Memori Yang Melekat Dan Sulit Hilang Rasa Sakit (Part 2)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 4 March 2016

Hari selasa tanggal 9 Febuari 2016 sama seperti rencanaku dulu, yaitu datang ke sekolah terlambat, agar dihukum berdiri di depan untuk menguji mental. Tapi sayangnya hal itu gagal. Awalnya aku memang berhasil terlambat aku juga menunjuk kedua temanku yang licik. Seorang guru berkata.
“Hey… kamu terlambat berbarislah di tempat bagi orang-orang yang terlambat!”
“Baik Bu, hey… Yogi, Zidni kalian curang sekali ayo ikut aku!”
“Apa?”
“Hey, kamu juga ayo jangan baris di situ baris di sana!”

Mereka lantas berbaris di tempat yang sama denganku dan berkata.
“Oy, Yan! Ini semua gara-gara kau, kami itu cuma mengantarkan piala!”
“Kenapa kalian salahkan itu padaku! Salahkan saja gurunya!”
“Ini kan gara-gara kau yang memanggil kami! Dasar keterlaluan,”

Setelah itu aku hanya terdiam dan berpikir karena sebenarnya di eskul mereka memang mendapat piala karena lomba kemarin. Tapi memangnya memindahkannya ke ruang UKS membutuhkan waktu 30 menit? Dia juga bilang aku keterlaluan? Jika dilihat dari sikap mereka mengabaikan peraturan, tidak mengikuti pemantapan IPA karena terus menerus diam di UKS apa itu bisa disebut kebalikan dari keterlaluan? Seharusnya itulah yang disebut dengan keterlaluan. Tapi karena mereka adalah teman sekelasku aku hanya bisa meminta maaf. Lagi pula aku kan baru saja menulis cerpen yang setidaknya berisi kisah yang bersama salah satu dari mereka. Tak lama setelah itu seorang guru datang dan bertanya.

“Siapa Namamu?”
“Muhamad Adriyansah,”
“Kenapa kesiangan?”
“Ya… bangunnya siang aja!”
“Kenapa? Bergadang?”
“…”
“Kelas, 9E,”
“Udah, kamu ke Bu Yuli sana,”

Dia itu Bu Neli wali kelasku saat aku di kelas 7-E, dia baik tapi cara mengajarnya yang kurang baik. Setelah itu aku dan teman-temanku yang telah ditulis namanya, dan ke Bu Yuli. Saat itu ia berkata. “Kalian lihat semua rumput liar itu?”
“Ya,” jawab kami.
“Kalian cabut semuanya, dan jika ada sampah maka masukan ke tong sampah! Paham?”
“Paham,” Lantas kami pun mulai bekerja, itulah saat saat dimana rencanaku gagal. Mencabuti rumput liar dan membuang sampah yang berterbaran pada tempatnya.
“Sial, ini di luar dari rencana!”
“Hah, Rencana apa?”
“Oh bukan apa-apa.”

Setelah itu, kami pun diperbolehkan masuk ke kelas, tapi sebelum itu aku melihat Yogi dan Zidni membawa piala ke ruang guru, ternyata mereka tak bohong, tapi licik karena tak ikut mencabuti rumput liar, itulah saat rasa sakitku datang kembali. Di pelajaran terakhir yaitu Matematika, Muhamad Ridwan mencoba menjawab semua soal dengan peringkat kesatu agar mendapatkan 3 cap, tapi sayangnya dia gagal karena dia sangat ceroboh, dan akulah yang mendapat 3 cap itu. Lantas aku hanya bisa tertawa dan tersenyum karena dalam pelajaran ini, seangka kesalahan saja berakibat semuanya salah. Setelah semua pelajaran berakhir aku dan temanku berbincang-bincang.

“Hey, kau mau pemantapan tidak?”
“Ku rasa tidak, aku sedang malas. Bagaimana denganmu?”
“Ku rasa juga tidak, lebih baik kita pulang saja!”
Lantas aku pergi dari sekolah, tapi sebelum sampai di luar, aku…
“Oy, Yan… Ayo,”
“Aku tidak jadi, aku akan mengikuti pemantapan,”

Lantas aku pergi ke kelas tak terpakai untuk pemantapan sesampai di sana, aku diusir oleh Ridwan.
“Kenapa kau datang ke mari? katanya kau akan pulang, kenapa kau tak pulang dan malah ke mari!”
“Baik, kalau begitu aku pergi saja dari sini!”

Aku pergi menjauh saat itu aku bertemu dengan Irman Maulana, salah satu temanku yang memiliki badan kurus sepertiku dia bercerita tentang Marching Band yang di sana terdapat saudaraku. Aku tak begitu tertarik dengan hal itu, karena menurutku Marching Band itu budaya asing dan aku benci budaya asing. Aku pulang ke rumah dengan rasa sakit yang mendalam karena teman baikku saat TK telah mengusirku. Rabu 10 februari pelajaran yang paling ku benci datang, apalagi kalau bukan penjas. Aku paling lemah di semua laki-laki di kelasku dalam pelajaran ini. Ya sebenarnya aku ingin menceritakan lebih banyak tapi aku tak punya waktu.

Langsung saja ke intinya, setelah pelajaran penjas berakhir, kami ke kantin untuk membeli air, tak ku sangka di sana aku bertemu Fita. Aku pikir itu hanya kebetulan, tapi tak ada yang kebetulan di dunia ini. Keesokan harinya di pelajaran kedua yaitu Matematika saat guruku ke luar, sebagian teman-temanku juga ikut ke luar, otomatis guruku menghukum mereka yang ke luar. Salah satunya adalah Ridwan, dan dia berkata.

ADVERTISEMENT

“Ibu… saya itu tadi kebelet ke air, harusnya yang dihukum tuh yang gak ikut pemantapan!”
“Oh iya… yang gak ikut pemantapan berdiri di depan!”
Saat aku sedang mengerjakan tugas, aku pun dipaksa berdiri di depan, aku lantas berdiri di depan sambil mengerjakan tugas. Guruku bertanya padaku.
“Kenapa kamu gak ikuan pemantapan?”
“Awalnya aku malas, tapi,”

“Ah udah malas, terus yang lainnya?”
“Saya belum selesai bicara Bu!”
“Oh terus,” Lantas aku menceritakan karena Ridwan mengusirku, tapi Ridwan terus mencoba mengelak, katanya dia tidak melakukan hal itu dan berkata.
“Pemantapan itu berasal dari niat, kalau udah niatnya udah bener pasti ikutan,”
“Oy, Sekuat-kuatnya iman,”
“Wess,”

Mereka tiba-tiba menyorakiku, padahal aku belum selesai bicara. Karena di dalam suatu hadist Rasullulah Saw bersabda yang artinya, “Sekuat-kuatnya iman seseorang jika temannya sesat maka dia pasti akan mengikuti temannya,” nah teman sebangkuku kan pulang, dan tak ada teman yang lebih dekat lagi denganku selain dia otomatis aku pun ikutan pulang. Sesudah itu kami pun diperbolehkan duduk kembali ke bangku masing-masing. Tapi sebelum itu guruku berkata. “Yang tadi ke luar, terus gak ikutan pemantapan jangan duduk dulu!”

Tapi ternyata tak ada orang yang masih berdiri di depan, padahal ada 2 orang yang ku tahu saat itu ke luar dan tak mengikuti pemantapan. Mereka adalah Egi dan Zulfikar, Egi sangat hebat dalam pelajaran penjas. Tapi selalu menyontek dalam pelajaran, sedangkan Zulfikar orang yang sangat cerdas tapi akhlanya benar-benar kebalikan dari yang terlihat. Pernah suatu hari aku dan dia mengerjakan soal di papan tuliis. Pertama aku mengerjakan bagian 1, lalu dia bagian 2 saat aku memberikan spidolku kepadanya, ternyata dia duduk di bangkuku. Tak lama kemudian aku sadar pensilku hilang. Aku bertanya pada teman sebangkuku tapi dia tak tahu apa-apa. Lantas aku pergi ke bangku Zulfikar, dan alangkah terkejutnya saat aku menemukan pensil Faber Castel HB yang dipoles bagian belakangnya.

Aku pun berkata. “Ini Pensilku, kamu dapat dari mana?”
“Hah, gak tahu dari tadi ada di situ,”

Lantas aku pergi membawa pensil itu, lalu lagi pula itu milikku. Sejak saat itu aku sadar bahwa Egi, Ridwan, dan Zulfikar adalah orang munafik yang tak sadar diri, aku juga tahu kalau guru matematikaku sangatlah rendah ingatannya. Keesokan harinya di hari jum’at, kami diwajibkan menggunakan pakaian muslim berwarna kuning dengan celana hitam panjang. Tapi saat itu celana hitamku belum dicuci, jadi aku menggunakan celana biru. Padahal hanya satu cucianku dan sudah ku lakukan apa yang ibu katakan, tapi ia tak mencucinya benar-benar tak bisa diandalkan. Saat di sekolah teman-temanku bertanya. “Kenapa kamu pakai celana biru?”
“Kamu preman ya! Preman ampun Kak, ampun Kak ampun, hahaha,”

Aku hanya terdiam dan tersenyum. Padahal salah satu temanku menggunakan celana PDL, dan bercanda seperti anak jalanan. Dengan kata lain sang preman itu mereka sendiri. Di saat pelajaran ketiga Zulfikar datang untuk meminta bantuanku. Dia ingin menyalin tugas yang telah ku kerjakan, aku menolaknya lalu dia berpesan agar tidak menggunakan pensil pendek, katanya, “Pamali,” aku tahu itu tapi itu lebih baik daripada pensil yang ia coba pinjamkan padaku. Karena bisa jadi dia dapat dari hasil mencuri, ditambah lagi aku lebih percaya pada Sabda Rasulullah dan Al Qur’an daripada mendengarkan adat omong kosong. Lalu setelah itu dia banyak berkata hal yang bodoh dan aku pun berkata.

“Dengar, yang ku inginkan hanyalah hijrah dari lingkungan ini, aku ingin bersama orang-orang saleh dan saleha,”
“Jadi kau pikir di sini orang-orangnya tak saleh dan saleha!” Dia langsung menceritakan perkataanku pada Egi. Dengan kata lain mereka pasti merasa terusik karena ingin lari dari kebenaran dan berkata.
“Kalau kamu mau hijrah pergi saja Ke ISIS! Dan bla… bla… bla!” Aku tak terlalu mendengarkannya karena dari awal mereka itu munafik. Dan kafir, yang aku tahu mereka tidak ingin aku bahagia dan ingin aku menjadi seperti mereka (Terjebak dalam Hal Tak Berguna). Jadi, orang baik dan benar di kelasku pasti akan dianggap gila dan mengganggu.

Seusai salat jum’at aku harus pergi ke suatu rumah untuk bekerja kelompok tentang mencangkok. Awalnya kami berenam lalu 5 menit kemudian salah satu temanku pulang. Setelah sampai di tempat tujuan seorang di antara kami kembali pulang karena urusan mendadak. Saat mencangkok aku berpikir, “Di rumahku kan ada pohon belimbing dan Delima kenapa tidak di sana saja?” Mungkin karena yang mereka tahu hanyalah mencangkok jambu, belum lagi kami harus memotret sebagai bahan bukti kami bekerja.

Aku hanya dipotret satu kali itu pun dengan tidak sengaja. karena yang ku lihat malah dikerjakan oleh kakak temanku dan bukannya kami yang mengerjakannya, dengan kata lain kami telah membohongi guru kami. Karena itulah aku tak mau difoto aku sudah bosan dengan kebohongan di dunia ini. Setelah selesai aku pulang ke rumah dengan berjalan kaki, kira-kira jaraknya hampir 6,5 km. Meski begitu aku tak mengeluh karena aku bersyukur aku diberi kemampuan berjalan yang kuat oleh Allah SWT. Saat aku sudah berjalan sejauh 5 km 3 temanku melihatku.

“Yan Duluan,”
“….”

Aku terdiam dan kesal kenapa mereka meninggalkanku dan hanya bicara seperti itu, aku baru ingat mereka adalah 3 orang munafik dan Kafir di antara teman-temanku. Pantas saja sikap mereka seperti itu hanya karena di motor itu penuh bukan berarti mereka harus meninggalkanku, maksudku mereka bisa menyuruh aku berhenti dan mereka akan segera menjemputku nanti. Tak lama setelah itu saat aku telah berjalan 5,5 km kedua teman yang tadi bersamaku saat bekerja kelompok terlihat duduk di dalam angkutan Umum, begitu kesalnya aku melihat mereka karena merekalah aku begini. Tak lama kemudian saat aku hampir sampai sekitar 0,2 km lagi 2 di antara 3 orang munafik itu muncul untuk mengantarkanku dengan rasa amarah aku lari sekencang yang ku bisa sampai rumah. Aku mengambil jalan melawan arus, dengan kata lain mereka akan sulit mengejarku.

Mereka pun pergi menjauh dan aku berkata, “Haha… bagaimana rasanya hah? Enak? Sakit? Itulah yang ku rasakan saat aku bersama orang-orang bodoh seperti kalian,” Sesampai di rumah aku berpikir bahwa semua temanku di sini tidaklah sama dengan orang yang ada di khayalanku, karena itulah aku harus segera meninggalkan lingkungan yang terkutuk ini dan datang ke orang-orang yang saleh dan saleha karena itulah mulai dari sekarang, aku akan berjuang.

Cerpen Karangan: Muhamad Adriyansah
Facebook: https://www.facebook.com/muhammad.adriansah.9

Cerpen Memori Yang Melekat Dan Sulit Hilang Rasa Sakit (Part 2) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Pemenang

Oleh:
“Brukkk!” Suara hempasan pintu terdengar nyaring dari sebuah kamar anak laki-laki yang kala selalu terjadi ketika orangtua Rendy datang dan pergi dari bisnis mereka. Dan bukan hanya menghempaskan pintu

Hikmah Dibalik Permusuhan

Oleh:
Kriingg… Kriinggg… Alarmku berbunyi. Jam sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Bergegas kubuka jendela kamarku. Hawa dingin menyeruak menusuk kulitku. Masih terlihat embun pagi membasahi dedaunan dan semak-semak. Sang mentari

Kenapa Aku Berbeda (Part 2)

Oleh:
Hari-hari terus berjalan. Sekolah juga telah aktif beberapa hari dan mulai pelajaran seperti biasa. Aku terus menghindar dari teman-temanku. Gangguan pendengaran yang aku alami membuatku merasa kesulitan untuk mendengar.

Karena Kamu Yang Pertama

Oleh:
Hari ini, takdir Tuhan benar-benar membuatku takjub. Sudah 2 tahun aku tidak bertemu dengan seorang laki-laki yang berhasil mencuri cinta dariku untuk yang pertama kalinya, dan sekarang tanpa aku

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *