Terlupakan, Gak Mungkin (Part 1)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Persahabatan, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 4 December 2015

Namaku Els Muise Waise, aku siswa kelas 11 Sekolah Menengah Atas di sebuah kota yang sangat buruk keadaannya. Huft keadaan udara di sekitar kota semakin panas. Asap kendaraan tersebar di mana-mana. Siapa sih yang suka dengan keadaan seperti ini? Mungkin sekarang mereka tak merasakan akibat negatif dari semua ini. Akibat negatif dari asap yang mengepul dan berwarna hitam. Hal ini dikarenakan tak ada pohon-pohon yang tumbuh di sekeliling kota semua pohon-pohon itu dirampas oleh tangan manusia yang serakah.

Hari menunjukkan pukul 12.00 WIB aku terus berjalan menyusuri jalan menuju rumah. Tapak demi tapak ku lewati dangan terus bersenandung ria walaupun, asap kendaraan saat tengah hari semakin menjadi-jadi dan membuat sesak dadaku. Hatiku bergumam, “kalau saja keadaan udara di sini masih bersih dan sejuk pasti semua orang tak akan merasakan dampak negatif dari asap-asap ini,” hatiku yang sangat berharap karena aku sudah muak dengan keadaan di kota. Tak ku sangka aku sudah tiba di depan rumah.

Tok tok tok! “Mah Pah.. aku pulang…” ucapku sembari berteriak bagaikan sebuah sirine yang ikut meramaikan keadaan kota. Namun, tak ada jawaban satu pun ku dengar.
“Ah! Lebih baik aku masuk aja!” ucapku dalam hati. Cklik! Bunyi gagang pintu kamarku. Ya kamarku yang serba biru, aku sangat mencintai kamarku. Karena, di sini aku dapat mencurahkan semua isi hatiku. Di pojok kasurku yang empuk, aku memiliki satu buah boneka mungil yang berwarna cokelat dan biasa ku sebut dengan Brownies.

Aku langsung membanting tubuhku ke kasur yang empuk itu dan melempar sepatuku ke luar kamar. Aku berharap Venus pembantu baruku masuk ke kamar dan membawakan segelas orange juice dan sepiring kue cokelat favoritku. Tadi waktu di sekolah seperti biasa aku bertemu dengan sahabatku. Aku bahagia banget memiliki sahabat seperti dia. Bagiku dia sangat mengerti keadaanku dan aku harap itu semua bukan rekayasa. Tak jarang aku sangat sering berbagi cerita kehidupanku kepada Dian. Aku memang sudah bersahabat baik dengan Dian sejak usia 5 tahun.

Kriiiiiing!!! Bunyi hp-ku.
“Halo.. Maaf ini siapa?” ucapku.
“Ini aku, Dian Els,” ucap sang penelepon.
“What? Lo? Hei kamu tahu dari mana nomor hp-ku?” ucapku dengan nada yang kaget.
“Ya iyalah lo kan tahu gue, kalau gue itu selalu updet.” ucapnya.

“Hah? lo updet? Gak salah tuh? Bukannya lo selalu galau terus?” ucapku dengan nada menyindir.
“OMG gak kebalik tuh? kalau gue galau terus lo apa? Koma? Ah! Udah gak usah bahas ini lagi. Oh ya lo mau ikut gue ke kebun teh milik keluarga gue?” ajakan Dian kepadaku. Sebenarnya rasanya aku ingin menolak karena besok aku ada acara keluarga. Tapi mau gimana lagi aku ngerasa gak enak sama sahabat terbaikku yang satu ini dan aku ingin berganti suasana dari yang di sini udara kotor banget berubah menjadi segar.

“Kapan?” ucapku dengan nada bertanya-tanya.
“Besok,” jawabnya dangan nada yang polos.
“Hah! Besok? lo beneran? Okelah gue ikut tapi lo harus jemput gue di rumah!”
“Baiklah, aku gak sabar nunggu besok, oh ya besok aku jemput jam 10.00 WIB,” ucapnya yang memberitahuku.
“Baik,” ucapku.

Aku pun melanjutkan kegiatanku yaitu persiapan, shopping, dan bocan (bobok cantik). Uh nikmatnya dunia ini walaupun udara terasa panas di luar. Jika semua orang di kota ini memiliki sifat seperti aku wah!!! Apa jadinya… Hancurlah kota ini. Masa setiap hari hanya dimanfaatkan untuk bocan dan shopping? Ah! Kalau shopping ngabisin uang dan kalau terlalu banyak bocan membuang waktu. Nanti, kalau bocan terlalu lama dan sering wajah jadi kusut.

Keesokan harinya…
Ting tong! bunyi bel pintu tanda orang ingin bertemu. Aku pun membuka pintu tersebut. Ternyata di luar adalah Dian yang sedang menantiku untuk pergi ke kebun teh.
“Hi lo!! Bentar gue ambil tas dulu,” aku pun pergi ke dalam untuk mengambil tasku dengan berlari.
Setelah beberapa menit aku kembali dan kami pun pergi ke kebun teh.

Sesampainya di kebun teh… Udara di kebun teh sangatlah dingin. Rasanya tak kuat jika ke luar tanpa jaket. Udaranya sih boleh dibilang dingin sampai rasanya menusuk tulang, tapi pemandangan yang disuguhkan sangatlah indah.
“Wish… dingin banget… indah pula pemandangannya. Wish sungguh kebesaran Tuhan…” ucapku yang terkagum-kagum dan bagai seorang ustadzah yang sedang berceramah.
“Hah? Tumben lo waras, kalau ngomong gak ngelantur?” ucapnya yang mengejekku.
“Eh, gue dari dulu waras,” ucapku yang membela diri.

ADVERTISEMENT

Setelah beberapa detik kami adu cek-cok kami pun memutuskan untuk masuk ke dalam vila milik Opa Very (opanya Dian). Vila Opa Very sangatlah nyaman, tenang, dan damai. Dinding di ruang tamunya dihiasi dengan lukisan-lukisan kuno. Kamar yang kami tempati pun dilengkapi dengan selimut yang tebal terbuat dari kain wol. Selimut ini dapat melindungi kita saat kedinginan. Sensasi kelembutan dari selimut ini dapat membuat kami tidur dengan nyenyak.
“Udah kalian tidur dulu soalnya nanti malam kita ada pesta di Vila Kampung.” ucap Opa Very.
“Baik Opa!!!” ucap kami berdua dengan kompak, karena kami memang sangatlah letih.

Kami pun pergi ke kamar, dan langsung tertidur dengan pulas. Waktu menunjukkan pukul 16.00 WIB. Kami pun langsung terbangun dan segera mandi. Untuk bersiap menghadiri pesta tersebut. Katanya sih acaranya seru. Waktu menunjukkan pukul 19.00 WIB kami pun segera berangkat ke Vila Kampung tersebut. Sesampainya di Vila Kampung. Di sana ternyata sudah ramai para penduduk kampung. Mereka saling bercakap-cakap satu sama lain dan terlihat sangat akrab. Namun, ada salah satu penduduk yang sedikikit aneh menurut kami. Dia memakai baju serba hitam dan kacamata hitam. Dia terlihat sombong dan berasal dari kota.

Waktu menunjukkan pukul 19.30 WIB pesta pun dimulai. Pesta digelar sangat meriah dan penuh rasa kebersamaan. Para undangan pun sangat ramah tamah. Hampir setiap sudut ku memandang, para undangan sangat menikmati hidangan yang telah disediakan. Uh betapa senangnya rakyat di sini. Melalui pesta seperti inilah mereka dapat merasakan nyamannya sebuah ruangan dengan dinding yang tidak terbuat dari bambu. Dan, merasakan nikmatnya hidangan serba daging yang telah disuguhkan.

“Wish!! Jadi setiap tahun lo ke pesta kayak gini? Pesta di sini ternyata rasa kekeluargaannya sangat kental ya?” ucapku dengan nada yang sangat penasaran.
“Ya iyalah secara penduduk kampung kalau mereka gak memiliki sikap kekeluargaan pasti mereka akan sulit memenuhi kebutuhan hidupnya. Aku menghadiri pesta ini terakhir 3 tahun yang lalu. Itu pun saat aku lagi sakit jadi, gak bisa maksimal ngerayakan pesta gak bisa makan makanan yang nikmat dan merasakan nikmatnya suasana kekeluargaan di sini,” jawabnya yang sangat menyesali keadaannya waktu itu. Waktu menunjukkan pukul 21.00 WIB pesta pun telah usai, kami segera meninggalkan tempat tersebut dan segera menuju vila untuk beristirahat dan melanjutkan aktivitas esok hari.

Keesokan harinya. Hari ini aku bangun pagi banget menghirup udara yang segar yang menyejukkan hati. Sejauh mata memandang, hati selalu bergembira.
“Hoam… Wih pagi banget aku bangunnya, tumben…” ujarku yang tak percaya karena aku adalah ratu bangun siang.
“Hahaha, tumben lo udah bangun,” ujar Dian yang bangun terlebih dahulu.
Aku hanya membalasnya dengan senyuman manisku. Aku pun langsung bergegas untuk mandi.
“Anak-anak ayo cepat turun, makan setelah itu kita ke kebun,” ucap Opa Very.
“Baik Opa! kami akan segera turun,” ucap kami serempak.
Kami pun segera turun dan makan. Selepas kami makan, kami langsung berjalan ke kebun teh.

Sesampainya di kebun teh. Pemandangan yang sangat indah dan menyejukkan hati telah menyapa kami, udara pagi yang segar dengan hamparan dedaunan yang sangat hijau membuat tubuhku menjadi segar dan terasa melayang kedua mataku menjadi rileks. Rasanya seperti semua masalah telah hilang seketika. Uh! Perjalanan kami sangatlah menyenangkan. Saat itu aku berjalan paling belakang dan aku berjalan sangat lambat karena aku sangat menikmati pemandangan di sekitarku. Hingga kami tiba di sebuah sungai yang cukup besar. Tanpa ku sadari aku menginjak sebuah batu licin dan aku terpeleset hingga jatuh di sungai kemudian, aku hanyut oleh aliran sungai yang cukup deras.

Sayangnya aku sudah berteriak meminta bantuan namun, Dian dan Opa Very tak mendengar suaraku yang saat itu hampir kehabisan napas. Aku pun sudah tidak kuat. Hingga aku pingsan dan aku terbangun di sebuah gubuk kecil yang cukup bersih dan rapi. Di dalamnya ada seekor kucing yang sangat manis dan lucu, warnanya abu-abu. Dengan sedikit hidung yang pesek.
“Permisi… ini rumah siapa ya?” ucapku dengan nada yang kebingungan. Tiba-tiba datang seorang pemuda yang tinggi dan sedikit aneh. “Sepertinya aku pernah melihat pemuda ini… Ya! Dia adalah pemuda yang aku lihat malam itu di pesta kampung,” Pintaku dalam hati.

“Lo siapa? Terus ngapain lo ada di sini?” ucapku dengan nada yang cukup kaget.
“Tenang! Saya orang baik kok mbak! Tadi mbak saya temukan di pinggir sungai sama ikan mas,” ucap pemuda tersebut yang berlogat jawa.
“What? Lo? Ikan mas?” ucapku sangat tidak percaya.
“Iya ikan mas, hmm aku minta maaf ya kalau ikan masnya sudah saya goreng.” ucapnya yang seperti merasa besalah.
“Tunggu deh, kalau masalah ikan mas aku gak tahu, tapi…” ucapku yang terpotong.
“Tapi apa?” ucap pemuda tersebut yang penasaran.

“Tapi kamu benar-benar orang baik kan?” ucapku menyambung pertanyaanku yang tadi belum aku lanjutkan. Namun, sebenarnya pertanyaanku bukan itu.
“Iya mbak! Saya ini memang orang baik-baik. Ngomong-ngomong nama mbak siapa ya?” ucapnya sembari menodorkan tangannya.
“Nama gue Els kalau nama lo?” ucapku sambil bersalaman dengan pemuda tersebut.
“Nama saya Sembara mbak,” ucapnya.
“Hah? Sembara? Gak salah?” ucapku yang sedikit meragukan kebenaran.
“Iya mbak.. Aneh ya?” ujarnya.
“He… Iya sih…” ucapku yang jujur tanpa ada filtrasi. Sembara membalas omonganku dengan senyuman dia yang khas. Senyuman yang mengandung berjuta arti dengan lesung pipi yang menghiasi pipi kanan dan kirinya.

“Tapi… meskipun namanya gak bagus-bagus amat, tapi dia …” ucapku dalam hati yang terpotong karena dia bertanya kepadaku.
“Rumah mbak di mana?” ucapnya yang mulai berani menatap mukaku.
“Apa? Oh aku dari kota,” ucapku. Lagi-lagi dia membalas omonganku dengan senyuman khasnya. Saat itu aku bingung jalan menuju vila ke mana karena aku tidak pernah mengunjungi daerah itu.

“Eh ngomong-ngomong jalan pulang di mana? Terus kenapa aku bisa terpeleset?” ucapku.
“Mbak mau saya antar? Mengenai mbak bisa terpeleset di sungai, saya gak tahu mbak,” ucapnya dengan wajah yang sangat memelas dan dengan nada yang sangat sopan.
“Baiklah… Antarkan aku ke rumah, kasihan Opa Very dan Dian yang mencemaskanku,” ucapku dengan nada yang penuh dengan permintaan dan mata yang berkaca-kaca agar dia kasihan dan mau mengantarkanku.

Akhirnya aku pun diantar oleh Sembara sampai ke vila milik Opa Very. Di jalan dia cerita banyak tentang keluarganya yang terbunuh oleh perampok yang sangat keji, serakah, dan amat sangat kejam. Selain mereka merampas harta benda mereka juga merampas nyawa. Dalam dalam peristiwa itu yang terbunuh adalah Ayah dan Ibunya. Ayahnya terbunuh karena menyelamatkan Sembara dari tusukan pisau perampok itu. Sedangkan Ibunya terbunuh karena beliau menggunakan gelang di pergelangan tangannya dan beliau berusaha untuk mempertahankan gelang tersebut.

Dan satu-satunya keluarga yang selamat saat tragedi itu adalah Sembara, karena ia berhasil lari dari rumah tersebut dan segera meminta bantuan warga kampung. Namun, sangat disayangkan karena faktor jarak rumah satu dan yang lainnya jauh maka, Sembara dan para warga tiba pada saat Ayah dan Ibunya sudah tidak bernyawa. Setelah tragedi itu, Sembara memutuskan untuk ke kota mencari keberuntungan. Namun sayangnya sikapnya yang mesih polos membuat ia ditipu habis-habisan oleh Ibu pemilik rumah yang Sembara singgahi waktu di kota. Setelah hampir 3 jam kami berjalan sambil bercerita, akhirnya kami pun sampai di vila Opa Very.

Bersambung

Cerpen Karangan: Ari Monnik
Facebook: Ari Monnik

Cerpen Terlupakan, Gak Mungkin (Part 1) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Sahabat Sejati

Oleh:
Di sebuah gang yang tampak kumuh. Abi yang dikenal sebagai anak yang bermoral bejat dan durhaka sedang asyik-asyikan berpesta mir*s bersama dua kawannya, Iwan dan Danu. Botol-botol besar berisi

IIIRRRAAAHHH

Oleh:
“Sahabat” satu kata yang punya banyak arti, tempatmu mencurahkan segala yang kau rasakan, sedih, senang, susah, galau, suka dan duka. Tertawa bersama, menangis bersama dan melakukan banyak hal bersama-sama.

Valentine Pertama

Oleh:
Pagi itu di sebuah sekolah menengah pertama, tepatnya SMP HARAPAN 2, langit terlihat cerah burung-burung pun berkicau riang seperti biasanya. Suasana cerah itu berbeda dengan suasana hati seorang gadis

Hanyalah Fiksi

Oleh:
Ardan kembali menantang dirinya sendiri. Lagi-lagi saat ini dia menerapkan teknik berdikari untuk menjadi pria sejati dengan cara pergi ke kedai kopi sendirian. Dia ingat betul hari ini adalah

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *