Gangguan Kejiwaan

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 1 October 2016

Tak kusangka, ternyata aku memiliki gangguan kejiwaan yang SANGAT BERBAHAYA. Tidak, memiliki gangguan kejiwaan bukan berarti gila, namun orang yang gila sudah pasti jiwanya terganggu. Gangguan kejiwaan ada banyak macamnya, dan bukan hanya gila. Aku masih dalam keadaan sadar dan tidak gila hingga saat ini.

Gangguan kejiwaan yang kualami adalah…

Aku mulai mengetahui bahwa diriku memiliki gangguan kejiwaan tersebut tepat di hari ulang tahunku ke-18. Saat itu, sekolahku sedang mengadakan tes kejiwaan, untuk mengetahui adakah anak yang menderita gangguan kejiwaan di sekolahku. Yang mengusulkan adanya tes kejiwaan di sekolahku adalah Bu Maria, psikolog di sekolahku. Tes tersebut diperuntukkan hanya untuk anak-anak kelas 3 SMA di sekolahku, tidak di sekolah lain. Dan angkatanku adalah angkatan pertama di sekolahku yang telah melaksanakan tes kejiwaan.
Hari itu adalah hari Sabtu, dan seluruh dari murid sekolahku wajib datang di hari itu, kecuali karena alasan yang bisa diterima. Seluruh murid berkumpul di lapangan sekolah untuk memulai tes kejiwaan tersebut.
Teman-temanku mengucapkan “Selamat ulang tahun” padaku. Sebagian dari mereka juga mengerjaiku sebagai ucapat selamat ulang tahun.

Bu Maria menyuruh seluruh dari kami untuk duduk. Untungnya, lapangan di sekolah ini indoor dan berAC, jadi kami tidak merasa kepanasan. Bu Maria pun membuka acara. Banyak kalimat yang diucapkan oleh Bu Maria, dan aku hanya ingat sebagian. Intinya, tes gangguan kejiwaan yang akan diteskan kali ini (hanya) lima, yaitu tes psikopat, skizofrenia, identitas disosiatif, obsesif compulsif disorder dan bipolar disorder. Masing-masing dari tes ini memiliki sesi tersendiri dan waktu istirahat yang sebentar tentunya.

Bu Maria membagikan dua lembar kertas kepada masing-masing murid. Setelah seluruh murid telah menerima lembaran kertas tersebut, Bu Maria berdiri di hadapan kami semua dan berbicara dengan mikrofon.
Aku mulai mengisi soal demi soal yang telah diajukan di dalam kertas tersebut.

Sekitar empat jam kemudian, Bu Maria meminta seluruh dari kami untuk mengumpulkan kertas tersebut padanya, selesai maupun tidak selesai. Sebagian besar murid telah selesai mengerjakan, namun hampir seluruh dari kami mengisi jawaban secara asal karena tidak bisa menjawab, bukan karena kekurangan waktu. Termasuk diriku. Beberapa soal kujawab secara asal, karena aku tak bisa menjawab.

Dua hari setelah hari ulang tahunku adalah Hari Senin. Hari itu, aku berangkat sekolah dengan semangat, karena dua hari sebelumnya Bu Maria telah berkata bahwa pada hari itulah hasil tes kejiwaan akan diumumkan, tepatnya pada pukul satu siang.

Tibalah saatnya dimana hasil tes kejiwaan akan diumumkan. Seluruh murid seangkatanku berkumpul di lapangan untuk mendapati hasil tes tersebut. Bu Maria memerintahkan kami untuk berdiri berbaris per kelas. Saat itu, aku adalah seorang siswi kelas 3A.
Bu Maria berbicara di depan seluruh murid angkatanku dengan mikrofon. Banyak sekali kalimat basa-basi yang diucapkan olehnya, hingga membuatku eneg dan malas untuk mendengarkan.
Setelah basa-basi itu, Bu Maria berkata, “Anak-anak, seluruh dari kalian memiliki jiwa yang normal,”
Seisi lapangan menjadi ramai seketika. Seluruh dari kami bersorak bahagia dan tak satu pun dari kami tak mengeluarkan suara sorakan. Sebagian dari kami pula bertepuk tangan dan bahkan ada yang bersiul. Sorakan kami ini terdengar seperti gunung meletus, saking ramainya. Wajar, anak SMA.
Bu Maria pun memasang senyuman tawa pada parasnya. “Sudah, sudah, diam dulu. Saya belum selesai bicara,” ucap Bu Maria dengan senyumannya. Sekitar satu menit setelah kalimat itu terlontar, suasana lapangan menjadi hening kembali.
“Memang, seluruh dari kalian memiliki jiwa yang normal berdasarkan hasil tes…,” ucap Bu Maria. “Kecuali satu anak,” lanjutnya. Lagi-lagi, seisi lapangan menjadi berisik. Seluruh dari kami sangat penasaran siapa “satu anak” yang Bu Maria maksud. Sebagian dari kami terus meminta Bu Maria untuk memberi tahu siapa “satu anak” yang dimaksud olehnya dan nama gangguan kejiwaan yang diidap oleh “satu anak” itu, termasuk aku.
“Sudah, jangan ribut!” ucap Bu Maria. “Ibu tidak akan mengumumkan di depan umum, siapa anak yang jiwanya terganggu dan gangguan apa yang dimiliki olehnya,” ucap Bu Maria. Namun, suasana lapangan masih tetap ramai. “Semuanya, diam!”

Waktu telah menunjukkan pukul tiga sore pada hari itu. Pada pukul seginilah murid-murid di sekolahku biasa dipulangkan.
Aku telah tiba di rumah. Begitu tiba di rumah, aku langsung bersiap-siap untuk makan karena aku merasa sangat kelaparan. Setelah bersiap-siap, aku langsung memakan makananku dengan lahap.
Sebelum menyelesaikan makananku, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu utama pada rumahku. Saat itu, aku merasa suara ketukan itu begitu mengganggu. Sedang enak-enaknya menikmati makanan, malah datang seorang tamu.
Pintu rumahku tak kukunci. “Masuklah,” kataku. Pintu tersebut pun dibuka oleh seseorang dari luar. Dan orang itu adalah Bu Maria. Tentunya, begitu Bu Maria memasuki rumahku, aku merasa heran. Aku yang tadinya sedang makan pun langsung berhenti makan, padahal makananku belum habis. Mengapa tiba-tiba ia bertamu? Dan dari mana ia mengetahui rumahku.

Aku mempersilahkan Bu Maria untuk duduk berhadapan denganku. Kami berdua pun bercakap-cakap, bergurau dan berbasa-basi. Ternyata, Bu Maria tahu dimana aku tinggal karena sedari tadi ia membuntutiku. Dan alasannya bertamu ke rumahku adalah…

ADVERTISEMENT

“Sin, apakah kamu tahu siapa satu-satunya anak di sekolah kita yang menderita gangguan kejiwaan?” tanya Bu Maria spontan. Aku bingung ketika itu, mengapa tiba-tiba Bu Maria menanyakan hal itu? “Tidak,” jawabku. “Kamu ingin tahu? Bila kamu ingin tahu, Ibu akan memberi tahumu siapa anak itu,” ucap Bu Maria.
Jantungku berdebar-debar seketika. Mengapa Bu Maria berbicara begitu serius? Saat itu, aku tak tahu siapa pengidap gangguan kejiwaan tersebut. Sejujurnya, aku memang sangat penasaran siapa sosok “anak itu”.
“Tentu! Aku sangat penasaran!” jawabku dengan semangat. “Siapa anak itu?” tanyaku. “Kamu.”
Detakan jantungku berhenti seketika dan kembali berdetak. Tadinya, aku tak percaya padanya. Namun akhirnya aku percaya. Tak mungkin Bu Maria berbohong akan hal ini.
“Memangnya… apa gangguan yang saya derita?” tanyaku. “Skizofrenia,” jawab Bu Maria. “Ski… Ski- apa?”
“Skizofrenia,”
“Skizofrenia?”
“Skizofrenia,”
“Apa itu?”
“Ibu tahu, Sin. Kamu adalah anak yang ceria, periang, mudah bersosialisasi, dan aktif dalam berbagai hal, seperti OSIS,”
“Ya?”
“Karena itulah, Ibu amat sangat tak menyangka bahwa kamu mengidap skizofrenia. Dan, apakah kamu sering berhalusinasi tinggi, mendengar suara-suara aneh, atau lainnya?”
“Uh, itu sih setiap hari selalu terjadi dan sangat sering Bu,”
“Kamu tidak merasa aneh?”
“Biasa saja. Kurasa, hal itu adalah kerjaan setan. Mungkin, aku adalah anak indigo,”
“Tidak, kamu salah! Hal itu bukanlah kerjaan setan. Hal itu adalah kerjaan otakmu. Skizofrenia sering digambarkan sebagai penyakit gila. Kondisi ini menyebabkan penderitanya mengalami delusi, halusinasi, pikiran kacau, dan perubahan perilaku. Oleh karena itu, penderita skizofrenia sulit dalam berinteraksi secara sosial dan beraktivitas sehari-hari.”
“Delusi, halusinasi secara penglihatan maupun pendengaran dan pikiran kacau selalu saya alami setiap hari. Kalau perubahan perilaku… entahlah.” kataku santai.
“Nah, kamu sama sekali tak tampak seperti seorang pengidap skizofrenia. Kamu tampak normal, seperti anak lainnya. Tapi nyatanya, kamu mengidap gangguan itu. Kamu tahu? Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan yang paling berbahaya di dunia!”
Aku terkejut begitu mendengar kata-kata Bu Maria. Tak ku sangka, ternyata aku memiliki gangguan kejiwaan yang SANGAT BERBAHAYA. Tidak, memiliki gangguan kejiwaan bukan berarti gila, namun orang yang gila sudah pasti jiwanya terganggu. Gangguan kejiwaan ada banyak macamnya, dan bukan hanya gila. Aku masih dalam keadaan sadar dan tidak gila hingga saat ini.
Gangguan kejiwaan yang kualami adalah… skizofrenia.
Bu Maria pun membahas tentang skizofrenia padaku saat itu. Ia menjelaskan dan menjelaskan. Sedangkan aku tak percaya dan tak percaya. Namun, inilah nyatanya.
Bu Maria memintaku untuk merahasiakan hal ini pada teman-temanku dan tetap bersikap normal, seperti biasanya.

Dua puluh dua tahun telah kulalui dengan menderita skizofrenia. Kejadian itu terjadi empat tahun yang lalu, saat aku masih duduk di bangku SMA.
Dan kini, Bu Maria telah tiada untuk selama-lamanya. Ia meninggal dunia pagi ini karena alasan yang tak masuk akal. Tentu, aku sangat terkejut begitu mendapati berita itu. Hari sudah siang, namun aku masih menangisi kepergiannya. Karena itulah kuputar kembali memori ini.
Bu Maria… aku ingin bebas dan normal, sepertimu, teman-teman dan kebanyakan orang.

Cerpen Karangan: Mufidah Nurul Azizah
Blog: htgfidah.blogspot.com
Nama: Mufidah Nurul Azizah
25 Juni, 2002

Cerpen Gangguan Kejiwaan merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Cintaku Bersemi Di Asrama

Oleh:
Namaku clarain dan biasa aku dipanggil rain, aku adalah seorang gadis SMA yang dimasukan asrama oleh ibuku meskipun telah dilarang keras oleh ayahku untuk tidak masuk ke asrama, perjuanganku

Gerimis Menemani Ceritaku

Oleh:
Pagi kembali datang, jalanan, rerumputan dan lainnya basah akibat hujan semalam. Gerimis masih saja turun menemani perjalananku ke sekolah dan aku sangat menikmatinya. Terasa sangat sepi jalanan kali ini,

Kisah Sashi Di Sekolah (Part 1)

Oleh:
Siang hari pada jam istirahat di sebuah kantin sekolah, terlihat siswa siswi sedang menikmati makan dan minum diselingi dengan canda tawa, ada yang terlihat duduk sendiri, mungkin menunggu gebetannya

Penulis Pemalu

Oleh:
Namaku Putri aku seorang siswi di sekolah menengah pertama di desaku. Aku mempunyai cita cita menjadi seorang penulis terkenal seperti Raditya Dika yang menjadi seorang penulis juga seorang komika,

Salahkah Menanti (Part 2)

Oleh:
Setelah pameran lukisan di gedung sekolah waktu itu, gue sama dia makin akrab dan gue lihat dia agak berubah agak perhatian dikit gitu, dia udah mulai nanya-nanya gue lagi

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *