah kisah yang menceritakan tentang seorang pemuda yang hobinya adalah mengendarai motor. Panggil saja ia Andra. Ia duduk di bangku kelas 11 SMA. Ia merupakan pemuda yang rajin, taat

Katatonia

Oleh:
Pedih dan letih, itulah yang kurasakan. Aku kembali kehilangan teman dan sahabat. Di tempat baru ini aku benar-benar merasa sendiri. Tak ada satu pun orang yang kukenal. Rasa takut

Late

Oleh:
“Lucu kan Ziv, lucu kan jamnya? Warna ungu lagi, warna kesukaan aku banget kan. Kok dia tau sih aku lagi suka MiniWatch? Kemaren tuh tiba-tiba Okta ngasih aku ini,

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *