25 Anak Tangga Pada 35 (Part 1)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 10 March 2016

Semuanya masih gelap, tak ada 1 cahaya sedikit pun, hingga ada sepercik masa depan terlihat dari kejauhan yang semakin dekat. Dalam seketika aku bernapas, dengan tergesa-gesa sehingga terdengar suara napas yang seperti dikejar oleh pencabut nyawa kegelapan. Kini aku telah tersadar dari bunga tidur yang sebenarnya bisa dikatakan sebagai ketakutan saat tidur. Ya aku baru saja bangun dari mimpi yang sangat aneh itu dimana seharusnya senang karena masa depan menyambut tetapi tidak denganku di mana masa depanku adalah keterpurukan bagiku.

Kring… Kring…. bunyi yang menggema ke seluruh sudut pembatas kamarku. Setiap pagi aku mendengarnya memaksa panca indraku untuk menoleh. Aku terbelalak melihat jam itu dan, “Hy ini jam 9 kamu telat berangkat sekolah sadar harusnya kamu mandi dan bergegas,” aku tersentak dari lamunan karena otakku yang telah berkata seperti itu maka dengan cepat dan ligat bagaikan angin topan yang kuat aku mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah.

Dengan kendaraan roda 2 serta butuh usaha mengayuh untuk berangkat sekolah, sesungguhnya aku disediakan kereta roda 4 dengan penggerak mesin berkecepatan tinggi dan bahkan telah ada pak kusir yang siap mengantarku secepat kilat. Tetapi dengan keadaan jalanan ibukota yang seperti hari liburan di bandung transjakarta itu semua mustahil untuk dibelah maka untuk menghindarinya aku memakai sepeda kesayanganku yang berwarna biru langit tempat pertama aku tersenyum setiap harinya.

Terlihat jelas ibukota yang padat seperti deler mobil di setiap sudut jalan, karena banyaknya mobil yang terpampang, mobil yang indah bagaikan bidadari sampai mobil yang bagaikan siap ambrol bahkan ada mobil yang bermerek sampai mobil yang dibilang abal-abal berderet menantang, pemandangan seperti ini hampir setiap hari aku lihat di perjalanan menuju gedung ilmu nusantara dan dunia itu. Tak terasa aku telah sampai gerbang sekolah yang amat aku cintai ini. Di depan gerbang sudah ada sosok yang mengerikan dengan wajahnya yang seperti singa siap menerkam mangsanya itu adalah satpam sekolahku yang menyeramkan tetapi penampilan tidak menunjukkan jati diri seseorang.

“Non kok baru sampai sih? ini udah jam berapa non telatnya banyak banget,” ucap pak Edo.
“Maaf deh Pak udah kebiasaan sih, masuk ya Pak oke?” balasku.
“Iya non masuk aja besok-besok lebih pagi ya non,” timpal pak Edo.
“Oke Pak tenang aja,” aku telah mengayuh dan segera memarkirkan kendaraan kesayanganku.

Aku melewati kelas demi kelas dan agak terburu-buru karena kelasku berada di lantai atas. Setiap anak tangga aku naiki dengan santai bahkan tak ada rasa takut atau khawatir karena aku telat berangkat ke sekolah. sejak aku berjalan tadi tak ada yang menuruni atau menaiki anak tangga sehingga suasana begitu senyap membuat langkah kakiku begitu menggelegar ke penjuru ruangan. Aku menghitung setiap anak tangga. Pada anak tangga ke-21 terdengar langkah kaki selain kakiku aku tak begitu menghiraukan sehingga pada anak tangga ke-35 berpapasan dengannya aku hanya menyampingkan badan untuk mempermudah dia lewat. Akhirnya setelah melewati tangga dan 2 ruang kelas aku sampai di depan kelasku. Dengan celingak-celinguk seperti maling yang ingin berbaur agar tidak ketahuan aku menolehkan kepalaku lewat pintu dan saat kepalaku menoleh ke kanan tiba-tiba ada yang menarikku dan langsung menyuruhku duduk, mereka adalah sahabatku.

“Eh lo harus tahu kalau di sekolah kita ini ada anak baru tadi udah kenalan di kelas, lo sih make telat kapan kali lo itu bisa masuk pagi, mungkin bakal kiamat lo masuk pagi,” ucap Silsil dengan suara tertahan. “Apa iya? Terus gue peduli hahaha ya gak lah emang ngapa kalau ada murid baru di sekolah kita ha?” timpalku dengan menopang dagu dengan tanganku.
“Ya lo mah kapan bisa peduli lo udah tomboi agak jutek sama orang baru, cuma lo murah senyum doang sama gampang adaptasi,” Mita menimpal dengan wajah cueknya yang sibuk dengan hp-nya itu. “Iya lo mah susah peduli sama orang sih, open dikit kayak gitu biar seru lo juga telat mulu tiap hari tapi gak dimarahin enak banget lah lo itu, Papa lo nyumbang ke sekolah berapa dollar sih sampe sekolah gak berani sama lo. Papa gue sama Mita aja kalah banyak nyumbang dibanding Papa lo,” jawab Sisil.

“Hus gak usah bahas itu deh lo orang dua, gue ini cape abis naikin neptun gue,” jawab aku dengan muka datar.
“Lo naik sepeda?” kedua sahabatku itu menyahut dengan serempak.
“Lo itu orang kaya mobil plus supir ada, ngapa harus naik sepeda, ya ampun deh lo ini,” tabah Mita.
“Ya kan lorang tahu gue sukanya naik sepeda?” jawabku simpel.

Ya inilah aku jika dengan kedua sahabatku aku ini apa adanya walau masih sering terlihat tersenyum padahal dalam hati bagai badai halilintar topan dan lainnya menyatu seperti jus buah. Nah udah banyak aja kejadiannya sedangkan belum kenal dan kita kenalan dulu ok? Kenalin aku adalah Rain Maudya Natawijaya biasa dipanggil Rain, aku merupakan anak tunggal dari keluarga Natawijaya yang terkenal sebagai keluarga kaya di daerahku. Karena aku lahir dari keluarga yang melebihi berkecukupan aku sedikit manja dan keras kepala itu di rumah, tetapi jika di sekolah aku dikenal dengan kepintarannya, tomboi, baik hati, mudah bergaul, murah senyum, dan agak jutek.

Sebenarnya aku tidak pemilih dalam berteman tapi karena aku dikenal orang kaya dan bahkan sekolahku saja takut padaku maka yang lain beranggapan aku seperti memilih teman, aku selalu memegang teguh perinsipku, di mana aku akan melindungi orang-orang yang aku sayangi melebihi nyawaku karena mereka berharga. Aku memiliki sahabat yang berbeda karakter bagaikan langit dan bumi kita bertiga bisa bersatu menjadi sahabat yang solid. Yang pertama adalah Sesilya Anastasya biasa dipanggil Sisil dia ini orangnya pemalu, kalem tapi kalau dah bertiga nih pasti jeplak-jeplak aja hahaha. Dia ini juga pinter apalagi dia ini lebih bisa nerima curhatan aku dan Mita.

ADVERTISEMENT

Nah yang kedua adalah Mita Odiayanwar biasa dipanggil Mita dia ini orangya cuek, suka sama yang berbau teknologi, pinter juga kok. Nah mereka berdua ini orang berada juga. Jadi kita bertiga dikenal sebagai RASIMILI (Rain Sisil Mita Miliader). Itu sedikit perkenalannya balik lagi ke cerita tadi yang masih di kelas 11 IPA 1. Setelah percakapan itu guruku masuk ke kelas ternyata guruku ini mengajar Matematika di mana pelajaran ini bagaikan neraka kedua yang akan menyiksaku. Maka tanpa basa-basi aku ke luar kelas, guruku itu sudah mengerti dengan sikapku ini. Semua guruku tak bisa menahan atau marah padaku padahal aku ingin sekali ada guru yang berani melawanku aku ingin merasakan yang namanya dimarahi walau bagi sebagian besar temanku berkata dimarahi adalah petaka yang dapat menyayat hati bahkan menggores jiwa.

Sampailah aku di ruangan di mana banyak sekali dunia yang harus ku ketahui di mana berisi tulisan ilmu dan pengetahuan yang melimpah di perpustakaan. Aku mengambil buku tentang terjadinya hujan dan duduk paling belakang dekat dengan jendela yang terbuka langsung memampangkan lapangan basket yang besar, kali ini lapangan itu sepi sehingga hening dan keadaan perpustakaan juga sedang sepi karena pelajaran sedang berlangsung di kelas. Tanpa ku sadari ada suara seseorang di sampingku.

“Boleh duduk di sini?” gumamnya sambil duduk.
“Ya boleh kan lo dah duduk duluan tanpa gue suruh,” jawabku.
“Iya.. lo gak belajar? Kenapa gak di kelas?” tanyanya kembali.
“Gak, gue gak suka belajar di kelas kalau pelajarannya MTK,” timpalku agak geram.
“Oh.. begitu, boleh tahu nama lo. Nama gue Zailani Rasyat Geonailham pindahan dari Palembang biasa dipanggil Ilham,” ucapnya. “Iya nama gue Rain Maudya Natawijaya panggil aja Rain,” jawabku tetap fokus dengan buku.
“Berarti hujan dong kamu pasti suka hujan Nata?” bertanya sambil berdiri kembali.
“Iya Lani gue suka hujan,” sepontan aku ucapkan dan Ilham telah beranjak pergi.
Aku yang masih terbengong berjuta kata ini langsung memutar otak. Kenapa dia panggil aku Nata? Kenapa dia tahu nama panggilan itu siapa dia?

Bersambung

Cerpen Karangan: Mutia Feradesta
Facebook: Mutia Feradesta
Nah itu bagian satunya tunggu ya edisi selanjuttnya 🙂
Nama: Mutia Feradesta
Nama Lain: Kuky Karma-Karma Leon
TTL: Lampung ( Hajimena )28 juli 1998
“Bahagia itu saat tertawa bersama bukan tertawa di depan mereka.”

Cerpen 25 Anak Tangga Pada 35 (Part 1) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Menggapaimu

Oleh:
Malam hari. Lari masih memikirkan tindakan Reno tadi di sekolah. Sambil menatap langit dari balkon kamarnya ditemani secangkir susu cokelat. Bagi Lari susu cokelat adalah teman terbaiknya saat malam

Teman Masa Kecil

Oleh:
Seperti biasa, setiap minggu pagi aku duduk di balkon kamarku sambil menikmati teh hangat buatan Mama tersayang. Ini masih sangat pagi tapi aku sudah bangun dari tidur nyenyakku. Aku

Sunday Less

Oleh:
“Kringgg… Kringgg… Kringgg…”, jam weker berbunyi. “Hujan… Malasnya ane bangun…”, kata Vania sambil tetap menarik selimutnya. Hari ini hari Kamis. Sebenarnya bukan hujan yang membuat Vania malas move on

Antara Kamu dan Dia

Oleh: ,
Aku Cimel. Kisahku dimulai saat aku duduk di kelas 9. Aku menyukai teman cewekku yang sudah mempunyai seorang kekasih. Aku tahu aku salah tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku.

Pacar 24 Jam

Oleh:
“Ngapin lo ngikutin gue mulu?” Gadis berkacamata itu, menatap tajam cowok dengan tampilan urakan dan terkesan cool itu. sedangkan yang ditatap nyengir gak jelas. “Leona sayang, aku cuman mau

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *