Luna, Si Anak Pemalu

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 8 March 2016

“Luna!! buku kamu ketinggalan!!” Aku berteriak sambil melambaikan buku catatan bahasa indonesia miliknya. Dia tampak ragu untuk melangkah, tapi akhirnya dia menghampiriku juga.
“Terima kasih…” ucapnya sambil menunduk, setelah itu langsung berlari meninggalkanku.

Ah, anak itu pemalu sekali. Aku sudah berkali-kali mencoba mengajaknya bicara dan dia hanya menjawab dengan kata-kata singkat seperti, oh, iya, nggak, dan makasih. Tak hanya aku, teman-temanku pun juga ikut mencoba mengajaknya berbicara atau bercanda, tapi tak satu pun yang berhasil. Luna adalah anak baru di kelasku. Dia pindahan dari Semarang. dia pindah ke sekolah ini sejak seminggu yang lalu. Saat memperkenalkan diri, dia berbicara dengan suara kecil sambil menunduk. Alhasil kami tak terlalu jelas mendengarnya. Saat disuruh untuk memperkeras suaranya, suaranya malah semakin mengecil. Akhirnya gurulah yang memperkenalkan Luna kepada kami.

“Gimana? berhasil?” Tanya Nita sambil membersihkan kaca jendela kelas.
“Gatot! gagal total!!” Jawabku sambil merapikan bajuku yang agak berantakan.
“Aku nyerah, deh! dia itu pemalunya keterlaluan!” kataku lagi.
“Jangan gitu, dong! masih ada cara lain!” ujar Rina.
“Apaan tuh?” Tanyaku bersamaan dengan Nita. Rina tersenyum, kemudian berbisik di telinga kami berdua.

“Boleh sih, tapi gimana kalau dia malah nangis? terus ngadu ke guru atau orangtuanya? kan, gawat!” ucapku yang masih kebingungan. “Kita bilang aja ke guru sama murid yang lain kalau cara ini kita lakukan supaya bisa buat Luna gak pemalu. kan, malah bagus.” Jelas Rina.
“Benar kata Rina, coba idenya Rina aja dulu!” Nita pun ikut mendukung idenya Rina. Aku, Nita, dan Rina segera menyelesaikan piket kelas kami. Setelah itu, pulang ke rumah masing-masing. Esoknya di sekolah, kami segera memberitahukan rencana ini kepada guru dan murid lainnya. Mereka pun setuju. Setelah istirahat, rencana ini akan kami jalankan.

“Loh?! uangku kok hilang!!” Kata Rara sambil membongkar-bongkar tasnya. Ku lihat dia nampak ingin tertawa. Aduh, kalau dia tertawa bisa bisa ketahuan Luna kalau ini hanya tipuan. Aku pun segera mengedipkan mata ke arah Rara. Rara mengangguk perlahan. Lalu dia berpura-pura menangis.
“Jangan nangis, dong. Mungkin keselip kali uangnya.” ujar Nita menenangkan Rara.
“Gak, tadi uangnya ada di dompet. Aku pergi sebentar ke toilet, eh ternyata uangnya sudah hilang dan posisi dompetnya pun berubah.” Rara menjelaskan sambil menangis sesenggukan. “Hebat juga dia akting nangis hahaha..” gumamku dalam hati.

“Siapa yang kamu lihat tadi di kelas selain kamu?” tanya Nita.
“Hanya Luna di kelas tadi!” jawab Rara sambil berdiri menghampiri Luna.
“Kamu ya, yang mengambil uangku? ayo ngaku!” tanya Rara sambil menangis. Luna sangat terkejut, dia pun segera membantah apa yang dikatakan Rara.
“Gak ada, aku gak ada ngambil uang Rara!” Luna berkata, kali ini bersuara nyaring tapi masih dengan kepala menunduk. “Jangan bohong!” kali ini aku yang berbicara.

“Kenapa kalian menuduh orang tanpa bukti? hanya karena aku saja yang ada di dalam kelas kalian langsung menuduh aku sebagai pencurinya? selidiki dulu, dong! cari buktinya! jahat sekali kalian!” ujar Luna bertubi tubi. Sepertinya dia marah sekali. Tak enak melihatnya yang tampak sangat marah karena dituduh. Aku segera menghampirinya dan menjelaskan semuanya.
“Sebenarnya memang bukan kamu kok pencurinya dan uang Rara juga gak hilang. Ini semua cuma tipuan kami aja supaya bisa buat kamu berani. Gak malu-malu lagi, soalnya kamu itu pemalu banget sih. Diajak ngomong gak mau. Maaf, ya. Mungkin cara kami salah.” jelasku. Luna tampak terkejut, tapi dia langsung tersenyum.

“Siapa yang pemalu? Aku ini gak banyak ngomong karena gigiku dicabut di depan, kan malu ngomong sama kalian saat gigiku kayak gini. Selain itu, suaraku yang kecil itu karena aku lagi sakit gigi. Aku juga minta maaf, ya. Tadi marah-marah sama kalian.” ucapnya sambil nmenegakkan kepalanya untuk memperlihatkan giginya yang ompong. Kami semua terkejut.
“Kenapa gak bilang dari kemarin? gak usah kami cape-cape bikin rencana kayak gini.” kata Rina.
“Maaf, ya…sorry.. hehehe,” Luna berlari meninggalkan kelas.
“Luna!! jangan kabur kamu!!” kami semua berlari mengejarnya. Ah, ternyata orang yang selama ini kami kira pemalu, ternyata sangat berbeda dari perkiraan kami.

Cerpen Karangan: Anissa Muthia Hanif
Facebook: Anissa Muthia Hanif
Hai teman-teman ini cerpen keduaku. Mohon kritik dan sarannya yah. ^_^

Cerpen Luna, Si Anak Pemalu merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Motivasi Sebuah Kemenangan

Oleh:
Mentari menyambut cerahnya pagi, Aku duduk di atas batu di tepi pantai, Aku mengingat kembali masalah yang pernah Aku lalui. Aku mencatat kejadian-kejadian itu di selembar kertas. Dear Dewi

Hati Yang Terluka (Part 2)

Oleh:
“Lo kok bisa ada di sekolah ini?” Tanya Kenneth bingung melihat keberadaan Karin di sekolahnya. “Gue pindah ke sini, Ken. Gue bakalan bikin lo balik lagi sama gue.” Ucap

Kapal Harapan

Oleh:
Semilir angin mengibaskan rambut ikal Shakila. Sorot sinar biru dari layar laptopnya memantul di kacamata bulat yang terpasang di wajah cantiknya. “Huuuffft. Pusing sekali kepalaku, melihat angka-angka menari di

Fangirl Have Story

Oleh:
“Tuny” Aku menoleh dan mendapati salah satu sahabatku berlari menghampiriku sambil teriak memenggil namaku sementara di belakangnya terlihat sahabatku yang lain berjalan dengan santai “Hush berisik ini perpustakaan” salah

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *