The Melody of Eternity (Melodi keabadian)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Perpisahan, Cerpen Persahabatan
Lolos moderasi pada: 12 September 2017

Pukul empat sore, Sarah siswi kelas 11-C SMA Swasta Tarumajaya Kota Batu sedang berjalan menuju ruang kelasnya di lantai tiga sambil membawa Gitar. Hari itu semua kelas sepi karena telah memasuki jam pulang. sementara beberapa siswa ramai di lapangan belakang gedung sekolah mengikuti kegiatan Ekstrakulikuler. Begitu pula Sarah yang habis mengikuti kegiatan klub musik di sekolahnya.

Sarah hendak mengambil bukunya yang tertinggal di laci mejanya, namun saat dia hendak memasuki ruang kelas ada hal yang sedikit mengejutkanya.
“If I… Could make days last Forever.. If words could makes Whises come True…”. Suara seorang laki laki menyanyikan lagu yang tak asing bagi Sarah.
Saat dia mengintip pintu kelasnya yang sedikit terbuka, terlihatlah seorang siswa berkulit pucat berambut lurus berwarna hitam pekat yang kontras dengan kulitnya sedang menghapus papan tulis bertuliskan ‘Kamis 13 Juni 2000’ di pojok atas. Siswa itu adalah Hendra Prasetyo, Teman sekelas Sarah yang sangat tertutup dan pendiam, yang bahkan Sarah sendiri tidak menyadari dia sekelas denganya selama hampir setengah semester. Siswa itu seolah memiliki hawa keberadaan yang sangat tipis.
Sarah tidak segera memasuki kelas, dia berdiri di depan pintu sambil mendengar nyanyian Hendra yang berdiri santai menghadap jendela kaca kelas yang menghadap kebarat, membuat cahaya keemasan matahari sore memenuhi ruang kelas.

“Time In a Bottle oleh Jim Croce..” ujar Sarah melangkah masuk.
Hendra menoleh kebelakang dan raut wajahnya tampak terkejut melihat Sarah. “E..eh.. kau mendengarku bernyanyi ya?”
“Haha iya maaf aku tidak sengaja mendengarnya, suaramu lumayan bagus kok. Ngomong ngomong, itu lagu tahun 1973 bukan?” tanya sarah sambil menghampiri mejanya dan mengambil buku Matematika yang tertinggal di lacinya.
“Iya..” jawab Hendra dengan wajah kalem.
“Hm.. seleramu unik juga ya? Berbeda dengan anak jaman sekarang, bercanda haha..” ujar gadis periang tersebut.
“Haha iya, lagu ini sungguh indah dan menenangkan menurutku. kau tahu lagu ini? Ku kira sudah tak pernah diperdengarkan lagi di Radio atau di TV.”
Mereka berdua duduk dan mengobrol ringan dengan suasana kelas yang hangat terterpa sinar senja. Dari kejauhan terlihat lapangan dipenuhi siswa yang bermain sepak bola.

“Ibuku sangat suka lagu itu, dia sering menyetelnya saat aku masih kecil, makanya aku hafal sampai ke liriknya haha. Tapi walau begitu Aku tidak begitu memahami maknanya sih karena aku tidak begitu pandai bahasa inggris, tapi sepertinya orang orang dulu menyukainya.”
Ini adalah pertama kalinya Sarah mendengar Hendra berbicara, awalnya sarah berpikir Hendra adalah tipe pemalu tapi sebenarnya Hendra hanya tidak menyukai banyak perhatian, bahkan seolah Hendra berusaha keras untuk tidak memancing perhatian siapapun padanya.

“Iya, Time In a Bottle..” Hendra menengok keluar jendela dan menghirup napas dalam sejenak, raut wajahnya terlihat sangat menikmati ketenangan senja. “haha, lagu itu menurutku menggambarkan waktu yang dilalui manusia. kadang waktu terasa sangat singkat saat kita bersama orang orang yang kita cintai, saat saat bahagia, dan kegembiraan, semua berlalu begitu cepat. Semua orang sebenarnya punya keinginan dalam hatinya untuk memperlambat atau memperpanjang waktu sebelum kebersaman menjadi kenangan. Eh tapi itu hanya pendapatku saja hahaha.” Hendra melihat wajah Sarah yang terdiam terpaku padanya.

“Ah maaf, tadi.. sungguh kalimatmu benar benar mirip dengan yang diucapkan Ibuku lho beneran..”
Hendra sedikit terkejut, “Benarkah? a..ah mungkin tahun itu banyak orang yang menyukai lagunya karena maknanya juga indah jadi pendapat itu mungkin sudah universal.”
“Mau menyanyikanya lagi? Aku hapal lho liriknya aku juga membawa gitar nih..” Sarah mengambil gitar akustik yang ia bawa sehabis mengikuti kegiatan klub musik.
“Ah.. boleh..” mereka berdua bersiap menyanyikan lagi tersebut. Namun sarah terdiam dan kelihatan bingung. “Kenapa?” tanya Hendra.
“Anu.. aku tidak tahu chordnya hehe, maaf.”
“Hahaha tidak apa apa, aku saja yang main gitarnya kalau boleh, aku hafal kok.” Sarah menyerahkan gitarnya pada laki laki yang sebelumnya benar benar tidak ia kenal.

Hendra mulai memetik senar gitarnya dan memulai intro lagu tersebut. Mereka berdua menyanyikan lagu lawas tersebut. Sinar matahari yang semakin memerah menambah suasana hanyut lagu tersebut.

“Wahh jago ya kamu main gitarnya, sumpah aku tidak menyangka kau bisa main gitar haha.” kata gadis itu tertawa. Saat dia tertawa kelopak matanya terpejam, bibirnya terangkat namun terlihat lembut. Hal itu membuat Hendra sedikit terdiam memandanginya seolah wajah sarah mengingatkanya akan sesuatu.
“Ah tidak juga kok, chord gitar yang aku hapal ya itu itu saja, lagu jaman sekarang aku tidak begitu mengikuti soalnya ha..hahaha.” Hendra mengemasi buku diatas mejanya.
Sarah memasukan gitar berwarna coklat kekuningan itu ke tas gitarnya. “wah tidak terasa sudah jam setengah lima sore.”
“Kalau begitu mari lekas pulang sebelum petugas mengunci pintu kelas ini.”
“Kau benar. Ngomong ngomong kenapa kau belum pulang dari tadi?”
“Oh aku ada piket hari ini. Selain itu aku suka menikmati matahari terbenam dari kelas ini, aneh ya…”
“Ah enggak kok, pemandangan dari kelas ini memang sungguh indah, kadang sehabis ikut kegiatan klub musik aku mampir ke sini kalau tidak ke atap gedung untuk menikmati udara sore dan matahari terbenam. kalau begitu sampai besok.” mereka berdua berpisah saat di depan gerbang sekolah. sekolah sudah sangat sepi. beberapa siswa yang tersisa juga mulai meninggalkan sekolah.
“Oh iya sampai besok..”

Keesokan harinya.
Pagi itu suasana Kota Batu sangat dingin, langit berawan dan udara sedikit berkabut karena semalam hujan mengguyur begitu deras, kebanyakan siswa datang mengenakan jaket. Namun kabut segera lenyap saat cahaya keemasan matahari terbit mulai terlihat menembus awan.

Pukul tujuh kurang seperempat pagi bel masuk berbunyi, Sarah segera berlari ke kelas sambil membawa gitar akustiknya.
Sarah masuk dan melihat kelas sudah penuh, namun guru masih belum datang. Sarah melihat Hendra seperti biasanya duduk di bangku yang letaknya agak kebelakang dan posisinya di tengah, membuatnya benar benar membaur dan sulit mendapat perhatian ekstra dari guru.

ADVERTISEMENT

“Hai hen..” sapa sarah duduk di atas meja di samping Hendra saat istirahat.
“Ah.. hai, kau bawa gitar lagi ya..?”
“Iya, nanti sore aku ada latihan lagi untuk persiapan acara bulan bahasa nanti. Oh iya ngomong ngomong soal lagu kemarin..”
“Lagu..” Hendra menoleh kearah Sarah.
“Iya, Time in a Bottle. Saat kubilang pendapatmu mirip dengan pendapat ibuku, Ternyata itu bukan pendapat ibuku. Ibuku terkejut saat mendengar kalau aku punya teman yang tahu lagu itu dan berpendapat sama denganya. Kata ibuku sih, itu pendapat temanya. Hei hei kau tahu, ibuku punya cerita menarik lho tentang lagu itu dan temanya.”
Hendra menatap sarah dengan serius saat sarah bercerita, sesekali wajah Hendra terlihat gugup dan sedikit gelisah. “be.. benarkah? bagaimana ceritanya?”
“Dulu tahun 1977 saat ibuku masih di bangku SMA, dia punya teman namanya Sandi harianto. Dia memperkenalkan lagu Time in a bottle pada Ibuku, ibuku sangat menyukai laki laki itu katanya haha.” seperti biasa sarah selalu memejamkan matanya yang sedikit sipit saat tertawa. “tapi bagian yang luar biasa bukan di situ, dulu terjadi kebakaran di SMAnya di Kota Yogyakarta. kebakaran terjadi di kelas lantai atas, dan saat itu Ibuku ada di laboratorium sendirian sedang membersihkan alat alat praktek Fisika teman temanya. Saat terjadi kebakaran dia terlambat menyadarinya.”
Hendra kehilangan raut keingintahuanya, berubah menjadi raut paling serius yang pernah ia perlihatkan.
“semua siswa telah berlari ke luar gedung. Ibuku berteriak minta tolong dari jendela laboratorium di lantai tiga, semua orang begitu panik karena pemadam kebakaran belum juga datang. Dan kau tahu, si Sandi ini langsung berlari ke dalam gedung yang terbakar hebat tersebut.” Ekspresi Sarah mulai berubah menjadi sedih. “ibuku terkejut Sandi datang dari balik pintu dengan baju bagian atas yang habis terbakar, namun kulitnya tidak terluka begitu parah. Sandi mendekap Ibuku untuk melindunginya dari kobaran api dan berlari menuju lantai bawah, saat di Lantai dua tepatnya di depan laboratorium kimia mereka berhenti karena melihat lantai bawah sudah penuh dengan asap hitam dan kobaran api yang parah.
‘Lompatlah dari jendela! Kemungkinan cederamu dari ketinggian lantai dua akan lebih ringan dari pada luka bakar yang akan ditimbulkan jika menerobos lantai satu dengan kobaran api seperti itu.’ itulah katanya pada ibuku, Ibuku dengan ketakutan dan dengan bantuan dari Sandi lompat dari lantai dua dan jatuh diatas semak semak.” Sarah terhenti sejenak.
“Lalu..” ujar Hendra dengan raut wajahnya yang tak berubah.
“Saat Ibuku mendongak ke atas, ia melihat wajah Sandi tersenyum melalui jendela lantai dua. Namun malangnya terjadi ledakan di lantai dua karena bahan bahan kimia di lab. Kimia tersentuh api, suara ledakan dan api menyembur dari jendela lantai dua tersebut. Itulah terakhir kalinya Ibuku melihat Sandi.” Sarah sendiri terbawa suasana saat menceritakan kisah ibunya tersebut.

Mereka berdua terdiam sejenak. “apakah Si Sandi tewas?” tanya Hendra ragu ragu.
“Iya, itulah yang ditulis dalam laporan korban jiwa, tapi nyatanya polisi tak pernah menemukan adanya jasad manusia di lantai dua. Pencarian dilakukan namun tak membuahkan hasil, hingga dipastikan Sandi meninggal dalam tragedi tersebut. Tapi Ibuku tak mempercayainya, entah bagaimana dia yakin bahwa Sandi tidak meninggal dalam kejadian tersebut.” lanjut Sarah. “yah itulah kisah ibuku yang tragis. Sampai sekarang lagu itu mengingatkanya pada laki laki misterius yang menghilang seperti hantu tersebut.”

“Sungguh menyedihkan. kalau boleh tahu.. siapa nama Ibumu?” tanya Hendra.
“Yulia Anggraeni.” jawab Sarah. “kenapa memangnya? Kok kau terlihat begitu terkejut?” ujar sarah melihat Ekspresi wajah Hendra yang seolah tak percaya.
“A..ah tidak, kukira nama ibumu belakannya Firmawati sepertimu.”
“Oh Firmawati itu nama dari ayahku, Firmansyah.” jawab sarah. “Oh iya Hen, bagaimana kalau kamu mengajariku Chord gitar lagu Time in a Bottle tersebut? Rencanaya akan kugunakan untuk tampil acara bulan bahasa nanti. dan akan kudiskusikan dengan teman Klub musikku soalnya kami kekurangan lagu untuk dibawakan di acara nanti.”
“Oh iya, tapi aku tidak bisa janji.. entah aku punya waktu atau tidak.”
“Oh santai saja, kan acaranya masih dua bulan lagi.”
“Aah baiklah kalau begitu.” Bel masuk berbunyi, pelajaran kembali dimulai. Kali ini Wajah Hendra berbeda dengan sebelumnya, wajahnya lebih pucat dari biasanya. Dia juga lebih sering melamun di pelajaran.

“Hendra..! Hendra..!” panggil Gurunya berkali kali pada Hendra yang melamun.
“Eh iya bu..”
“Melamun saja, coba baca soal nomer tiga sampai nomor lima beserta jawabanmu!” kata seorang guru perempuan berusia limapuluh tahunan yang mengajar Sejarah.
Hendra menjawab semua pertanyaan sejarah tentang perjuangan kemerdekaan indonesia dengan sangat detail bahkan dengan informasi yang tidak tertulis di buku paketnya. Saat Hendra berhenti membaca dia tersadar semua mata tertuju padanya dengan tatapan tidak menyangka.

Beberapa hari kemudian Hendra berdiri di atap gedung sekolah sambil menikmati udara sejuk sore hari. Tiba tiba dari belakang Sarah datang. “Di sini kau rupanya..”
“Eh.. iya.” angin sore yang sejuk didataran tinggi menerpa wajah Hendra.
“Hehem..” Sarah tertawa kecil.
“Kenapa?”
“Tidak, kau terlihat seperti kakekku kalau begitu, suka memejamkan mata sambil menghirup angin sejuk seperti sekarang ini.”
“Hahaha ada ada saja. Oh iya, sarah..”
“Hm.. ada apa?”
“Mungkin beberapa hari kedepan adalah hari terakhir kita bertemu.”
“Heeeh?! Kenapa?”
“Aku mau pindah ke luar negeri bersama ayahku. Yaah sedih juga sih tidak bisa lulus dari sekolah ini.”
Wajah Sarah terlihat sangat sedih. “Yaah kenapa pindah segala sih? Kok tidak sekalian sampai lulus di sini. Jadi ini perpisahan dong..”
“Haha jangan sedih begitulah, mungkin kapan kapan aku kirim surat. Sepertinya aku akan menetap bersama ayahku di Norwegia.”
“Nor.. Norwegia?! Kau Serius?”
“Iya, ayahku seorang Teknisi kapal, dan kemarin dia direkrut oleh pabrik Norwegia untuk kontrak yang cukup lama.” Hendra menjelaskan. “sebagai gantinya aku akan mengajarkanmu Chord Gitar lagu Time In a Bottle.”
“Benarkah? Terimakasih hen. Kau yang terbaik, Eh kurasa tidak jadi yang terbaik, karena kau harus pindah.”
“Haha ayolah jangan begitu, kan aku masih ada beberapa hari lagi.”
Mereka berdua menghabiskan beberapa hari terakhir berlatih gitar bersama di kelas sepulang sekolah.

“Jujur saja, awalnya aku berpikir kalau aku akan pindah tanpa mengucapkan salam perpisahan pada siapapun lho, soalnya memang aku tidak punya teman di sekolah ini, kecuali kamu, aku jadi harus mengucapkan salam perpisahan.”
“Haha aku juga senang mengenalmu Hen. Kalau hari itu kau tidak menyanyikan lagu itu mungkin kita tidak jadi teman sekarang.”
“Haha iya juga ya. Lagu yang bermakna bisa mengingatkan kita pada seseorang tak peduli berapa lama waktu yang telah berlalu.”
“Kau benar, lagu seperti pesan abadi.”
“Iya, selama lagu dan kenangan di dalamnya diingat oleh seseorang.” Hendra tersenyum. “hm.. kurasa latihan kita sudah cukup, kau sudah menguasai chordnya dan cara jarimu memetik gitar lebih lincah dari jari jariku hehe.”

Hari itu adalah hari terakhir mereka bersama, karena setelah perpisahan tersebut Hendra akan meninggalkan Indonesia untuk waktu yang lama.
“Terimakasih ya Hen..” Ujar sarah saat di depan gerbang sekolah, seperti biasa cahaya matahari senja menghiasi langit barat kota Batu.
“haha akulah yang harusnya berterimakasih padamu, terimakasih telah mau berteman denganku, setidaknya aku memiliki kenangan di sekolah ini. Sungguh menyakitkan hidup dalam kesendirian dalam waktu yang lama.”
Sarah berlari memeluk Hendra. “apa yang kau bicarakan, tentu saja kau tidak sendiri. Aku tidak akan pernah melupakanmu Hen. Dan ingat, kapanpun kau butuh bantuan jangan segan untuk menghubungiku ya..” mata Sarah sedikit berair.
“Iya, terimakasih sarah..” Hendra tersenyum pada Sarah.
“baiklah jaga kesehatanmu, dan hati hati di sana sangat dingin, jauh lebih dingin dari pada kota Batu.”
“iya Bye..” Hendra berbalik badan sambil melambaikan tangan, sementara Sarah menghapus air matanya sambil menyeberang jalan di depan gerbang sekolah.

Mata Hendra terbelalak melihat sebuah truk pengirim barang melesat kencang dari arah berlawanan. Dengan refleks luar biasa Hendra menoleh ke belakang terlihat Sarah menyeberang tanpa menyadari sebuah Truk menghampirinya dengan kecepatan tinggi.
“Saraah..!!” semua tenaganya ia kerahkan untuk berteriak memperingatkan Sarah. Suara klakson Truk terdengar keras. Seolah memaksa batas kemampuan otot dan sendinya, Hendra melesat kencang ke arah Sarah dan melompat ke arahnya tepat beberapa detik sebelum Truk tersebut akan menyentuh tubuh Sarah.
‘Bruakk.’ Suara keributan tersebut memicu perhatian banyak orang, seketika jalanan dikerumuni orang. Sarah tergeletak di pinggir trotoar tak sadarkan diri, Hendra berhasil mendorongnya menjauh dari Truk. Namun Hendra terpental beberapa meter karena hantaman kendaraan tersebut.
Warga sekitar begitu terkejut melihat Hendra bangkit dan berjalan perlahan menuju tubuh sarah. Hendra berjalan dengan seragam yang terkoyak karena gesekan dengan aspal jalan.
“Apa yang kalian Lihat?! Cepat panggil ambulan..!” sentak Hendra sambil memangku tubuh Sarah di pahanya.

Tak lama kemudian Ambulan dan polisi datang ke TKP. Hendra menunggu Sarah di depan ruang UGD.
Seorang wanita berusia sekitar 40 tahun berjalan dengan langkah cepat dari koridor rumah sakit menuju ruang UGD tersebut.
“Dokter bagaimana keadaan putri saya?” kata wanita yang ternyata adalah Yulia Anggraeni, Ibu Sarah.
“Syukurlah Dia baik baik saja, putri ibu hanya mengalami gagar otak ringan, dia akan tersadar tak lama lagi, tapi dia butuh istarahat total karena shock dan lukanya. Yang saya herankan pemuda itu, bagaimana bisa dia tidak menderita luka apapun setelah terhantam truk, pemuda itulah yang menyelamatkan Putri ibu. Ah saya permisi dulu kalau begitu.” Sang dokter meninggalkan ruangan.

Ibu Sarah berjalan pelan menghampiri pemuda dengan pakaian koyak yang duduk di depan ruang UGD.
Wajah Ibu sarah begitu terkejut dan tidak percaya, matanya mulai berair. “Kau..” kata katanya seakan tertahan di tenggorokanya. “Ya Tuhan, ini benar benar kau..”
Hendra memandang Ibu Sarah dengan wajah penuh penyesalan, “Maafkan aku Lia..” panggilnya pada Yulia Anggraeni.
“Sandi..! aku tahu kau masih hidup..! aku tahu itu.” Yulia menghampiri pemuda itu dan memeluknya seperti kawan lama yang telah hilang puluhan tahun.
“Iya, ini Aku. Sandi Harianto.”
“Ya tuhan, aku.. aku tidak percaya ini..” mereka berdua duduk.
“Kau.. bagaimana Bisa? Kau hidup. setelah dua puluh tiga tahun berlalu, wajahmu tetap sama seperti terakhir kali kita bertemu.”
“itu panjang ceritanya..”
“aku punya waktu lama untuk duduk di sini. Tak kan kubiarkan kau pergi tanpa sepatah kata lagi seperti dua puluh tiga tahun yang lalu.”

Hendra terdiam sejenak, wajahnya merenung. Setelah kejadian tersebut perasaanya bercampur aduk tampak dari gerak alis dan bibirnya yang tidak teratur.
“Tahun 1943.” ucap Hendra, “waktu itu usiaku masih 10 tahun. Di Kota lamongan, Tentara Jepang menangkap puluhan Anak anak usia dibawah tujuh belas tahun. Mereka menggunakan kami sebagai kelinci percobaan.”
“percobaan apa?”
“‘Undead Human Project’ sebuah eksperimen rekayasa genetik pada mahkuk hidup, mereka melakukan serangkaian percobaan berbahaya pada kami untuk memaksa sel sel kami bermutasi, dengan teknologi dan serum buatan mereka, mereka berniat menciptakan manusia yang mampu beregenerasi sempurna tingkat seluler, semua jenis sel pada tubuh. Jika eksperimen tersebut berhasil mereka akan menerapkanya pada tentara mereka guna perang dunia kedua. Sebuah Tentara yang tidak bisa Mati.” Hendra menceritakan.
“Astaga..”
“Puluhan dari kami meninggal karena kegagalan percobaan, hingga tahun 1945 percobaan menghasilkan keberhasilan 0%. Pada 6 Agustus 1945, Hiroshima diledakan sekutu, Jepang mengalami kekalahan, sementara Eksperimen tersebut belum membuahkan hasil, alhasil jepang menghentikan eksperimen tersebut dan menarik kembali dana yang mereka berikan pada badan penelitian. Dan untuk menutupi jumlah kegagalan jepang, mereka harus memusnahkan semua bukti keberadaan ‘Undead human Project’. Mereka melakukan genosida terhadap kami.
Saat itu aku sekarat, baik aku mapun mereka tidak menyadari bahwa aku satu satunya kelinci percobaan yang berhasil bermutasi menjadi manusia dengan kemampuan regenerasi sempurna. Aku sembuh dan sehat dalam hitungan hari. Awalnya aku bahagia bisa lolos dari penderitaan itu, sampai sepuluh tahun kemudian, aku menyadari tubuhku tak bisa tua, efek dari regenerasi sempurna membuat tubuhku selalu dan akan selalu remaja.”

“Jadi itu yang membuatmu selamat dari kebakaran di SMA kita dua puluh tiga tahun yang lalu?”
“Iya, saat mendapat luka, seserius apapun itu aku akan sembuh dalam waktu yang sangat singkat, selama itu tidak berurusan dengan organ organ vitalku. Aku menghabiskan beberapa dekade dalam hidupku dengan mengelana dan hidup dalam kesendirian, jika aku menetap maka orang orang akan sadar aku tidak bertambah tua, aku akan menjadi sebuah ketakutan bagi mereka.”
“Lalu tahun 1977?”
“Ya, aku memutuskan untuk memalsukan identitas dengan nama Sandi Harianto dan menjadi siswa SMA di Yogyakarta, aku ingin mendapatkan pendidikan yang akan membekali hidupku yang panjang ini kedepanya. Saat itulah pertama kali aku bisa bercanda dengan seseorang setelah puluhan tahun dalam kesendirian. Dan seseorang itu adalah kau Lia..”
Lia mempercayai setiap kata Hendra seperti mempercayai laki laki di depan matanya ini selamat dari maut dua puluh tiga tahun yang lalu.

“Tapi kenapa setelah kejadian itu kau menghilang tanpa sepatah katapun padaku!”
“Maafkan aku Lia, itu penyesalan terbesarku. Aku tahu untuk orang sepertiku, berteman adalah hal yang egois, karena aku tahu cepat atau lambat aku harus menghilang dari hidupmu. tapi kau telah menyelamatkanku dari kesepian. Namun apa yang telah kuberikan padamu? Perpisahan yang bahkan tidak layak disebut salam perpisahan. Setelah melihat ledakan sebesar itu, semua orang akan takut melihatku berjalan layaknya orang sehat dan aku sadar aku tak akan bisa bersamamu selamanya.”
“Aku tahu itu, setidaknya berikan aku kesempatan untuk mengucapkan terimakasihku.” Yulia menangis, Hendra dengan wajah sedih berusaha menenangkan wanita yang dikenalnya pada tahun 1977.
“Maaf Lia..”
“Aku tidak marah atas perbuatanmu, kau telah menyelamatkan hidupku, dan kau telah menyelamatkan hidup Putriku.”
“Putrimu benar benar mirip denganmu, bahkan senyumanya. Dari ribuan kemungkinan aku bertemu seseorang, aku tak menyangka akan bertemu dengan Putrimu. Setelah puluhan tahun aku mengganti identitasku menjadi Hendra Prasetyo dan mencoba menggali pendidikan yang telah banyak direvisi. Aku terkejut saat ada seorang gadis menghampiriku dan menceritakan kisah Ibunya, dimana kisah itu adalah kisahku sendiri.”
“Dan kau melakukan hal yang sama seperti dahulu, menyelamatkan hidupnya. Aku juga terkejut saat putriku bercerita padaku tentang teman laki lakinya yang memiliki pendapat tentang lagu Time In a Bottle sama dengan laki laki yang kukenal saat usiaku 17 tahun. Persaanku mengatakan bahwa itu pasti kau, tapi pikiranku masih ragu, hingga hari ini kau dengan wajah yang sama persis dengan wajahmu tahun 1977 berdiri di depanku.”

“Iya, saat menyadari bahwa dia adalah putrimu aku memutuskan untuk tidak terlalu dekat denganya, aku harus mulai berkelana lagi. Tapi aku tak ingin mengulangi kesalahan yang sama, aku ingin mengucapkan kalimat perpisahan yang baik untuknya.”
“Kau sudah melakukanya bukan?” tanya Yulia.
“Hmm..” Hendra mengangguk.
“Tapi kau akan mengulangi kesalahan yang sama jika kau memutuskan pergi hari ini.” ujar Yulia, wajah Hendra langsung menatap wanita tersebut. “kau harus memberinya kesempatan untuk berterimakasih.”

Hari itu adalah hari yang sangat berat bagi Hendra, Sarah dan Yulia. Hari telah larut, Hendra memutuskan untuk pamit, dia berjanji untuk menjenguk Sarah dua hari lagi, dia berjanji untuk berpamitan pada dua wanita yang telah mengisi kesendirianya selama berpuluh puluh tahun.

Minggu 12 Juli 2000, Hendra menjenguk Sarah di rumah sakit. Saat dia melangkah masuk di dalamnya terlihat Sarah duduk di atas kasur dan Ibunya yang duduk di sampingnya. Sarah tak tahu menahu apa yang pernah terjadi antara Hendra dan Ibunya. Tapi hari itu mereka bertiga melakukan pertemuan terakhir kalinya dan perpisahan yang akan menjadi kenangan selamanya.

Cerpen Karangan: Aliffiandika
Blog / Facebook: Aliffiandika.blogspot.com / Aliffiandika Nuzul

Cerpen The Melody of Eternity (Melodi keabadian) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Pantaskah Kau Kusebut Sahabat

Oleh:
Entah mengapa perasaan ini tak menentu, tiba-tiba muncul perasaan yang berbeda setelah melihatnya pertama kali. Berawal dari penasaran, hingga menjadi sebuah kekaguman begitu melihat sosok yang begitu humble, smart,

Awal Kisah Baru

Oleh:
Anggi tengah duduk tak sabar sambil menanti seseorang yang spesial baginya. Hari ini, hari yang spesial bagi Anggi, hari ini ia resmi meninggalkan masa teenager, ia resmi meninggalkan angka

Empat Sahabat dan Kristal Bulan

Oleh:
Di sebuah rumah yang sangat besar, tinggallah tiga bersaudara. Helen, Adzwa, dan Farel adalah tiga bersaudara yatim piatu yang hidup bersama sejak adzwa berumur 2 tahun. Mereka sekarang dinafkahi

Hanya Dengan Senyuman

Oleh:
Pagi yang cerah, gadis imut itu membuka pintu rumahnya. Dilihatnya, sekeliling rumah yang tampak asri, seulas senyum tak pernah hilang dari wajah mungilnya. “Namanya April.” kata seorang ibu memberitahu.

Boneka Yang Sombong

Oleh:
Namaku Grace, umurku entah berapa. Aku telah lama terpisah dengan keluargaku. Dulu orang bilang aku cantik dan lucu, namun lain dulu lain sekarang. Rumahku di mana saja, aku bisa

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

9 responses to “The Melody of Eternity (Melodi keabadian)”

  1. Hasnudin says:

    Bagus sekalibceria ini

  2. Uliana Leiyer says:

    Bagus ceritanya gk ngebosenin buat dibaca.. hhe.

  3. Selalu suka jika ada part tentang penjelasan semi-ilmiah dari aliffiandika.

  4. RSA says:

    I Like your stories ,awesome

  5. SecretADM says:

    selalu suka cerita kakak 🙂

  6. Andara Claresta Rabbani says:

    Selalu suka cerita kakak, karena ada tentang ilmiahnya

  7. Asca Chan says:

    Siapa nih, Penggemar Cerpen Aliffiandika?
    Alhamdulilah, saya punya kabar gembira untuk kalian semua. Kalau Cerpen Dunia dalam tengkorak dan Melody of Eternity ( serta 1 cerpen dika yang belum di publish di Cerpenmu) akan segera dibukukan dalam proyek antologi cerpen genre fiksi ilmiah bersama beberapa penulis lain.

    Penasaran?
    pantengin terus info di ig kami instagram.com/aksaracendekia_

    • moderator says:

      Wah… kita moderator ikut senang mendengarnya… ^_^ moga melalui buku tersebut karya karya istimewa Aliffiandika bisa dinikmati lebih banyak orang…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *