Tiada Yang Tahu

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Remaja, Cerpen Sedih
Lolos moderasi pada: 9 April 2016

“Hahaha,” Gelak tawa dan tepuk tangan penonton menyudahi stand up yang baru saja Ardi pertunjukkan.
“Terima kasih untuk kalian semua, kalian adalah penonton yang hebat!” Seru Ardi seraya menuruni panggung pensi. Tiba-tiba saja Ardi merasa sedikit pusing dan tubuhnya terasa sangat lemas. “Bro, gue pamit pulang ya!” Seru Ardi kepada temannya bernama Rendi yang merupakan panitia acara pentas seni tersebut.

“Loh kenapa? iya sih lo udah tampil, tapi apa lo gak mau lihat yang lain dulu?” Tanya Rendi sambil menepuk pelan lengan Ardi. “Maaf bro, tiba-tiba gua inget kalau hari ini ada urusan penting yang harus gue selesain sekarang juga.” Jawab Ardi berbohong.
“Oh begitu, ya udah bro lo pulang aja oh ya semoga urusan lo cepat selesai ya!” Seru Rendi dengan menyunggingkan senyum di bibirnya.
“Iya, makasih ya bro ya udah gue pulang dulu.” Pamit Ardi dan segera menuju ke tempat dimana motornya diparkirkan.
“Hati-hati bro!” Teriak Rendi mengingatkan dan dibalas Ardi dengan anggukan kecil seraya mengacungkan jempol ke arah temannya itu. Ardi lekas memacu motornya dengan kecepatan 20km/jam, tetapi bukan rumah tujuannya melainkan sebuah rumah sakit tempat biasa Ardi mengontrol kondisinya.

“Saudara Ardi, penyakit leukimia yang anda derita ini telah mencapai stadium akhir, saya menghimbau kepada anda untuk segera melakukan operasi tersebut!” Jelas dokter tersebut yang sontak saja membuat Ardi kaget.
“Stadium akhir dok? apa tidak ada cara lain selain melakukan operasi dok?” Tanya Ardi dengan raut wajah lesu.
“Maaf saya rasa tidak ada cara lain dan mengenai operasi tersebut presentasi keberhasilannya pun tidak mencapai 50%.” Jawab dokter yang semakin membuat Ardi lemas.
“Baiklah dok, terima kasih kalau begitu saya pamit dulu.” Ucap Ardi seraya meninggalkan ruang praktek dokter tersebut.

Dengan wajah muram Ardi berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju parkiran, masih terngiang di telinganya kata-kata dokter tersebut dan entah bagaimana ia akan memberitahu kepada kedua orangtuanya akan hal tersebut. Sesampainya di rumah, dengan langkah gontai Ardi memasuki rumahnya dan untuk pertama kalinya ia merasa berat untuk pulang ke rumahnya satu alasan yang membuat ia demikian adalah harus bagaimana ia bercerita ke ayah dan ibu yang sangat ia sayangi.

“Kalau begitu lakukanlah operasi itu Nak! Ayah dan Ibu akan selalu mendoakanmu agar lekas sembuh.” Ucap ayah Ardi setelah melihat hasil check up Ardi yang diiringi tangis ibunya. “Berjanjilah Yah, Bu apa pun yang terjadi pada Ardi, Ayah dan Ibu jangan bersedih dan satu lagi, tolong rahasiakan soal ini dari teman-teman Ardi!” Seru Ardi kepada ayah dan ibunya. “Baiklah Nak, kalau itu memang maumu, cepat istirahatlah besok kita sama-sama pergi ke rumah sakit itu!” Ucap Ayah Ardi yang dibalas dengan anggukan lemah Ardi sambil menuju kamarnya untuk beristirahat.

Di luar perkiraan, operasi tersebut berjalan lancar dan Ardi dinyatakan sembuh tetapi belum sembuh total dan mengharuskan Ardi menjalani rawat inap di rumah sakit itu. Mendengar kabar tersebut ayah dan ibu Ardi yang sedari delapan jam lalu duduk termangu di depan ruang operasi, merasa sangat senang dengan kabar bahwa anak satu-satunya yang mereka cintai itu dinyatakan sembuh sontak saja tanpa perlu dikomando atau diberikan aba-aba mereka berdua sujud syukur dan menangis bahagia.

“Udah dua hari Ardi gak masuk sekolah, kira-kira dia ke mana ya?” Tanya Siska salah seorang teman sekelas Ardi.
“Gue juga kurang tahu Sis, rumahnya juga selalu sepi dan gak ada orang setiap gua ke sana.” Jelas Rendi kepada Siska. “Duh Ren, perasaan gue jadi gak enak nih.” Ucap Siska penuh khawatir.
“Hussst jangan mikir yang aneh-aneh! Kita doain aja semoga Ardi baik-baik aja.”
“Aaamiin semoga bener kata lo Ren!”

Ketidakhadiran Ardi selama beberapa hari membuat semua siswa bahkan para guru bertanya-tanya ke mana Ardi sebenarnya dan apa yang sedang terjadi padanya. Di sisi lain pada Senin sore itu juga Ardi telah diperbolehkan untuk pulang, mengingat kondisi Ardi yang sudah terbilang membaik.
“Hari ini kamu udah boleh pulang Nak.” Ucap ibu Ardi yang diiringi senyum yang mengembang di bibirnya.
“Alhamdulillah deh Bu, Ardi juga udah kangen rumah Ardi kangen masakan Ibu hehehe.” Ucap Ardi yang disambut belaian tangan ibu tercintanya pada rambut Ardi. Akhirnya Ardi pulang ke rumahnya didampingi ibu dan ayahnya. Ardi pun meminta agar besok ia bisa segera bersekolah kembali dan kedua orangtuanya pun mengizinkan.

Duduk di bawah pohon, memandang ke arah langit yang biru, itulah kebiasaan Ardi ketika jam istirahat sekolahnya. Tiba-tiba sebuah tangan menepuk bahunya.
“Di, ada yang mau gue sampein ke lo.” Ucap lelaki yang menepuk bahu Ardi yang tidak lain adalah Rendi.
“Eh lo Ren bikin kaget aja, ada apa?”
“Hehehe sorry kalau lo jadi kaget, emmm gini sob dua hari lagi sekolah kita bakal ngadain acara amal dan akan ngundang salah satu band yang cukup dikenal orang deh, gue mau lo bisa jadi pengisi acara aja lo kan pinter ngelawak tuh sob.” Jelas Rendi dan Ardi pun mengangguk mengerti.
“Oke deh sob dua hari lagi kan? Cukuplah buat gue nyiapin materinya.”
“Sip harus lucu ya.”
“Tenang aja sob gue mah dari kecil udah lucu hehehe.”
Seketika mereka berdua tertawa bersama dan tidak lama bel tanda masuk pelajaran berbunyi, lekas mereka berdua kembali ke kelas.

Hari Jumat, tepat hari ini dilangsungkannya acara amal tersebut. Ardi lekas bersiap untuk pergi ke sekolahnya dan tidak lupa yang pamit kepada ibunya sedangkan ayahnya telah pergi ke kantor selagi Ardi terlelap dalam tidurnya. Entah mengapa setelah Ardi berangkat ibu Ardi tampak gelisah ia merasa pertemuan pagi ini adalah pertemuan terakhirnya dengan Ardi, namun langsung dibuang jauh-jauh pikiran tersebut. Sesampainya di sekolah Ardi pun melihat persiapan acara tersebut dan sekolah pun mengundang warga setempat yang ingin melihat dan tentu saja dikenai biaya yang biaya tersebut jika sudah terkumpul hendak disumbangkan kepada yang berhak menerima.

ADVERTISEMENT

“Eh Di udah dateng lo, nanti lo tampil buat penutup acara.” Jelasi Rendi pada Ardi.
“Ah lo sob, gue tampil kapan aja juga mau kok.”
“Oke kalau gitu lo tampil kalau acara udah selesai dan penonton udah pada pulang aja ya!” Seru Rendi dengan cekikikan.
“Wah ngelawak lo? dasar.” Ucap Ardi seraya meninju pelan tangan temannya.
“Aduh sakit, hehehe iya maaf gue bercanda.”
“Iye dah.”

Band yang turut mengisi acara tersebut telah tampil dan acara semakin meriah. Waktu yang ditunggu Ardi pun tiba, kini saatnya dia tampil dan pada kali ini juga ia disaksikan bukan hanya oleh warga sekolah tetapi juga warga di sekitar sekolah ikut menyaksikan. “Good luck sob!” Ucap Rendi kepada Ardi dengan senyum yang dibalas senyum pula oleh Ardi. Seperti biasa Ardi sukses membuat para penonton tertawa dengan lawakannya yang segar. Namun, di tengah penampilannya tiba-tiba Ardi merasa sangat sakit kepalanya, tubuhnya pun terasa sangat lemas dan seketika Ardi terjatuh tidak sadarkan diri, kejadian tersebut sontak membuat para penonton panik dan segera melarikan Ardi ke rumah sakit.

Namun semua sudah terlambat, dokter yang memeriksa keadaan Ardi dengan wajah yang agak lesu menyampaikan bahwa nyawa Ardi tidak dapat tertolong dikarenakan penyakit lamanya kambuh kembali, Ardi telah menghembuskan napas terakhirnya sebelum ia memasuki rumah sakit ini. Tangis pun pecah terdengar di ruangan tersebut, semua yang pergi mengantarkan Ardi sudut matanya mulai berair ketika melihat sosok Ardi yang telah tertutup kain, tak terkecuali teman-teman Rendi, mereka menangis tersedu-sedu meratapi kepergian teman yang di mata mereka sebagai sosok yang sangat tegar, yang selalu bisa membuat mereka tertawa bahkan di saat terakhirnya.

Sambil merenung, seorang wanita di dekat batu nisan anak satu-satunya. “Bu, ayo kita pulang! Ikhlaskan saja anak kita supaya ia tenang di alamnya!” Ucap seorang pria yang merupakan ayah Ardi.
“Ibu sudah ikhlas kok Yah, lagi pula sudah satu bulan lamanya Ardi pergi, tentu saja Ibu sudah ikhlas.” Jelas ibu Ardi sambil mengelap air matanya yang mulai berhenti mengalir. Mereka pun kembali pulang dan meninggalkan makam anak kesayangannya.

Cerpen Karangan: Muhammad Ilham / Pujangga Kecil
Blog: mydaily241.blogspot.com
Hai semua salam kenal saya Muhammad Ilham dan ini cerpen pertama saya, semoga kalian senang membacanya.

Cerpen Tiada Yang Tahu merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Lilis dan Iyan (Part 3)

Oleh:
Bisa-bisanya Bryan meninggalkan buku pelajaran Kewirausahaannya di rumah, padahal hari ini mesti presentasi nanti jam 2 siang bareng Melissa. “Izin ambil buku dulu deh ke rumah.” Ucap Melissa bingung

Apakah Kamu Mencintaiku?

Oleh:
Jadi gini ya guys, saat gue duduk di Bangku SMK gue itu naksir sama cewek dia itu kembang sekolah, parasnya asia, berkulit putih, cerdas dan cantiklah, imut banget kalau

Senyuman Ibu Pertama dan Terakhir

Oleh:
“Jangan dekati anakku! Paham?” *plakk*. Sebuah tamparan mendarat di pipi kiriku. Di keluarga ini aku hanyalah anak tiri yang tak berhak untuk membela diri. Tiap kali ku harus menerima

Harapan Seorang Ibu

Oleh:
Duduk manis di beranda rumah, kegiatan yang selalu dilakukan saat libur sekolah, menikmati udara pagi yang sejuk di rumah reot peninggalan almarhum ayahku. Aku remaja miskin 16 tahun yang

Buruh Cuci

Oleh:
Pagi itu sinar mentari hangat menerpa bumi. Kicauan burung seakan turut mewarnai pagi. Kubuka tirai jendela yang menghalangi pandangan untuk melihat keadaan di luar. Rupanya belum banyak kendaraan yang

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *