Kucing dan Seorang Gadis Bertopi Hitam

Cerpen Karangan:
Kategori: Cerpen Slice Of Life
Lolos moderasi pada: 21 September 2021

Seorang laki-laki tampak gelisah mengigit jemari kukunya sambil menatap kernet bus yang ditumpanginya. Posisinya yang begitu mencolok karena duduk tengah-tengah barisan akhir membuat siapa saja yang melihatnya pasti akan menaruh curiga. Tampa berkata, laki-laki itu segera berdiri dan benghampiri pintu keluar bus. Tak tahu apa yang sedang diresahkannya hingga niatnya untuk melompat turun dapat dengan jelas kulihat.

Aku menarik ujung jaket lelaki itu hingga dia menoleh lantas bertanya, “ada apa?”
“Jika boleh tau, mengapa anda berdiri di depan saya dengan raut gelisah?” tanyaku.
Dia segera bergeser menjauhi pintu keluar dan mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. “Aku ditinggal oleh bus yang seharusnya aku naiki, namun karena ini pengalaman petama bagiku naik kendaraan umum, jadi aku tidak tau harus bagaimana,” ucapnya menyerahkan kartu aneh berisi profil serta alamat.

Aku menerima kartu itu dan mengetikkan nomor telepon yang ada didalamnya. “Anda seharusnya menghubungi teman anda atau paling tidak keluarga anda untuk segera menjemput jika sudah seperti ini.” Aku menasihatinya. “Mari saya antar, kebetulan saya juga akan menuju alamat yang sama,” kataku segera berdiri dan memanggil kernet untuk membayar ongkos.

Bus berhenti di depan gerbang kompleks perumahan kelas menengah keatas. Lokasi tempat tinggal dimana ayah dan ibuku menetap setelah ayah pensiun. Sekarang mereka hanya tinggal berdua karena aku dan kakak laki-laki sedang merantau untuk kuliah.

Laki-laki itu tanpak enggan untuk memgikutiku masuk, ya bagaimana pun kami kan memang orang asing yang baru saling mengenal. Jadi sulit untuk langsung percaya. “Tidak perlu khawatir, saya benar akan mengantar anda sampai di alamat yang ada di kartu itu,” ucapku menatapnya sambil tersenyum kecil. Beruntung dia langsung menganggukan kepalanya dan ikut berjalan di belakangku.

Kami berjalan masuk ke dalam dan berjalan kaki untuk menuju rumah masing-masing. Karena kendaraan umum tidak diperbolehkan masuk, jadi kami hanya bisa berjalan kaki saja karena tidak memiliki kendaraan pribadi. Satpam sendiri tadi sebelum kami memasuki kompleks ini hari memeriksa identitas kami.

“Rumah no 37, hm … Jauh sekali tapi rumahku pun sama jauhnya karena no 38,” lirihku menarik koper dengan lesu. Ya, mau bagaimana lagi ayah dan ibu maunya tinggal di tengah-tengah, aku bisa apa.
“Ah, jadi kita tetangga ya,” gumam laki-laki itu meliriku.
“Ya, seperti itulah. Ngomong-ngomong kita belum berkenalan, perkenalkan nama saya Biana Lotdye dan anda dapat memanggil saya Bia. Jika boleh tau, nama anda siapa?” tanyaku mengulurkan tangan.
Dia menyambut uluran tanganku dan memberitau namanya. “Saya Kharis Madrean, silahkan panggil senyaman anda,” ucap laki-laki yang bernama Kharis ini.
“Baiklah, saya akan memanggil Kharis. Oh ya saya sempat lupa, saya ingin menanyakan hal ini tadi, namun lupa. Anda apa benar baru pertama kali menaiki bus umum? Saya ragu sekali, bahkan saya sempat berfikir anda tidak memiliki uang untuk membayar makanya anda seperti tadi haha …” ucapku diakhiri tawa kecil.

Kharis tampak diam, dengan segera aku meminta maaf karena takut menyingung perasaannya. “Maaf, saya tidak bermaksud mengejek.”
“Saya tau, hanya saja itu memang pengalaman pertama saya naik bus, dan juga bus yang sudah ditentukan teman saya untuk dinaiki meninggalkan saya yang saat itu sedikit terlambat karena pergi ke toilet,” ujar Kharis menjelaskan.
“Lagi pula, ini pengalaman pertama saya mengunjungi rumah ibu saya.” Kalimat Kharis kali ini membuatku bingung.
“Maksudnya?” aku sepertinya terlalu penasaran dengan Kharis padahal kami baru saja betemu. “Ah lupakan,” ralatku cepat.

Kharis malah bercerita dengan santai kisahnya. “Saat lahir, papa dan mama saya berpisah. Saya dibawa papa yang sangat menginginkan anak laki-laki, sedang mama saya membawa saudari kembar saya bersamanya, meskipun begitu saya dan saudari saya sering berkontakan. Jadi saat itu tidak pernah ada sama sekali pertemuan antara kami. Dan lagi, papa saya itu sangat melarang saja bepergian seorang diri, apalagi dengan kendaraan umum. Jadi karena itu …”
“Karena itu anda tidak tau memberhentikan bus?”
“Hahahaha ….” kami tertawa bersama. Kharis tampak sangat bahagia sekarang karena kami telah tiba di depan pintu rumah no 37. “Tunggu saya dulu, saya takut salah rumah. Kalau salah biar saya menumpang di rumah anda,” ucap Kharis setengah tertawa. Aku pun ikut tertawa karenanya.

“Saya serius lho,”
“Terserah anda saja.”

ADVERTISEMENT

Aku pun duduk di kursi yang ada di teras rumah ini sambil menunggu pintu rumah itu terbuka. 30 detik berselang pintu terbuka. “Kak Kharis akhirnya datang juga. Daniel bilang kakak ga naik bus yang dibilangin. Kenapa?”
“Aku tertinggal, gimana sesuai dengan foto bukan wajahku …” ucap Kharis pamer. Ah aku tidak tau laki-laki ini sangat percaya diri rupanya.

Aku pun berdiri hendak pamit karena Kharis memang berada di rumah yang tepat. Biarkan kedua pasang saudara itu saling sapa rindu dan sebagainya dari pada aku jadi batu pajangan di tempat ini.
“Kharis, sepertinya anda tidak perlu menumpang di rumah saya. Jadi saya pamit undur diri. Selamat tinggal,” pamitku menarik koper menjauhi rumah ini. Kharis mengucapkan terima kasih dan melambai padaku bersama saudaranya dan hanya kubalas dengan senyuman kecil.
“Senang bertemu anda Bia.”

Aneh, jika dia dilarang untuk pergi seorang diri, mengapa dia bisa pergi ke rumah ibunya sendirian dengan berbekal arahan dari teman dan kartu alamat rumah? Apa dia kabur? Kau ini Bia terlalu mengurusi urusan orang. Sudahlah lebih baik aku pulang sekarang.

“Meong …”
Seekor kucing? Mengapa seekor kucing mendekatiku?
Aku berbalik dan melihat rumah Kharis lagi. “Kharis apakah ini kucing anda?” tanyaku padanya.
“Benar, itu kucing kami,” jawab saudari Kharis. Aku kembali mendekati mereka dan menyerahlan kucing itu pada saudari Kharis. Tapi masalahnya mengapa kucing ini tidak mau berpindah tangan.

“Sepertinya dia lebih menyukai anda Bia,” komentar Kharis. Saudarinya mengangguk setuju. Aku sebenarnya cukup senang dengan kucing ini, tapi tidak mungkin buka aku membawanya pulang. Pemiliknya saja dihadapanku.
“Bawa saja dulu, nanti saya akan mengambilnya di rumah anda.”
“Benarkah?” tanyaku pada saudari Kharis.
“Ya.”
“Baiklah terima kasih, sampai bertemu.” Aku kemudian menjauhi mereka dengan tangan kanan mengendong kucing dan tangan yang lain menyeret koper. Samar-samar aku mendengar ucapakan kedua saudara itu berkata, “Kucing Dan Seorang Gadis Bertopi Hitam, bagaimana menurutmu?”

Cerpen Karangan: Aen Bubu

Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 21 September 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com

Cerpen Kucing dan Seorang Gadis Bertopi Hitam merupakan cerita pendek karangan , kamu dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

"Kamu suka cerpen ini?, Share donk ke temanmu!"

WhatsApp


" Baca Juga Cerpen Lainnya! "


Jurus Aka

Oleh:
Jeet kune do bahkan tak mampu mengalahkan handphone baru Sasya. Aku berdecak, sudah hampir lewat sepuluh menit pertandingan Kak Aka dimulai, tetapi Sasya masih tak kunjung berkomentar. “Sasya!” panggilku

Pemusik Jalan dan Pria Hujan

Oleh:
Hujan makin riuh, deras dan membasahi hampir seantero kota, sesekali terdengar gemuruh Guntur pertanda langit tengah ribut, seperti sosok yang tengah dihadapi kalut, kalut dalam penantian, ia menunggu di

120 Detik

Oleh:
Azan magrib baru saja selesai berkumandang, tapi aku masih harus menunggu lampu merah ini, “arghh sial gara-gara bajai itu lama jalannya jadi kena lampu merah, padahal masih sempet” gerutuku

Getaran Apakah ini?

Oleh:
Kamis siang di sekolah saat itu sedang diguyur hujan deras. Ketika bel pulang sekolah berbunyi, aku yang ingin segera pulang dengan terpaksa menunggu sejenak di sekolah hingga hujannya mereda.

Bebas Kok Bablas

Oleh:
Mumuk, mahasiswa tahun ke 3 yang tidak pernah ambil pusing dengan hot news di negaranya, sekarang beda cerita semenjak ia install aplikasi tiktok dua hari yang lalu. “Oh Indonesia

“Hai!, Apa Kamu Suka Bikin Cerpen Juga?”
"Kalau iya... jangan lupa buat mengirim cerpen cerpen hasil karyamu ke kita ya!, melalui halaman yang sudah kita sediakan di sini. Puluhan ribu penulis cerpen dari seluruh Indonesia sudah ikut meramaikan cerpenmu.com loh, bagaimana dengan kamu?"

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *