Takdir Mengawali Langkahku
Cerpen Karangan: Dinda Vino PratiwiKategori: Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 11 April 2016
Sinar surya pagi membangunkan gagak yang dari semalam tertidur lelap. Cahayanya yang masuk dari sela-sela jendela kananku, membuatku semakin tak betah tidur dan memaksa untuk bangun. Aku berjalan dan ku hidupkan lampu kamarku. “Astaghfirullah.” kataku kaget sehabis melihat jam dinding. Aku ingat hari ini ada janji sama temanku untuk melakukan wawancara dengan tukang bajak di daerahku. Aku bersiap-siap untuk pergi. Aku menunggu temanku di depan rumah. Sesekali aku melirik jam tangan biruku.
Akhirnya temanku datang. “Came on.” katanya.
“Gaya lah.” seruku dengan tawa. Aku menaiki motornya tanpa ada sesuatu yang tertinggal.
“Siap neng?” tanyanya.
“Siap nggak siap.” Kawanku.
Mentari mengiringi perjalanan kami. Cuaca yang cerah sangat mendukung apa yang akan kami lakukan. Ku hirup udara pagi yang segar dengan menutup mata agar terasa lebih nikmat.
“Kita jalan jalan dulu ya!” kata temanku itu.
“Terserah kamu aja, kan kamu yang membawa motor.” kataku. “Hati-hati bawa motornya!” sambungan agak keras.
“Tenang aja dah, serahin di aku, aku kan jadinya bawa motornya!” katanya sambil menaikkan satu alisnya.
Aku membuka handphoneku, aku search, “Cara untuk wawancara.” aku siapkan untuk pertanyaan yang akan aku lontarkan.
“Kita mulai dari mana?” tanyaku.
“Kita di talang ubi bawah saja, kan ada satu warung baksi di sana,” jawabnya.
“Boleh!”
Sampai di talang ubi bawah, toko baksonya rame banget. Kami menunggu di depan toko. Aku sekali lagi melihat jam tanganku. Sudah menunjukkan pukul 11.47.
“Cari tempat lain aja.” kataku sedikit kesal karena lama menunggu.
“Iya nih, rama banget.” jawabnya sambil menghampiri motornya. Aku mengikutinya dari belakang. Ku rasakan cacing di perutku sudah mulai lapar, perutku dari tadi berbunyi. Terik matahari semakin membuat sakit perutku. Aku menarik jam lagi tanganku lagi.
“Udah pukul 11.56,” kataku lirih.
“Kamu sudah lapar ya?” tanyanya. Mungkin dia mendengar bunyi perutku.
“Hihi, iya nih.” kataku dengan wajah yang gembira yang agak sedikit merah.
“Kamu bawa yang berapa?” tanyanya lagi.
“Cuma sepuluh ribu,” kataku.
“Kali kita beli bakso atau semacamnya, yang kira bekalan gak cukup,” katanya dengan cepat tanpa jeda.
“Kita cari jajanan pinggir jalan aja ya!” sambungnya. Aku mengangguk setuju.
Kami mengarah ke jalan talang pipa. Matahari semakin naik, panasnya juga semakin naik, panasnya juga semakin terik. Akhirnya kami berhenti di salah satu gerobak makanan. “Mau beli gorengan? ” tanyakan aneh. Karena siang siang seperti ini makan makanan pake cabe, belum makan nasi juga.
“Terus mau makan apa?” tanyanya.
“Kita beli batagor di sana saja,” kataku menunjuk salah satu gerobak di urung sana.
“Kita beli minum aja dulu.” katanya.
“Biar nambah energi untuk menyeberang ke ujung sana.” sambungnya. Aku mengangguk setuju.
Belum juga kami menyeberang. Mobil satpol pp bunyi mendekat. Semua pedagang panik. Kami berdua juga ikutan panik. Kami berlari menuju menuju motor yang tidak jauh dari tempat kamj berdiri. Panas yang membakar kulit, perut yang belum terisi dan membawa motor dengan kecepatan tinggi membuat hatiku berdegup kencang. Mungkin perasaan orang yang di depanku ini sama denganku. Kami sudah di daerah bukit tudung. Belum sempat kami mengerem, tiba tiba…
“BRAK!”
Motor kami menabrak mobil di depan. Jantungku berdegup semakin kencang. Tak tahu apa yang harus dilakukan. Hanya pusing dan lemas yang ku rasakan. Ku lihat temanku tak sadarkan diri di sampingku. Suasana yang tak mendukung membuatku tak bisa berbuat apa-apa. “Ya Allah, apa yang terjadi dengan takdirku hari ini?” tanyaku dalam hati dan meneteskan air mata. Ingin rasanya diriku menolong orang yang di sebelahku itu, tapi aku seperti orang yang tak berguna. Tak beberapa lama orang-orang datang menolong kami. Kami di bawah ke rumah sakit umum daerah. Aku mulai bisa memikirkan apa yang sedang terjadi. Aku ingat dengan temanku yang tadi tak sadarkan diri. Aku langsung bangun.
“Aahhh!!” Jeritku kesakitan.
“Ke mana?” tanya ibuku.
“Mau ke mana?” tanya ibuku.
“Mau melihat temanku!” Kataku sambil menangis.
“Sudah tenanglah, temanmu sudah ditangani dokter. Ayo ibu bantu berdiri. “Jawab ibuku menenangkan.
Aku dibantu kursi roda ke ruangan temanku yang lagi kritis. Setelah 3 hari temanku sadarkan diri. Dia sehat kembali. Dia menjadi orang yang lebih baik dan lebih hati-hati. Tak ku sangka takdir yang mengawali langkahku beberapa hari lalu menjadi kenangan yang tak terlupakan.
Cerpen Karangan: Dinda Vino Pratiwi
Facebook: Dinda VinoPratiwi
Nama saya Dinda Vino Pratiwi. Saya masih seorang palajar di SMP Negri 1 Talang Ubi. Nama ayah saya Sugeng Suratno, dan ibuku Revi Martzusani.
Cerpen Takdir Mengawali Langkahku merupakan cerita pendek karangan Dinda Vino Pratiwi, kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.
"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"
Share ke Facebook Twitter WhatsApp" Baca Juga Cerpen Lainnya! "
Over Stupid (Part 2)
Oleh: Surya Enjang KrisdiantoroAkhirnya ketiga lagu tersebut mampu kita garap. Walaupun dengan versi agak mellow, tetapi gue dan Satrio mencoba bersikap dewasa dengan tetap semangat bawainnya. Cuma Wawan yang kayaknya kurang terima
Matematika
Oleh: Imanuela A. RPelajaran itu lagi. Ya Matematika adalah pelajaran ke tiga hari ini, Bu shan menjelaskan tentang peluang secara panjang dan lebar. Kepalaku rasanya mulai pusing dan nyut-nyutan mendengarnya, semakin lama
Teror Maut
Oleh: Annisa Kusuma NoviyantiDulunya, SMA N 01 Karang Permai adalah SMA favorit di kalangan remaja SMP. Tetapi, sejak gosip seram itu tersebar luas, reputasi SMA N 01 Karang Permai perlahan-lahan turun. Gosip
Lilin 17 Tahun Ku (Part 2)
Oleh: Ardianti KusumawatiTak terasa alarm di ponselku sudah berdering. Itu menunjukkan bahwa sudah pukul 04.00 WIB. Ini memang sudah menjadi kebiasaanku bangun jam 4 pagi. Aktivitas yang aku lakukan saat masih
Musibah Menjadi Berkah
Oleh: Lany Angellina“dakkk” semua mata langsung tertuju ke pusat suara itu. Semua siswa terkejut ketika melihat nia salah seorang siswi sma harapan bangsa itu sudah tergeletak tak berdaya. Ternyata dia terkena
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"
Leave a Reply