Ketika Cinta Menemukanmu (Part 2)

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Cinta Sejati, Cerpen Mengharukan, Cerpen Romantis
Lolos moderasi pada: 29 May 2015

Alvin menghampiri Erri yang terduduk lesu di ujung ranjang. Alvin menjajarinya dan mengembalikan buku itu pada Erri.
“Ini kan yang kamu cari?” Tanya Alvin yang lebih mirip halilintar di telinga Erri.
“Aku… Maaf…” Erri bingung harus berkata apa selain kalimat itu.
Alvin diam. Erri membisu. Untuk beberapa jenak, sunyi mengambang di ruangan itu. Erri mencoba melihat wajah Alvin yang tertunduk dengan tatapan hampa menekuri lantai. Tidak ada tanda-tanda kemarahan atau emosi yang meledak disana. Yang ada hanya seraut wajah penuh kecewa yang membias natural. Erri tau, ia telah melakukan satu kesalahan besar. Dan air mata itu meluruh lagi. Tiba-tiba saja Erri merasa tak ingin berada dalam suasana itu. Ia pun beranjak ketika suara Alvin menahannya.
“Bagaimana kamu merahasiakan hal ini selama lebih dari dua puluh tahun?”
Erri membalikkan badan dan tersungkur di lutut Alvin dengan tangis yang semakin deras. Alvin meraih bahunya. Membimbing Erri duduk menjajarinya. Erri menutup wajahnya dengan dua telapak tangan yang terasa dingin.
“Aku minta maaf… aku minta maaf…” Suara Erri terdengar parau.
Alvin menatap wanita yang telah ia nikahi dua puluh tiga tahun silam dengan tatapan tajam yang hampa.
“Kamu nggak perlu minta maaf… itu bukan suatu kesalahan. Itu hal yang wajar. Hal itu bisa terjadi kepada siapapun. Aku hanya heran… Bagaimana pernikahan kita bisa berjalan dua puluh tiga tahun tanpa kita sama-sama saling mencintai, bagaimana kita bisa tidak tau bahwa kita sama-sama tidak saling mencintai, selama dua puluh tiga tahun… kenapa kamu harus pura-pura mencintaiku? Bagaimana selama itu pula, kita sama-sama menyimpan rahasia yang sama…”
Erri terkejut. Tanpa kita sama-sama saling mencintai? sama-sama menyimpan rahasia yang sama?… kalimat itu rasanya perlu digaris bawahi.
“Maksud kamu?”
“Aku rasa tanpa diperjelas pun sebenarnya kamu paham…”
“Maksud kamu… kamu…?”
Alvin tidak menjawab. Ia hanya menyerahkan Lenovo A390 silvernya dan segera menuju balkon.
Erri menatap rangkaian nomor yang berjajar di inbox message-nya. Membukanya satu persatu.

Bagaimana persiapannya besok?

Ya, sudah 99 persen lah…

Lalu, kamu sudah bicara pada istrimu?

Tentang?

Tentang rencana pernikahan kita.

Nantilah, kalau pernikahan anakku sudah beres

Tapi kamu serius kan dengan tawaranmu?

Ya, aku serius. Dari dulu pun aku serius. Kamunya aja yang ninggalin aku.

Iya, iya, maaf ya sayang… aku khilaf. Dan aku janji, itu nggak bakal terjadi dua kali.

ADVERTISEMENT

Sekarang kamu tau kan, seberapa besar cintaku ke kamu.

Iya sayang. Apalagi kalo kamu mau menceraikan istrimu. Aku tambah yakin.

Ya, itu kita liat nanti aja. Kalau dia siap dimadu, aku rasa nggak masalah. Tapi kalau nggak siap, ya sudah… selesai masalahnya.

Air mata Erri semakin deras. Apakah benar, Alvin akan menceraikannya?. siapakah wanita ini?, sanggupkah ia menghadapi ini?…

Ada keperihan menggores perasaannya. Rasanya ia sudah tak tahan untuk membaca pesan-pesan lainnya. Ini sudah cukup membuatnya layak menjadi pasien rumah sakit jiwa.
Erri tak mampu lagi menerjemahkan gejolak di hatinya. Ia mungkin memang tidak mencintai Alvin, tapi ia tak pernah membayangkan akan berpisah dengan Alvin. Bagaimana jika, Alvin benar-benar…
Erri lemas. Ternyata percuma. Percuma ia berusaha mencintai orang yang tak pernah berusaha mencintainya, bahkan justru akan meninggalkannya.
“Nuriza invertil. Laki-laki yang dulu membuat dia ninggalin aku, justru balik ninggalin dia karena invertil. Bagaimana aku bisa melihat wanita yang kucintai disia-siakan seperti itu… padahal aku sangat ingin menghabiskan sisa hidupku bersama wanita itu.”
Kalimat Alvin barusan benar-benar seperti pedang yang mampu mematikan Erri dengan sekali tebas. Entah bagaimana, hatinya menyesal telah mencintai Dimas. Dan yang lebih ia sesali adalah ia harus berhadapan dengan kenyataan, bahwa selama ini ia hidup dengan laki-laki yang tidak menginginkannya. Dua puluh tiga tahun bukan waktu yang sebentar.
Bagaimana aku bisa melihat wanita yang kucintai disia-siakan seperti itu?… padahal aku sangat ingin menghabiskan sisa hidupku bersama wanita itu.
Kalimat itu menggema di telinga Erri. Kalimat yang membuatnya ingin melompat dari gedung bertingkat delapan belas. Kalimat yang membuatnya berpikir bahwa sebuah pisau di perutnya cukup untuk menghilangkan rasa sakit ini.
Dan saat itu, rasanya ingin sekali Erri memeluk laki-laki yang telah menikahinya selama dua puluh tiga tahun, lalu mengatakan bahwa “Aku mencintaimu sayang… Sungguh aku benar-benar jatuh cinta padamu saat ini dan selamanya…”.
Tapi percuma. Toh, ia hanya akan mendapat selembar surat gugatan perceraian.
“Besok Nindy nikah… Aku nggak mau dia tau apa-apa tentang orangtuanya yang tidak saling mencintai… Kita bahas ini nanti” kalimat terakhir Erri sebelum akhirnya keluar dari kamar.

Alvin masih mematung di balkon. Menatap malam yang semakin larut. Ia memang masih mencintai Nuriza selama puluhan tahun. Sama seperti yang dirasakan Erri pada Dimas.

Pandangan Alvin menyapu ruangan yang kini kosong. Hanya ada isak tangis Erri yang masih lekat di telinganya. Tangis yang sebenarnya ingin ia redakan. Tangis yang membuat ia merutuk, entah pada siapa, entah untuk apa…

Di bawah, Erri mengetuk kamar Nindy. Ia menemukan anaknya berbaring santai di antara dua wanita gemuk yang mengolesi lulur ke seluruh tubuhnya.
“Bunda?… Bunda kenapa nangis?”
“Nggak apa-apa sayang… Bunda terharu.”
“Terharu?, Karena besok Nindy nikah?”
Erri mengangguk.

Dua wanita gemuk itu pamit.
“Oh iya, mbak… Mbak Atikah tadi sudah dikasih tau kamarnya?”
“Sudah, Bu”
Erri menghampiri Nindy yang masih memakai kemben. Lalu memeluknya dan terisak disana.
“Bunda… makasih ya udah merawat Nindy. Nindy berutang banyak sama Ayah dan Bunda…”
Air mata Erri semakin deras. Nindy mengeratkan pelukkannya.
“Bunda nggak usah sedih… meskipun Nindy udah nikah, Nindy tetap anak Bunda sama Ayah. Nindy juga pingin menikmati masa tua berdua dengan Axcell, seperti Bunda mengahabiskan waktu bersama Ayah”
Erri memeluk Nindy lebih erat. Seolah ingin berbisik… “Setelah kamu nikah, Bunda nggak punya siapa-siapa lagi, sayang… kamu harus mencintai suami kamu dengan tulus. Semoga kamu bahagia Nak, dengan laki-laki yang kamu cintai… kebahagiaan kamu adalah kebahagiaan Bunda, begitu juga kebahagiaan Ayah adalah kebahagiaan Bunda. Meski Bunda harus kehilangan kalian dalam waktu yang bersamaan…”
Erri tau, sebentar lagi ia akan kehilangan segalanya dalam waktu yang nyaris berbarengan. Dia sudah pernah kehilangan orang yang dicintainya. Dan saat ini ia akan mengalaminya lagi. Bahkan lebih berat. Jika ia butuh waktu puluhan tahun untuk bisa melupakan Dimas, berapa tahunkah ia mampu merelakan Alvin?…

Satu hal yang baru ia sadari, bahwa ia mencintai Alvin jauh dibanding cintanya kepada Dimas. Dan ketika cinta itu datang menyerbu kisi-kisi batinnya, ia justru harus siap mengahadapi kehilangan yang menyakitkan itu lagi…
Andai tuhan ingin menyabut nyawa sesorang pada malam ini, Erri bersedia nyawanya ditukar dengan orang itu…
Sungguh tuhan…
Ia tak pernah merasa selemah ini sebelumnya.

Pagi itu pun tiba…
Pagi dimana kebahagiaan menyeruak dalam hati dua insan yang siap menjadi satu dalam sebuah ikatan agung nan suci.
Mata Erri sedikit membengkak, sebab menangis semalam suntuk. Erri duduk berdampingan dengan Alvin. Tapi keduanya tak ada yang mencoba mencairkan suasana. Mereka larut dalam hening dan pikiran mereka sendiri.
“Erri… mata lo bengkak. Kenapa?” Tanya Priscill, adiknya Erri yang bungsu.
“Itu Tante, Bunda semalem nangis di kamar Nindy.” Ucap Nindy pelan. Tapi cukup jelas terdengar oleh Erri juga Alvin.
“Napa Ndy?”
“Bunda sedih katanya. Terharu Nindy udah gede. Cantik lagi. Kaya Bunda…” jawab Nindy bercanda.
“Yeee ngapain sedih. Kan enak si Nindy nikah, jadi bisa berduaan mulu gitu… Ahaydah” ledek Priscill sambil menyikut lengan Erri.
“Iiii Tante Priscill…”
Erri senyum. Tapi di sudut matanya, air itu jatuh lagi. Erri cepat-cepat ke belakang sebelum ada yang tau. Ia ke kamar. Air matanya jatuh tanpa bisa dicegah. Make up-nya luntur. Ia tidak peduli dengan brukatnya yang mulai berantakan.
Kan enak si Nindy nikah, jadi bisa berduaan mulu gitu… ahaydah.
Kalimat Priscill menggema di telinganya berselingan dengan kalimat Alvin
Bagaimana aku bisa melihat wanita yang ku cintai disia-siakan?… padahal aku sangat ingin menghabiskan sisa hidupku bersama wanita itu.
Nindy juga pingin menikmati masa tua berdua dengan Axcell, seperti Bunda mengahabiskan waktu bersama Ayah…
Semua kalimat itu bersahut-sahutan di benak Erri. Ia menelungkupkan tangan ke wajahnya. Berharap ini hanya mimpi dan berakhir ketika ia membuka matanya. Ada tangan halus yang menyentuh jemarinya, lalu menggenggamnya erat-erat. Entah ilusi atau bukan, tapi Erri terlalu takut untuk menegaskannya. Ia khawatir bahwa ini hanya ilusi yang akan hilang saat ia membuka mata. Tapi jauh di lubuk hatinya, harapannya amat besar bahwa ini adalah sebuah kenyataan yang diharapkannya.
Ia membuka matanya pelan-pelan, ada wajah yang amat ia cintai disana. Wajah yang mungkin akan hilang dari hari-harinya sebentar lagi. Ia tak sanggup membalas tatapan itu. Tatapan yang bisa jadi akan menjadi tatapan terakhir yang pernah ia lihat.
Tapi jari-jari itu menyentuh pipinya dengan lembut. Jari-jari itu memaksa Erri mengangkat wajahnya dan membawa mata Erri untuk menatap mata itu. Selama sedetik mereka bertatapan. Pada detik berikutnya, tangis Erri meluruh di pelukkannya. Alvin menyambut tubuh Erri. Di peluknya wanita itu erat-erat. Sangat erat.
“Kamu nggak perlu nangis seperti ini, sayang… kita akan terus bersama-sama. Maafin aku… aku nggak akan pernah ninggalin kamu, aku cinta kamu, sayang… aku akan membuat kamu mencintaiku… aku akan melakukan apapun untuk membuat kamu mencintaiku… aku minta maaf untuk kepura-puraanku sepanjang usia pernikahan kita, tapi saat ini, aku mencintaimu. Aku jatuh cinta padamu, saat ini Erri. Bahkan seribu kali lebih hebat dari malam pernikahan kita. Aku ingin kita memperbaiki ini, sayang… dan kita akan melihat cucu-cucu kita tumbuh bersama-sama… maafin aku sayang..” ucap Alvin bertubi-tubi menghujani Erri dengan kata-kata cinta. Ia tau, ia tidak pernah bisa melihat wanita yang dicintainya disia-siakan oleh siapapun. Dan wanita itu adalah Erri.
Erri menatap Alvin dalam-dalam. Ada sesuatu yang hangat membanjiri jiwanya ketika tatapan mereka bertemu.
“Kamu sudah membuat aku jatuh cinta, sayang…”
“O ya?, kapan?”
“Semalam.” Jawab Erri sambil menyunggingkan senyum. Alvin mengulum senyum itu. Terasa begitu manis. Erri larut dalam suasana cinta yang tiba-tiba menyeruak.
Tok, tok…
“Permisi Pak, Bu… penghulunya sudah datang” kata seseorang di balik pintu.
Alvin menarik bibirnya dari bibir Erri. Senyum mereka mengembang.
Erri merapikan make up-nya yang luntur. Lalu ia menggamit lengan Alvin.
“Apa kita akan menikah lagi?” bisik Erri manja.
“Nggak perlu. Tapi kita akan bulan madu lagi…”

“Saya nikahkan Nindy Ramdhani binti Felix Zairil Alvin dengan Axcell Dinaity Nangoy bin Dazich Dinaity Nangoy dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas seberat 25,76 gram dibayar tunai.”
“Saya terima nikahnya Nindy Ramdhani binti Felix Zairil Alvin dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas seberat 25,76 gram dibayar tunai”
“Sah?”
“Alhamdullillah, sah…”

Tamu-tamu menyalami pengantin juga orangtua mereka. Erri melihat Dimas dan Rahma di antrian tamu. Ia teringat Nuriza.
“Sayang, Nuriza jadi dateng gak?” bisiknya pelan di telinga Alvin
“Nggak tau. Tuh Dimas dateng.” Sindir Alvin. Erri cemberut.
“Aku udah jatuh cinta sama kamu, sayang…”
Alvin senyum.
“Waahh… ada yang bakalan jadi nenek nih. Ahaha, Mas Alvin sabar ya, ngadepin nenek-nenek bawel begini” ledek Dimas santai ketika berjajar di antrian tamu untuk menyalami pengantin, tanpa tau bahwa ia hampir menyebabkan Erri dan Alvin cerai.
“Biarin nenek-nenek, yang penting cantik!” balas Erri.
“Digh, mana ada nenek-nenek cantik, dimana-mana nenek-nenek itu peyot.”
“Yee, Papa lupa ya? nanti kan istrinya juga jadi nenek kalo si Yuna udah nikah. Kayak nggak bakal jadi kakek-kakek aja.” Omel Rahma.
Dimas manggut-manggut. Sambil berbisik di telinga Alvin,
“Dasar nenek-nenek gak dimana-mana, sama aja. Bawel.”
Alvin Cuma ketawa. Setelah Dimas dan Rahma lewat, ia berbisik di telinga Erri,
“Ciyeee yang abis diledekkiin…”
Erri melotot. “Awas ya, nanti malem.”
Akhirnya mereka lupa dengan kejadian tadi malam. Yang mereka ingat hanya bahwa hari ini adalah hari dimana hati mereka dijatuhi cinta.

Wanita yang janji akan datang juga tak luput dari acara ini. Nuriza yang tidak tau tentang Alvin dan Erri, sudah siap-siap. Selain siap-siap menghadiri acara pernikahan Nindy, ia juga bersiap-siap menjadi Ibu baru bagi Nindy. Ia sudah akan berangkat jika taksi pesanannya sudah datang.
Sebuah mobil tiba-tiba berhenti di halaman rumahnya. Mobil itu bukan taksi. Itu APV Arena silver. Nuriza menunggu seseorang keluar dari dalam. Dan ia menemukan sosok yang sudah lama ingin ia temui.
Fahmy.
Entah mengapa ia datang hari itu.
“Ada perlu apa?” Tanya Nuriza terdengar dingin.
“Nggak ada perlu apa-apa. Aku Cuma mau minta ke kamu, supaya kita menikah lagi.”
Nuriza terkejut. Tapi rasanya ia tak perlu penjelasan apa-apa untuk hal itu. Kehadiran Fahmy di hadapannya saat ini sudah cukup menjelaskan bahwa laki-laki itu tidak akan mengulangi kesalahannya lagi dengan meninggalkan Nuriza. Dan permintaannya adalah suatu kejelasan bahwa ia telah siap dengan segala kekurangan Nuriza. Ia segera melebur tangis di pelukkannya. Fahmy menyambut tubuh Nuriza dengan haru. Ia tidak tau harus dengan cara apa berterima kasih pada kesediaan Nuriza memaafkannya setelah sepuluh tahun Fahmy meninggalkannya.
Bagi Nuriza, tak ada yang salah. Mereka hanya butuh waktu untuk mengerti bahwa mereka saling membutuhkan. Semuanya hanya masalah waktu.
“Dua puluh tiga tahun kita membangun rumah tangga tanpa saling mencintai… entah berapa ribu tahun yang cukup untuk kita membangun rumah tangga dengan saling mencintai…” Alvin menggenggam tangan Erri dan mengecupnya.
Begitulah… usia memang hanya sebuah angka jika cinta menemukanmu…

Cerpen Karangan: Khansa Rizque
Facebook: Khansa_putry[-at-]yahoo.com
Khansa Rizque adalah nama pena dari Azyza Khansa Putry. Penulis adalah seorang yang cantik, baik hati dan tidak sombong, supel, gaul, keren, kece, pintar, tinggi, Umm…. *coret yang tidak perlu*. ( Tapi jangan di coret semuanya yaaa…. pliiisss !!! ).
oke, saya mulai menulis cerpen sejak kecil. dan alhamdulillah semua cerpen saya selalu di muat di flashdisk abi saya yang nggak pernah dibuka. Saya lahir di Depok, 18 maret 1993. Dan pada 1 nov 2013, akhirnya saya menikah dengan suami saya. dan kami pun hidup bahagia selamanya,…
tamat.

Cerpen Ketika Cinta Menemukanmu (Part 2) merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Serendipity

Oleh:
Berteman dengan kegelapan, itulah yang kini tengah dilakoninya. Bersama secangkir kopi tanpa gula yang masih mengepulkan asap tipis. Ge menyandarkan punggung lelahnya ke sandaran kursi kerjanya. Perlahan ia berputar

Diary ku Tersenyum

Oleh:
Senyum itu dan aku hanya menatap, terdiam dan betah serasa isyaratkan dan mengartikan bahasa di jiwa, mengertikan cinta yang ingin menjadi keharusan. Keharusan selalu berada di setiap detik berdenting,

Mawar Mas (Part 1)

Oleh:
Malam semakin larut, sesekali aku melirik jam di dinding yang terletak di atas televisi, dalam kamar. Sambil terus berhias diri, memastikan malam ini penampilanku paripurna. Gaun selutut berwarna merah

Sehari

Oleh:
Hujan kembali datang. Gemerisik air mulai menyapa. Perlahan dinginnya mulai menyelimuti. Sesekali petir ikut menemani. Gadis itu mulai memeluki dirinya sendiri. Merasakan kedinginan malam yang selalu ia nanti. Ya,

Utopis

Oleh:
Seperti biasanya aku menyukai sudut kamar ini. Sebuah kursi kayu tua dipernis sedemikian rupa hingga mengilap. Aku sedang duduk di atasnya. Seraya itu aku melirik sebuah jam dinding kuno

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

4 responses to “Ketika Cinta Menemukanmu (Part 2)”

  1. Kyolaire says:

    GREAT STORY !! It’s like that U have make an incredible story

  2. Stevanie says:

    Kereen bangettt

  3. arnia says:

    nggak habis pikir kalau cerita seperti ini bisa jadi cerpen of the month. Untuk owner, apa yang anda lihat? Gaya bahasa? :biasa. Ide cerita? :pasaran. Bahkan gaya penulisannya pun hampir terkesan berbelit-belit. Maaf, ini pelajaran untuk kita semua. perbaiki lagi 🙂

  4. Muhammad Habibillah says:

    Kereeeen dah mba.., ccok klau jdi cerpen of the mont. Sumpah jdi ikutan netesin air mata ane.., hehe..
    jdi pngen ktemu sma lngsung.
    mba KHANSA RIZQUI kereeen daah..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *