Rasa

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 4 February 2017

Dia menangis di pundakku dengan sesegukannya. Dia, adikku satu-satunya Dania namanya. Setiap kali dia menangis rasanya aku ingin sekali marah padanya. Alasan dia menangis selalu saja sama, memalukan. Betapa bodohnya dia, menghabiskan sisa air matanya hanya untuk satu nama yang selalu menyakitinya. Sudah sering kali kukatakan padanya untuk tidak terlalu mudah mempercayai seseorang. Tapi ya begitu, dia tetap saja salah melangkah.

“Dia baik padaku. Kukira dia benar-benar serius mendekatiku.” kata Dania meyakinkanku.
“Lalu jika dia baik, dia benar-benar menyukaimu? Belum tentu Dania, semua orang pada dasarnya baik. Tapi tergantung pada situasi dan kondisi mereka. Ada yang baiknya memang tulus dari hati, ada juga baik yang hanya modus. Faham?”
“Tapi kak, dari gayanya dia serius.”
“Hari gini mikirin gaya, kabanyakan gaya mungkin dia. Sudahlah! Berhenti merespon hal-hal yang tak bermutu seperti ini.”

Hari ini Dania terlihat tak bersemangat, bahkan untuk tersenyum pun rasanya sulit. Serumit inikah rasa? Sepertinya Fisika Matematika lebih rumit bagiku. Ah tidak, Dania saja yang terlalu cengeng.
“Ayo berangkat, nanti kamu terlambat! Kakak ada kelas jam 9!”
Dania menyusulku masuk ke dalam mobil. Seperti biasa aku yang akan mengantarnya ke sekolah sebelum aku masuk kuliah.
“Kak Ayla!” tanyanya padaku.
Aku memalingkan wajahku ke arahnya.
“Apa?”
“Terimakasih selalu ada!”
“Haha, sok manis kamu! Itulah gunanya kita bersaudara. Kalau kamu bukan siapa-siapa aku, aku ya masa bodohlah!”
“Haha, jahat memang!”

Aku menyusuri lorong gedung kampusku. Memburu waktu agar aku segera sampai kelas. Tak sengaja aku menambrak seseorang yang ternyata juga mengejar waktu. Kacamatanya jatuh karena aku terlalu kuat menambraknya.
“Ups Maaf aku gak sengaja!” kataku sambil membantunya mengambil kacamatanya.
Dia diam tak bergeming.
“Ini kacamata kamu, maaf ya!”
“Yah kacamatanya rusak lagi.” katanya sambil diikuti rasa kecewa.
“Aduh maaf ya, aku pasti tanggungjawab kok. Tapi untuk sekarang, aku ada kelas. Aku harus cepat. Namaku Ayla, kelas Fisika Eks B 2015. Okay? Maaf ya.” kataku cepat lalu pergi menjauh.

Baru saja aku ingin pulang, Riri temanku sejak SMA mengatakan bahwa ada yang mencariku. Aku sudah menduga bahwa itu adalah orang yang kutabrak tadi pagi. Laki-laki lugu dan kelihatannya cupu. Ah, masa bodoh dengan penampilannya, yang terpenting bagaimana urusanku bisa selesai dengannya.
Aku keluar kelas menemui orang itu, ya memang benar dia makhluk cupu itu.
“Kamu masih ada kelas?”t anyanya santun.
“Gak, ini udah selesai!” jawabku.
“Ayo temani aku beli kacamata baru!”
“Kenapa aku harus ikut? Kamu cuma butuh uangnya kan? Gak perlulah aku ikut.”
“Maaf, kalau hanya uang aku juga punya. Bahkan aku bisa membeli kacamata baru setiap hari. Tapi disini, aku ingin melihat seberapa besar tanggungjawabmu atas perbuatanmu sendiri. Itu saja!”
Kata-katanya cukup membuat jantungku seakan ingin berhenti saja. Tepat di ulu hati, dia menggoreskan luka. Tuhan, apakah aku seremeh itu memandang orang? Maafkan aku.
“Hmm, maaf bukan maksudku seperti itu.”
“Sudahlah, aku bisa menyimpulkan bahwa sosok indah sepertimu memiliki pemikiran yang dangkal. Aku permisi!”

Hari berganti hari, aku semakin dihantui rasa bersalah. Siapakah dia? Mengapa dia seolah tahu persis tentang diriku? Hanya karena kacamata? Ahh, mungkin benar kata Dania rasa itu rumit. Entah itu rasaku, rasanya, atau rasa siapa saja dan bahkan rasa apa saja.

Riri memanggilku, mengajakku untuk duduk di taman belakang fakultas.
“Ay, ada yang harus aku bicarakan!” katanya membuatku sedikit aneh.
“Apa?”
“Kamu tahu siapa orang itu?”
“Orang siapa?”
“Dia yang sering minta diantar beli kacamata.”
“Oh, sampai sekarang aku gak tau siapa namanya.”
“Dia orang yang suka sama kamu sejak SMA dulu.”
“Ha? Raka? Gak mungkin, dia gak secupu itu Riri.”
“Ayla, dia cuma ingin mengejar cintanya. Dia gak benar-benar cupu seperti itu. Percayalah!”

“Aku cuma ingin mengejar cinta yang mungkin takkan pernah kuraih!”
Suara itu mengagetkanku, Raka muncul dengan tampilan dia yang sesungguhnya. Bukan lelaku cupu, yang ternyata tidak lugu. Dia tampil persis seperti dia waktu SMA. Mulutku bungkam untuk angkat bicara. Aku hanya tersenyum kaku di hadapan keduanya.
“Maaf!”
“Tak apa, kita masih bisa jadi teman.”

Cerpen Karangan: Yuni Choirun Nisa Siregar
Blog / Facebook: yunichoirunnisa.blogspot.com / Yuni Choirun Nisa Siregar
Nama pena YunChoi

Cerpen Rasa merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Chicken LINE

Oleh:
Aku memegang ponselku sejak dari tadi, mengabaikan keributan kelas yang ada. Ketika aku sedang asik mengetik pesan, tiba–tiba saja ada orang yang duduk di sampingku. “Cie yang lagi chattingan,”

Lepaskan, Maka Itulah Cinta

Oleh:
“Mana, coba kulihat? Apa nggak bosen dia gangguin lo terus?” Rizal mencoba merebut ponselku yang kupegang. Dia mampir ke rumahku hanya untuk melihat pesan dari Yoga, bekas teman lelakiku.

Cinta Pertama dan Terakhir

Oleh:
“Pergi jauh-jauh dari hidup gua!” jerit Chela. “Chela, gua itu gak pacaran lagi sama cewek laen kecuali lu!” “Udah, Rizky, gua udah tau Semuanya tentang lu! Lu cari cewek

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *